Baby
Don’t
Cry
Posted by : ZA StoryLine
A fanfiction by I_You
Title :
Baby Don’t Cry| Main Casts: Lu Han (EXO M), Zhang Ara(OC), Oh Sehun (EXO
K)| Other
Casts : Member EXO PLANET, Hyun So Ran(OC), Kristal (fx), Fan Hae Yeon(OC),
Yin In Sul (OC), Yun Zu Ra (OC), Shin Yun (OC) |Genre: Romance ,sad | Duration
: Chapter
Summary :
Apa
yang kau pikirkan!
Kenapa
kau bersikap seolah olah tidak terjadi apa apa?
****
Happy reading!
.
.
.
.
Part 2
SHANGHAI
INTERNASIONAL HIGH SCHOOL , AT 07:00 SCT
Bel istirahat pertama telah berbunyi. Semua siswa berlarian ke luar kelas menuju
kantin. Entah mengapa Ara hanya duduk terdiam, ia
mengingat kejadian semalam. Huff. Ia
menghembuskan nafas berat. Lalu ia bangkit dari tempat duduknya dengan malas, cacing di perutnya sudah tidak bisa di ajak kompromi lagi. Kakinya kini melangkah menuju pintu keluar dan sejenak ia
memutuskan berdiri di atas balcon di depan kelasnya untuk menghirup udara yang mungkin telah tercampur
polusi kendaraan pagi ini.
Mungkin
keputusan untuk keluar dari kelas kesalahan besar untuknya kali ini. Kini ia harus melihat Hae Yon dan Sehun asyik berbincang dan
tertawa dengan sesekali Sehun mengacak
pucuk kepala Hae Yon lembut.’Bisakah kau memberikan senyuman itu untukku juga?’ batin Ara. Lalu ia memutuskan kembali ke dalam kelas.
Hari ini
ada pelajaran seni music dimana giliran kelas Ara yang harus mengikuti tes tahun ini. Mr.Lao menyuruh semua muridnya untuk bernyanyi, guna mendapatkan good
score. Beberapa
siswa telah menunjukkan performancenya
dan sekarang giliran Ara menunjukkan penampilannyap. Ia meminjam gitar kepada Wu Fan—sahabat
laki-lakinya di sekolah.
“Oke Ara sekarang giliranmu menunjukkan penamilanmu.
Lagu apa yang akan kau nyanyikan, dengan gitar itu?” Tanya
Mr. Lou pada Ara
“ Your Call by
Secondhand Serenade “
“Oke, mainkan sekarang.”
Ara
mempersiapkan gitarnya, lalu sedetik kemudian ia memetik gitar itu dengan penuh penghayatan. Membuat semua yang berada di dalam kelas terdiam. Mereka memusatkan mata pada Ara yang sedang bernyanyi. Lalu keadaan kelas menjadi riuh karena suara
tepuk tangan teman-teman Ara, setelah ia mengakhiri permainan
gitarnya. Ara membukukkan badannya sebagai
tanda terima kasih . Teman-teman Ara pun tidak menyangka jika Ara pandai memainkan gitar, untuk mengiringi
nyanyiannya.
At 15:00 pm
“Pakai
helmmu.” Ucap Luhan seraya menyerahkan helm yang ditanagnya pada Ara. Ia pun kini memutar kunci motornya, beberapa detik kemudian motor itu pun menyala.
“Ara! Luhan!” pekikan suara seorang gadis itu, menghentikan
aktivitas Luhan, yang akan melajukan motornya. Bahkan suara itu terdengar tak asing di telinga Luhan dan Ara. Reflek Ara dan Luhan memalingkan wajah ke arah sumber suara. Sakit. Rasa itu
yang kini Ara rasakan ketika melihat Sehun membonceng Hae Yon dengan posisi Hae Yon
memeluk Sehun. Beberapa detik kemudian, laju motor mereka berhenti di depan Luhan dan Ara.
“Mari, kita pulang bersama bukankah rumah kita satu arah?” ucap Hae Yon dengan senyum yang
masih terlukis di wajahnya. Luhan menatap Ara sejenak. Tatapan matanya seolah meminta persetujuan dari Ara.
“Ten ..tu ke ..kenapa tidak.” ucap Ara terbata-bata.
Mereka pun pulang beriringan. Bahkan sesekali mereka saling berbincang ringan. Walau terkadang mereka harus menambah
volume suara mereka, karena tersamarkan dengan suara klakson mobil lain. Ara
sesekali menundukkan kepalanya. Menyembunyikan tatapannya dari Sehun dan Hae
Yon. ‘Seharusnya aku yang duduk di motor itu bersamamu.’ ucap Ara dalam hati. Beberapa menit, menusuri jalan ke rumah, dalam
boncengan Luhan, akhirnya
mereka sampai di tempat tujuan.
“Hah. Kita sudah sampai.” ucap Hae Yon sembari turun dari motor Sehun. Tangannya pun kini melepas pelukan dari
pinggang Sehun.
“Kami masuk dulu.” ucap Ara, yang telah turun dari boncengan motor Luhan. Ia pun melangkahkan kakinya menuju gerbang rumah
mereka.
“Tunggu!” suara berat itu berhasil menghentikan langkah kaki Ara. Ia pun menoleh
pada sumber suara, yang ia yakini tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Lain kali
kita pulang bersama lagi.” ucap Sehun sembari mengubar senyum.
“Tentu.” ucap Ara sembari tersenyum, menangggapi permintaan Sehun. Kini rasa sakit yang ia tahan selama perjalanan pulang sedikit terobati ketika senyuman yang
ia harapkan dari lelaki yang amat ia cintai, diberikan untuknya.
Ara’s Bedroom
Suara
decitan kursi itu terdengar
samar. Ara beranjak dari kursi belajarnya. Ia merenggangkan otot- otonya untuk membuatnya nyaman setelah berkutik
dengan beberapa soal soal fisika. Kini ia
melangkahkan kakinya menuju
balcon untuk menghirup udara malam. Lalu menutup matanya perlahan untuk merasakan angin
malam yang berhembus menerpanya. Membuat anak anak ramputnya sedikit berkibar .
“Kau belum tidur?” ucap Luhan yang kini tiba-tiba berada di sampingnya.
“Oh, gege. Aku belum mengantuk.” ucap Ara, seraya mengumbar senyum
manisnya, menanggapi ucapan dari Luhan.
“Apa kau benar-benar mencintainya?” ucap Luhan yang berhasil membuat Ara tertunduk.
“Mungkin. Aku tak tahu.” ucap Ara seraya menaikkan kedua bahunya.
“Bagaimana jika ada seseorang yang sangat
mencintaimu. Apa kau
juga akan berusaha mencintainya dan melupakan Oh Sehun?”ucap Luhan yang membuat
Ara terkejut.
“Apa yang kau katakan?” Ara memalingkan wajahnya dan menatap Luhan
serius.
“A..Aku hanya bercanda tak usah terlalu di
pikirkan. Aku pikir kau akan berusaha mencintainya dan
melupakan Oh Sehun.” ucap Luhan sembari menggaruk garuk
punggung kepalanya yang tidak gatal. Ia berudsaha menghilangkan kegugupan dirinya,
juga tatapan serius Ara yang seolah meminta penjelasan.
“Cepat tidur, ini sudah malam.” ucap Luhan, mencairkan suasana.
Luhan menatap lekat Ara yang kini kembali memalingkan wajahnya menatap
langit ‘Andai kau tau yang
sebenarnnya, jika perkataanku tadi tidak bercanda. Aku benar-benar mencintaimu Zhang Ara. Andaikan kita bertemu di waktu yang berbeda, mungkin aku tak sesakit ini
,dan mungkin kau akan menjadi wanitaku
.’ batin
Luhan dan ia memutuskan untuk keluar.
-o0o-
Brak…
“Hufft. Sial sekali hari ini. Kenapa harus toilet? Ini sangat menjijikkan. Andai saja aku tadi tidak terlambat, mungkin aku sekaranng bersenang-senang di studio.” Gerutu Ara yang mungkin tak terdengar, mengingat toilet
dalam keadaan lenggang. Ia merutuki kesalahannya yang membuatnya harus
membersihkan toilet kumuh di hadapannya.
“Keluarlah dan makanlah ini.” suara berat itu, tiba-tiba merasuk dalam indra pendengarann Ara. Reflek Ara menoleh ke arah sumber suara itu.
Ternyata Luhan yang sedari tadi berdiri
di belakangnya, tanpa ia
sadari sedikitpun. Di sana Luhan berdiri, menyenderkan tubuhnya pada
pintu, dengan tangan kanan yang membawa sebungkus makanan.
“Keluarlah. Biar aku yang bereskan semua ini.” ucap Luhan, lagi. Lantas ia mengambil paksa alat pel dari tangan Ara, sedang tangan lainnya
menyodorkan bungkusan makanan itu tepat di hadapan Ara.
“Aku ingin kita mengerjakannya bersama. Aku tidak mau kau lelah karena ku.” ucap Ara sembari tersenyum pada Luhan.
‘Manis. Senyum itu sungguh mani, andai saja senyum itu kau berikan
padaku bukan hanya sebagai kakak, mungkin aku akan jauh lebih bahagia.’ Batin Luhan.
-o0o-
“Gege
, temani aku jalan jalan ya. Aku bosan di rumah.” ucap Ara seraya merangkul tangan Luhan manja. Luhan hanya tersenyum simpul, menanggapi perminaan Ara.
“Baiklah, kau mau pergi kemana tuan putri?” ucap Luhan seraya mengacak
rambut Ara lembut .
“Aku ingin pergi Shanghai Market. Ayo kita pergi.” ucap Ara sembari menarik tangan Luhan dan
berlari kecil. Mereka terlihat berjalan beriringan, melihat-lihat hampir semua aksesoris yang di jual di pasar itu sampai akhirnya Ara berhenti di salah satu
toko aksesoris sederhana, dengan seorang wanita paruh baya, sebagai penjualnya.
“Selamat datang di toko saya nona. Anda ingin membeli aksesoris apa ?” sapaan ramah
itu telontar dari mulutnya. Juga senyum simpul yang ia umbar.
“Sepasang gelang ini berapa harganya ?” Ara menunjuk sepasang gelang
berwarna coklat dengan sepasang liontin kecil yang berbentuk bintang. Kentara sekali ia
menyukai sepasang gelang tersebut.
“1000 yen, Nona.” ucap
pedagang itu ramah. Lalu sedetik kemudian Ara mengeluarkan 1000 won dari dalam dompetnya dan
menyerahkan uang dalam genggamannya, pada bibi pedagang itu.
“Xie xie
..” ucapnya ramah, dengan senyum yang masih mengembang di kedua sudut bibirnya. Ara pun kini beranjak
melangkahkan kakinya menjauhi bibi penjual itu.
“Tunggu, Nona!” teriakan kecil bibi pedagang tadi membuat Ara
menghentikan langkahnya. Dan segera membalikkan badannya.
“Ya, bibi ada
apa?” Tanya Ara penasaran
“Simpanlah gelang itu baik-baik” ucap
bibi pedagang itu yang berhasil membuat Ara menjadi bingung. Lantas ia hanya
menaggapi 8capan bibi penjual itu dengan senyum simpulnya.
“Aku akan menyimpannya baik-baik, bibi. Terimakasih” ucap Ara sembari membungkukan
badannya kemudian berlalu pergi. Ia menyusul Luhan yang sedang membeli makanan di sebuah kedai.
“Apa kau sudah mendapatkan aksesoris yang kau inginkan?”Tanya Luhan sembari menyerahkan beberapa yen
kepada pedagang makanan itu. Ara hanya mengangguk lalu mereka melanjutkan perjalanan mereka.
“Gege,
bisakah kita berhenti sebentar ?” ucap Ara
“Kau lelah? Atau kakimu sakit setelah kita berjalan terlalu lama?” ucap Luhan
khawatir.
“Aku tak apa-apa. Jangan
terlalu khawatir aku bukan anak kecil lagi, bukan?” ucap Ara sembari tersenyum simpul.
“Gege, bolehkah aku meminjam tangan kirimu?” ucap Ara, lagi, sembari menengadahkan tangannya pada Luhan.
Luhan meletakkan tangan kirinya pada Ara lalu sedetik kemudian ia merogoh
kantong bajunya dan mengeluarkan sepasang gelang yang ia beli beberapa menit
yang lalu dan memasangkannya di tanagn Luhan
“Kau harus memakainya setiap hari.” ucap Ara sambil seraya tersenyum simpul.
Luhan menatap lekat Ara yang sedang sibuk
mengaitkan gelang itu. Ia merasa aliran darahnya kini mengalir sangat deras, jantungnya berdetak semakin kencang tanpa ia bisa
control.
‘Apakah kau sekarang menyadari jika aku mencintaimu? Apakah kau tak menganggapku kakak laki-laki angkatmu lagi, melainkan sebagai lelaki yang mencintaimu?’ ucap Luhan dalam hati. Kini senyum itu mengumbar di kedua sudut bibir Luhan. Ingin
sekali ia mengungkapkan semua perasaannya. Perasaan yang telah ia pendam bertahun tahun semenjak ia di angkat
menjadi anak angkat keluarga Zhang dan tinggal menetap di Shanghai. Ia harus meninggaalkan keluarganya di Beijing
karena ibu dan ayah Ara sangat menyanyangi Luhan bahkan menganggap Luhan
sebagai putranya sendiri .
“Ayo kita jalan jalan lagi, gege.”ucap Ara seraya mengeratkan jemarinya dengan jemari Luhan. Perlakuan itu membuat Luhan tersadar dari
lamunannya dan berjalan mengikuti Ara. Mereka pun melangkahkan kaki mereka menuju toko
lain. Langkah Luhan seketika terhenti, ketika mendapati Ara yang tengah
memandang pita rambut.
“ A… cantiknya …pita rambut ini sangat cantik.” ucap Ara sambil memegang benda itu. Kentara sekali dari
binar matanya, ia menyukai benda tersebut.
“ Kau menyukainya ?” Tanya Luhan. Ara pun hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Luhan.
Kring…kring
Bunyi ponsel Ara yang bordering. Reflek ia merogoh kantong bajunya dan sedikit
menghindar dari kerumunan pasar agar ia bisa lebih jelas mendengarkan suara si
penelpon.
“Gege, ayo cepat kita pulang. Aku lupa kalau hari ini aku ada les piano. Guru pianoku telah menungguku.” Ucap Ara. Ia pun segera
menarik tangan Luhan untuk beranjak dari pasar tersebut. Mereka pun memutuskan pulang melewati jalan terdekat.
-o0o-
PLAKK..
“Apa apaan kau ini? Harus berapa kali aku bilang! Ayah menyekolahkan mu bukan untuk
menjadi seorang pengamen! Kau mengerti? Aku menyekolahmu untuk menjadi pengusaha dan
meneruskan perusahan yang telah aku bangun dengan susah payah! Dan apa ini, kaset-kaset yang tak bermutu! Mau jadi apa kau, hah? Mau jadi gelandangan?” bentak lelaki paruh baya itu kepada seorang lelaki yang tak
asing lagi—Sehun.
BRAKK…
Lelaki paruh baya itu membuang beberapa keping
kaset ke jalanan dan beberapa diantaranya telah rusak. Beberapa detik kemudian suara pintu itu di tutup dengan keras.
Di sisi lain Ara dan Luhan menyaksikan semua
kejadian itu. Sehun yang menyadari keberadaan mereka segera berlari
meninggalkan semua kaset-kaset yang baginya itu sangatlah berarti. Luhan memungut satu kaset yang masih terlihat
bagus, sedangkan Ara mencoba menyusul Sehun.
“Emm… Sehun apa kau baik-baik saja ?” ucap Ara dengan terbata-bata.
“Bagaimana kau bisa tahu aku disini?” ucap Sehun dengan ketus, tanpa menoleh pada Ara.
“Aku sering melihatmu di tangga. Ini aku belikan obat..untuk ..”
“Pergilah …aku ingin sendiri.” sela Sehun sebelum Ara menyelesaikan ucapannya. Ia masih saja dengan
wajah ketusnya, juga tatapan matanya yang tajam.
“Tap..tapi lukamu harus di obati
kalau tidak….”
“Aku bilang pergi dari hadapanku! Apa kau tidak dengar, hah? Kau tak
tau apa-apa! Jangan pernah ikut campur” bentak Sehun yang berhasil membuat Ara
terkejut dan ketakutan.
“Jadi ini alasan mu kenapa kau tak membolehkanku memberitahu seseorang
jika kau pandai menari? Kau tahu, bukan cara seperti ini kau bisa mendapatkan mimpimu, hanya lelaki
pengecut yang melakukan hal bodoh dan menangis di tangga loteng sekolah. Kau berbakat. Kau harus menunjukkann kepada ayahmu jika menjadi seorang artis bukanlah pengamen. Maaf bukan maksudku
untuk mencampuri urusanmu.” Ucap Ara sembari meletakkan obat dan plester didekat Sehun dan sedetik
kemudian ia beranjak pergi.
Shanghai Internasional Hight School
Irama lagupun semakin keras menguar lantang di
setiap sudut ruang dance ini. Sepi. Hanya Ara
dan suara music inilah yang menyeruak di gedung sekolah ini. Mulai hari ini
sampai dua minggu kedepan Ara harus berlatih dengan giat untuk memenangkan
kompetisi dance. Meskipun guru dancenya
menyeruhnya berhenti karena Ara telah menari selam 2 jam tanpa berhenti, tapi ia tak pernah berhenti. Walaupun jam latihannya telah usai, beberapa menit lalu, ia masih saja berada di ruangan itu untuk tetap latihan .
“Hah, lelahnya.” ucap Ara sembari duduk dan sesekali menenggak
air mineral yang ia bawa dari rumah. Ara melihat jam tangan yang sedari tadi
melingkar di tangan kirinya. Pukul 16:00 untuk waktu daerah Sanghai. Sudah hampir 3 jam ia berlatih menari. Kini saatnya ia berkemas kemas, dan pulang. Sialnya ruangan ini jauh dari gerbang sekolah sehingga ia
harus memutari lapangan basket sebelum ia sampai di gerbang sekolah.Terlihat
seorang lelaki sedang asyik bermain basket, ia sendirian tanpa seorang teman bersamanya. Ara mempertajam penglihatannya untuk menelisik siapa lelaki yang berada
di tengah lapangan yang sesekali sedang melakukan gerakan lay up itu .
“Sehun? Benarkah itu kau? Tidak. Tidak Ara
kau tidak boleh menghampirinya bahkan hanya untuk menyapa atau melihatnya sekilas. Sehun telah membencimu. Kau harus berpura-pura
tidak mengetahuinya.” ucap Ara sembari berjalan melewati lapangan
basket. Ia berusaha mengatur nafasnya, karena sebenarnya ia sangat gugup jika bertemu Sehun, apalagi mereka hanya berdua di sekolah ini.
Tiba-tiba sebuah bola basket menggelinding di depan Ara. Sudah dapat di pastikan itu bola milik Oh Sehun ‘Oh god, apa yang harus aku lakukan? Mengambil bola ini atau melewatinya tanpa mengambilnya?’ Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam
pikirannya.
“Tidak sudikah kau mengambil bola basket itu dan melemparkannya padaku.” ucap Sehun sembari berjalan ka arah Zhang Ara. Ara mengambil bola itu dan
bermaksud untuk melemparkannya pada Sehun ketika ia berbalik Sehun sudah
sejajar dengannya.
“Emmm… Ini bola mu.” ucap Ara terbata-bata seraya menyerahkan bola itu pada Sehun
“Bisakah kau menemaniku bermain basket?” ucap Sehun yang kentara sekali ia mengharapkan Ara menemaninya
bermain basket.
“Tap..tapi aku tidak…” ucap Ara terbata-bata.
“Kau hanya perlu menangkapnya seperti ini, dan memasukkan bola ini ke dalam ring.” ucap Sehun memutus perkataan Ara yang belum selesai. Mau tak mau Ara pun
menemani Sehun bermain basket. Ia tahu, ucapan Sehun yang menjelaskan tentang
permainan itu, berarti secara tidak sadar ia memaksa Ara untuk menemaninya
bermain.
Setelah tiga puluh menit berlalu, mereka berdua
duduk di tengah lapangan bersama. Mereka masih mengatur deru nafasnya. Juga
sesekali mereka mengusah peluh yang kini tak hentinya mengalir pada lekuk
wajahnya.
“Permainanmu bagus. Kau memang berbakat.” puji Ara yang berhasil membuat Sehun tersenyum simpul.
“Ah terimakasih. Permainanmu juga bagus, aku pikir wanita sepertimu tidak bisa bermain
basket?” puji Sehun dengan nada yang seolah bukan pujian terhadap Ara,
melainkan sebuah ejekan.
“Aku dahulu pernah mengikuti pertandingan basket saat
di SMP, jadi aku sedikit tahu tentang basket.” ucap Ara. Ara melirik jam tanganya, lagi. Kini penunjuk waktu itu menunjukkan pukul 16:30
“Emm… Sepertinya aku
harus pulang, ibuku pasti menungguku.” ucap Ara bangkit dari duduknya.
Lantas tangan kanannya terulur, mengambil tas ranselnya, lalu ia pun segera
menenteng ranselnya .
“Mau aku antarkan sampai rumah?” tawar Sehun
pada Ara
“Ah, tidak tidak perlu aku akan naik taxi. Bye.” ucap Ara seraya melambaikan tangan pada Sehun. Ia pun segera melangkahkan
kakinya menjauhi Sehun.
“Tunggu!” ucapan Sehun yang berhasil membuat Ara menghentikan langkahnya. Ia pun membalikkan badannya, menatap Sehun. Sedangkan Sehun kini berjalan mendekat kearah Ara.
“Ya?” ucap Ara sedikit gugup, mendapati Sehun yang kini berada di jarak
terdekat dengan indra penglihatannya.
“Emmm. Maaf. Maaf karena aku telah membentakmu kemarin. Seharusnya aku tak melakukan itu padamu.” ucap Sehun dengan tatapan hangatnya
“Kemarin? Ah lupakan saja aku sudah
memaafkanmu. Kau benar
tak seharusnya aku ikut campur dengan masalahmu.” ucap Ara yang sedetik kemudian, sebuah senyum manis mengembang kedua sudut bibirnya.
“Kalau begitu aku pulang dulu sampai bertemu
besok.”pamit Ara, lagi.
“Tunggu!” ucap Sehun yang membuat Ara harus menghentikan langkahnya dan
berbalik menatap Sehun dengan raut wajah penuh tanya, lagi.
“Ya, ada apa lagi?” tanya Ara. Kini Sehun beranjak dari posisinya dan semakin dekat dengan posisi Ara
berdiri sekarang.
“Perkenalkan namaku Oh Sehun kau
bisa memanggilku Sehun senang berkenalan denganmu.” ucap Sehun, dengan seutas senyum manis, di akhir kalimatnya. Ia
mengulurkan tangannya tepat di hadapan Ara.
“Dan perkenalkan namaku Zhang Ara. Senang berkenalan denganmu” ucap Ara, yang juga mengumbar senyum manisnya. Ia
mengulurkan tanagnnya, menjabat uluran tangan Sehun.
“Kenapa kau lakukan itu?” Tanya Ara pada Sehun. Ia masih tak mengerti kenapa Sehun ingin
berkenalan dengannya seresmi ini.
“Bukankah kita sebelumnya belum berkenalan resmi? Ah, tak usah dipikirkan. Mari, aku antar kau sampai gerbang sekolah dan akan
ku telepon biro taxi untuk menyiapkan taxi untukmu.” ucap Sehun seraya memencet beberapa nomer di handphone miliknya. Menghubungi salah satu biro taxi. Ia pun kini berjalan
beriringan dengan Ara, menuju gerbang sekolah.
-o0o-
‘Anyonghaseo Oh Sehun imnida. Aku kan menunjukkan beberapa bakatku, tapi tunggu sebentar aku akan memperbaiki
posisi kamera ini. Ok ..aku akan menujukkan kemampuanku dalam menari, acting ,dan rap.’
Video itu masih saja berputar menampilkan
semuanya. Luhan yang melihat video
itu pun dibuat terpukau dengan kemampuannya.
“Sehun memang berbakat.” Pikir Luhan dengan mata yang tak pernah lepas dari video itu
“Gege, apa kau sedang sibuk? Ada yang ingin aku bicarakan padamu.” Suara Ara yang tiba-tiba membuka pintunya membuat Luhan segera mematikan laptopnya sebelum Ara tahu tentang kaset itu, dan segera mengalihkan pandangannya pada Ara.
“Tidak. Kenapa kau pulang sesore ini?” ucap Luhan mengalihkan perhatiannya. Namun, Ara tak segera
menjawab pertanyaan Luhan. Tatapannya tertuju pada laptop yang beberapa detik
lalu dimatikan Luhan. Juga memperhatikan raut wajah Luhan yang terlihat gugup.
“Apa yang sedang kau lihat?” ucap Ara sembari merebut laptop milik Luhan, yang kini berada di atas
meja belajar Luhan.
“Bukan apa-apa. Kembalikan
laptopku!” titah Luhan sembari merebut kembali laptopnya. Raut wajahnya masih
terlihat gugup.
“Aih. Pasti ada
yang kau sembunyikan cepat beritahu aku.” rengek manja Ara pada Luhan. Namun, Luhan sepertinya
tetap pada pendiriannya. Ia tak mau memberitahu Ara tentang kaset itu.
“Ini bukan apa-apa. Sepertinya
tadi ada yang ingin kau bicarakan
denganku?” Tanya Luhan pada Ara seraya menutup
laptopnya. Ia lalu
menatap Ara yang sekarang sedang duduk
berhadapan di atas ranjangnya.
“Gege, ku senang sekali hari ini. Kini kesempatanku dekat dengan Sehun semakin besar. Kau tau? Tadi Sehun mengajakku bermain basket, awalnya aku tak percaya tapi ternyata benar itu Sehunku dan hanya kami
berdua di lapangan itu…..”
‘Bisakah kau hentikannya sekarang? Kau membuatku semakin sakit jika
kau terus menyebut namanya setiap hari didepanku. Tidak bisakah selama ini kau merasakan jika aku yang selama ini di
sampingmu? Jika aku yang selama ini menjagamu dan aku yang
selama ini yang mencintaimu. Tidak bisakah kau menghentikknya sekarang?’ batin Luhan dalam hatinya. Otaknya memerintahkan untuk tak
lagi mendengarkan pernyataan Ara. Namun, ia tak bisa. Sesakit apapun hatinya,
ia tetap akan mendengarkan pernyataan Ara.
“Lalu?”
“Dan kami saling berbincang. Ia juga meminta maaf padaku karena kemarin ia membentakku. Sebenarnya Sehun juga ingin mengantarkanku pulang, tapi aku
melarangnya karena aku tidak mau terjadi salah paham antara aku dan Fan Hae Yon.” jelas Ara, lagi.
“Syukurlah jika kalian semakin dekat. Aku akan selalu mendukungmu jika kau benar-benar mencintainya.” ucap Luhan lalu tersenyum palsu.
‘Sakit sekali rasanya. Aku mungkin bisa mengucapkannya tapi tidak hatiku. Aku terlalu mencintaimu Ara’ batin Luhan dalam hatinya, lagi.
“Gege?” ucap Ara seraya melambai lambaikan tangannya tepat didepan wajah Luhan. Membuat Luhan tersadar
dari lamunanya.
“Ya?” ucap Luhan merespon Ara.
“Gege,
bolehkah aku menanyakan satu hal padamu?” ucap Ara yang hanya direspon Luhan
dengan anggukan pelan.
“Apa kau menyukai laki-laki ?” ucap Ara polos. Sedang Luhan yang berada di samping Ara pun, hanya bisa
membelalakkan matanya. Luhan pun menjewer pelan telinga Ara. Sedang Ara hanya
merintih kesakitan.
“Apa yang kau pikirkan? Apa aku sudah gila menyukai lelaki? Bodoh!” ucap Luhan dengan penekanan di setiap
katanya.
“Karena kau tak pernah membawa seorang wanita kemari. Bahkan aku tak pernah melihatmu menggandeng
wanita, jadi aku membuat kesimpulan seperti itu.” Ucap Ara, lagi, dengan pernyataannya
yang polos.
“Aku tentu memiliki kekasih, tapi kau tak pernah tahu.” ucap Luhan.
“Benarkah? Siapa? Kenapa kau
tak mau memberitauhuku? Apakah dia cantik?”ucap Ara. Seketika Luhan diberikan beberapa pertanyaan dari Ara, yang membuatnya
bingung menjawab pertanyaan Ara.
“Ya, dia
sangat cantik.” Ucap Luhan, menangapi pertanyaan Ara.
“Apakah dia juga
pintar sepertimu?” ucap Ara, lagi. Sepertinya ia belum puas dengan
pertanyaannya bebrapa detik lalu, juga dengan jawaban Luhan.
“Ya.”
“Lalu siapa dia? Kenapa kau tak pernah
memperkenalkannya padaku ?” tanya Ara, lagi.
“Namanya Miley. Itu karena dia terlalu jauh, sehingga—” seketika ucapan Luhan terhenti mendengar pekikan keras
dari lantai bawah.
“Ara cepat bereskan kamarmu!” teriakan ibu yang berasal dari lantai satu
membuat Ara menghentikan perbincangannya dengan Luhan dan ia pun segera turun.
‘Kau tak perlu mencari tahu siapa Miley karena dia adalah Kau. Kau sangat jauh dariku karena aku tak mungkin
bisa memilikimu.’ batin
Luhan seraya menatap punggung Ara yang
semakin menjauh dan menghilang setelah
pintu kamar itu tertutup kembali.
-o0o-
Shanghai Internasional Hight School
Hari yang baru, juga
semangat yang beru untuk pagi ini. Seperti biasa, Luhan membonceng Ara.
Melewati jalanan yang penuh lalu lalang mobil. Pun dengan asapnya yang menimbulkan
polusi. Luhan
memakirkan motornya, sesampainya di sekolahnya.
“Gege, nanti setelah pulang sekolah aku ingin pergi ke
toko buku, ada buku yang ingin aku beli. Kau jangan menungguku, nanti aku akan pulang naik taxi.” ucap Ara sembari melepas helm dari kepalanya. Lalu meletakkannya di
atas motor Luhan.
“Kemarilah.” titah Luhan pada Ara, sebelum ia melangkah kakinya menuju kekelasnya.
“Ya? Gege.” ucap Ara.
“Kau tahu? Kau adalah gadis seharusnya
memperhatikan penampilanmu.” ucap Luhan seraya menata rambut Ara yang
berantakan. Ia pun
mengambil sebuah pita rambut dari saku celananya dan mennyisipkannya diantara rambut Ara.
“Kau tahu? Kau sangat cantik hari ini.” ucap Luhan dengan tatapan teduhnya pada Ara.
“Kau membelikan pita ini untukku? Kemarin aku sangat menginginkan pita ini. Xie xie … Aku sangat menyukainya, gege. Pita ini sangat cantik.” ucap Ara dan kini sebuah senyum
manis menghiasi wajah cantiknya .
“Ara! Ayo kita ke kelas sebentar lagi pelajaran akan dimulai.” teriakan Yun Zura yang telah menunggu Ara di
bawah pohon sedari tadi. Dengan segera Ara berlari menuju Yun Zura dan Yin In Sul dan meninggalkan Luhan. Mereka berbincang-bincang selama mereka berjalan
menuju kelas. Namun, sesaat langkah Ara terhenti.
“Ada apa ?” Tanya Yin In Sul, yang tak mendapat respon dari Ara. Ara hanya diam. Ia hanya bisa merasakan dadanya sangat sesak.
“Kau tak apa?” Tanya Yun Zu Ra menyambung, yang tetap tak mendapat respon dari Ara
Kedua mata
mereka bertemu. Dengan berbagai pertanyaan dipikiran mereka kenapa Ara tiba-tiba bersikap seperti itu. Yun Zura dan Yin In Sul mencoba mengikuti manic mata Ara yang kini hanya
terfokus pada satu arah. Dan pertanyaan mereka terjawab setelah mereka melihat Sehun sedang berjalan bergandengan
tangan dengan Fan Hae Yon menuju kelas. Mereka saling berbincang dan sesekali ia tertawa dan merangkul Fan Hae Yon.
“Kau tidak apa?” Tanya In Sul sembari mengelus pelan punggung Ara agar membuatnya jauh lebih
tenang.
“Tak apa. Sungguh. Jangan
khawatir, sebaiknya kita cepat menuju kelas sebentar lagi pelajaran akan dimulai.” ucap Ara sembari tersenyum kecut.
Pelajaran ketiga dan keempat kosong karena Mrs.
Mei mengalami kontraksi sehingga beliau harus di bawa ke rumah sakit. Ara
memutuskan pergi ke perpustakaan sekolah untuk
sekedar membaca beberapa referensi atau novel. Kini tulunjuknya bergerak menunjuk deretan buku
yang terpajang rapi pada rak besar perpustakaan. Sebuah buku berjudul Leonardo Da Vinci kini menarik perhatiannya. Di tariknya buku itu dari himpitan buku lain. Terkejut. Ya, tentu
saja. Kini yang
ia rasakan saat ini, Sehun berada dihadapannya sedang membolak balikkan halaman dan sesekali
ia membacanya. Beruntung
ia tak menyadari keberadaan Ara didekatnya. Entah mengapa hari ini Ara merasa sangat sakit jika melihatnya. Mungkinkah karena kejadian tadi pagi? Entahlah. Segera ia pergi dari tempat itu
dan mengurus peminjaman bukunya.
Pukul 14:00 Sore
Jam latihan menari untuk hari ini pun berakhir. Segera Ara mengemasi barangnya dan beranjak pergi ke sebuah toko buku. Seperti
biasa jalanan kota Shanghai sangat ramai dengan hiruk pikuk warganya. Sejujurnya ia tak berani menyebarang jalan meskipun di sana ada tempat
penyebrangan. Ia masih trauma
dengan kecelakaan itu. Kecelakaan yang membuatnya tak sadarkan diri selama dua hari. Ia harus memutar atau setidaknya meminta tolong orang lain
untuk meneyebrangkannya. Tiba-tiba
sebuah tangan besar menggenggam jemari tangannya. Sontak ia menoleh kepada seseorang yang lancang memegang tangannya
“Kau akan baik-baik saja. Percayalah padaku.” Ucapnya. Tatapan
hangat itu kini tertuju pada Ara. Tatapan yang berhasil membungkam mulutnya. Bahagia. Tentu perasaan
itu kini menjalarinya. Ia tak menyangka seorang Oh Sehun yang memegang tangannya kali ini. Dan sebuah senyuman manis yang membuatnya
semakin terpikat. Kini Sehun semakin mengeratkan jemarinya dengan Ara seraya berjalan
menyebrangi jalan ini.
“Xie xie
sudah membantuku, Sehun gege.” ucap Ara seraya membungkukkan badannya.
“Sama-sama. Hati-hati di jalan.” ucap Sehun yang sedetik kemudian ia membalikkan badannya, berniat melangkah pergi.
“Sehun gege. Tunggu!” ucap Ara yang sontak membuat Sehun menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Ara.
“Ya?” ucap Sehun merespon perkataan Ara. Ara
berlari kecil ke arah Sehun dan menyerahkan selembar brosur kepada Sehun.
“Aku harap kau mengikuti kompetisi ini. Bukankah ini impianmu? Ambillah” ucap Ara seraya terseyum “Sampai jumpa di kompetisi.” ucap Ara, lagi. Ia membungkukkan badannya dan
bergegas pergi.
Disisi lain, Sehun masih terdiam melihat brosur pemberian Ara yang beberapa detik lalu telah berpindah ke tangannya. Kemudian ia menatap punggung Ara yang kian lama
menjauh dan akhirnya masuk ke sebuah
toko buku. Otaknya kini berputar . Akankah ia akan mengikuti kompetisi itu? Ia tak tahu harus berlatih dimana? Ia tak mungkin berlatih di sekolah karena sekolah itu milik ayahnya. Ia juga tak mungkin berlatih di basecamp bersama teman-temannya, kerena semenjak kejadian kemarin, ayahnya mengancam akan menghancurkan gedung itu jika Sehun berani lagi menari. Ia harus menjaga mereka karena ia tak mau mimpi
mereka kandas karenanya. Kompetisi tinggal 12 hari lagi. Ini berarti ia harus secepatnya menemukan
koreografi yang baru dan latihan sangat keras jika ia memang ingin mengikuti kompetisi
itu dan memenangkannya.
Art of Performance Hall, Shanghai ,19:00 SCT
Kini gedung ini penuh sesak dengan para muda
mudi yang akan menyaksikan kompetisi itu. Bahkan beberapa diantara peserta telah menunjukkan kemampuannnya dengan
maksimal.
“Untuk penampil selanjutnya Zhang Ara dari Shanghai Internasional Hight
School.” suara pemandu acara itu, kini
memanggil nama Ara. Dan riuh
tepuk tangan penonton yang menggelegar di setiap sudut gedung membuatnya semakin gugup. Ara menghembuskan nafasnya pelan mencoba rilex. Beberapa detik kemudian, ia bangkit dari tempat duduknya dan segera
naik ke panggung. Kini music telah mengalunkan lagu Step by Ciara ft Missy Elliott. Tubuhnya mulai bergerak mengikuti alunan music.
Beberapa menit kemudian, gedung ini kembali riuh dengan teriakan dan tepuk tangan penonton
setelah Ara menyelesaikan tariannya dan
membungkukkan setengah badannya
tanda terimakasih.
Sebentar lagi kompetisi akan berakhir, pemandu acara tersebut memanggil
peserta terakhir untuk menampilkan bakatnya. Lalu muncul seorang pria bertopi, wajahnya tak terlihat sama sekali meskipun
lampu telah menyorotnya. Semua penonton terdiam dan penasaran dengan paras pria itu. Beberapa detik kemudian music mengalunkan
lagu Coke Bottle by Agnez Monica feat
Timbaland. Kini suara dan tepuk tangan
penonton semakin riuh dan memenuhi gedung ini, setelah pria bertubuh
jangkung yang bernama J.O itu
menyelesaikan tariannya dan membungkukkan badannya sebagai tanda terimaksih. Lalu sedetik kemudian ia bergegas pergi
meninggalkan panggung.
Saatnya pengumuman kejuaraan, suasana gedung
sedikit senyap. Riuh tepuk tangan itu, kini tak lagi terdengar. Semua penonton dan peserta pun tegang menunggu
hasil dari juri. Kini sang pemandu acara pun naik ke atas panggung untuk
membacakan siapa juara 1, 2dan 3 di kompetisi ini. Suasanapun semakin tegang
“Juara 3 diraih oleh Lee Janeul
dari Art of Internasional School, juara 2 diraih oleh Zhang Ara
dari Shanghai Internasional Hight School, dan juara 1 di raih oleh….J.O! Berikan tepuk tangan yang meriah bagi
para pemenang dan silahkan untuk para
pemenang naik ke atas panggung untuk menerima piala, piagam penghargaan serta
uang pembinaan.” ucap pemandu acara tersebut.
Shanghai Internasional Hight School
Teng…teng
Jam sekolah berakhir. Semua siswa
bergegas keluar dari kelas dengan wajah ceria
“Ara, kau tak pulang bersama kami lagi?” Tanya
Yin In Sul
“Maaf, aku harus ke ruang latihan dulu. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Mr. Xio, sekalian mengambil barangku yang masih
tertinggal disana.” jelas Ara
“Kalau begitu, sampai jumpa besok.” pamit Yun Zu Ra. Mereka pun melangkahkan kakinya untuk keluar dari
kelas. Meninggalkan Ara di sana.
Sekolah ini mulai sepi di sedangkan Ara bergegas
menuju ruang latihan. Lagi, ia
melihat Sehun bermain basket sendirian, sudah dua kali ia melihatnya bermain
sendiri. Tanpa sadar Ara melangkahkan kakinya mendekati
Sehun, bola basket itu tiba-tiba memantul ke arahnya.
“Kau masih disini? Kau belum pulang?” Tanya Sehun kepada Ara dengan tersenyum yang menghiasi wajah tampannya.
“Aku masih memiliki urusan dengan Mr. Xio, tapi rupanya ia tidak ada di ruang latihan.” ucap Ara merespon pertanyaan Sehun. Ia pun semakin melangkah
mendekati Sehun.
“Kompetisi dance.” ucap Ara terbata, membuat Sehun sedikit terkejut, ketika ia menyanyakan hal itu.
“Kenapa kau tak datang? Kau tau, aku berharap kau datang dan
memenangkan kompetisi itu.” ucap Ara sedikit terbata karena takut jika ucapannya akan menyinggung
Sehun.
“Sudah aku ku katakan bukan, aku tidak akan pernah menari lagi.” ucap Sehun yang masih focus memasukkan bolanya
ke dalam ring. Mengalihkan perhatiannya dari Ara.
“Kenapa kau berbohong kepadaku, J.O?” ucap Ara
yang sontak membuat Sehun terkejut dan menghentikan permainan
bolanya karena Ara mengetauhi nama samarannya. Ara mengeluarkan sebuah piala,
piagam penghargaan dan sejumlah uang pembinaan lalu menyerahkan kepada Sehun
yang kini masih terlihat terkejut.
“ Teruslah menari. Itu adalah piala pertamamu simpanlah baik-baik. Emmm….
kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa.” ucap Ara dan segera bergegas pergi, meninggalkan Sehun yang sepertinya masih
terkejut dengan apa yang dilakukan Ara terhadapnya.
“Kenapa kau lakukan itu? Kenapa kau selalu peduli tentangku? Apa kau menyukaiku?”
To Be Continued…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^