I’m Sorry
Posted
by :
ZA Storyline
A
Fanfiction by: I_You
Title : I’m Sorry | Main
Cast :
Xi Luhan (EXO M), Park
Haejin (OC) | Other Cast : Park Chanyeol (EXO K), Jung Sena (OC), Kristal F(X), Go Ahyeong (OC) | Genre : Romance, Sad, AU | Duration : One Shoot
Summary :
Bukankah aku juga seorang wanita ?
Tapi kenapa
kau memperlakukanku seperti wanita jalang
****
Hai
..^_^ author ngebawa ff baru , cerita
ini terinspirasi dari beberapa ff dan
beberapa drama mianhae ..jika ada
kesamaan cerita , tempat atau cast itu bukan unsure kesengajaan , tapi untuk
tempat author hanya ngarang hehehe…, mian kalau mungkin cast kalian disini aku
bikin jahat atau semacamnya .Happy reading ^_^
****
Panti
Asuhan Santa Maria, Busan Korea Selatan
Park Haejin POV
Kini semua telah berkumpul.
Bunda juga adik-adik. Sebagian diantara mereka menangis. Ya,
mulai saat ini aku tidak bersama mereka lagi. Seoul of University telah
menungguku. Aku pergi untuk meraih cita-citaku menjadi seorang
dokter. Ku angkat koperku, seraya ku langkahkan kakiku menaikki bus ini.
‘Aku akan
datang ,aku akan kembali kesini dengan gelarku.’ batin ku. Ku lambaikan tanganku seraya bus ini mulai melaju.
Ku rasakan hembusan angin yang menerpa wajahku, lewat jendela kecil ini. Membuat anak rambutku sedikit
berkibar. Lalu ku pejamkan mataku
sejenak. Ku hirup udara ini
yang jauh lebih banyak merasakan udara Butsan yang memang sangat aku
sukai.
Setelah beberapa jam lamanya, aku hanya duduk
diam di dalam bus ini, ku rasa roda bus ini
mulai berhenti melaju. Berhenti di daerah perumahan-perumahan sederhana sekitar
Seoul. Ku
turunkan koperku susah payah.
Lalu ku lihat alamat yang tertulis jelas
pada secarik kertas, dalam genggamank.
Tak lama
kemudian, ku temui seorang gadis yang ku perkirakan usianya lebih tua dariku, sedang menjemur pakaian. Ia nampak berdiri
membelakangiku.
“Permisi nona, apa kau tahu alamat ini?” ucap ku sopan pada seorang wanita yang kini masih sibuk menjemur
pakaiannya. Gadis itu membalikkan badannya, mencoba merespon pertanyaanku. Nampak jelas gadis di hadapanku ini, yang
tak lagi asing dalam penglihatanku.
“ Haejin! Park Haejin! Kau sudah datang ?” ucap gadis tersebut dengan ramah dan sangat bahagia karena kedatanganku.
“Eonni? Akhirnya aku menemukanmu.” Ucapku pada gadis di hadapanku, seraya ku rentangkan tanganku, untuk memeluknya.
Jung Sena,
namanya. Ya, gadis di hadapanku ini adalah kakak perempuanku. Ia bernasib sama denganku. Seorang yatim piatu. Dulu kami tinggal di panti bersama, tapi dia
pergi ke Seoul lebih dulu dari pada aku, untuk menuntut ilmu.
“Masuk dan beristirahtlah. Aku yakin kau sangat lelah. Aku akan membuatkan sup ayam
untukmu.”
ucapnya seraya mengambil
alih koper di sampingku dan membawanya masuk ke dalam
rumah. Aku pun memasuki partemen kakak perempuanku
ini. Lalu ku ikuti langkahnya menuju sebuah kamar. Ia pun keluar dari ruangan
ini, setelah meletakkan koperku. Ku rapikan
semua bajuku. Setelah
sekiranya semua telah tertata rapi,
kulihat Seoul dari atas bangunan ini ‘Seoul memang indah.’ gumamku.
“Haejin-ya, ayo makan supnya sudah matang.” ucap Sena Eonni dari dapur,
yang berhasil membuyarkan lamunanku. Ku hampiri ia yang masih terlihat berkutat dengan alat masak, walau
hidanagnnya kini telah tersedia. Mungkin ia masih membersihkan beberapa
peralatan masaknya. Ia pun melepas celemeknya, lalu duduk di hadapanku. Kami pun makan bersama.
“Bagaimana kuliahmu? Jurusan apa yang ingin kau
ambil?” Tanya Sena Eonni di sela makan siang kami.
“Aku mendapat beasiswa, eonni. Rencanaku, aku
ingin mengambil kedokteran.” ucap ku seraya menyesap kuah sup ayam ini.
“Baguslah. Aku bangga padamu.
Emm.. Setelah makan siangmu selesai, tidurlah kau pasti sangat
lelah aku akan berangkat kerja dulu.”
ucap Sena Eonni.
“Ne eonni.
Gomawo.” ucapku merespon ucapan Sena Eonni.
-o0o-
Kuhirup udara pagi Seoul yang menurutku masih sangat asing. Aku pun
bergegas mandi karena hari ini
adalah hari pertama aku masuk
kuliah. Seoul University. Universitas yang banyak di idam-idamkan para remaja seusiaku
untuk sebagai media menuntut ilmu. Aku merasa beruntung bisa
masuk universitas itu dan memulai hidup baru. Menjadi Park Haejin baru yang
akan menyandang gelar dokter. Kini senyum lebar telah menghiasi wajahku.
Kulangkahkan kaki mantap memasuki gerbang universitas ini. Kulihat
sekeliling banyak mahasiswa-mahasiswi
yang saling berbincang, bermain, dan ada beberapa mahasiswa yang hanya sekedar
membaca buku. Kumasuki kelas ku untuk mendapatkan materi di semester pertama
kuliahku. Ku lihat beberapa
wajah asing itu, telah duduk di kursi mereka. Seorang dosen pun kini memasuki kelas.
Semua mahiasiswa dalam ruangan ini pun memperhatikan pelajaran dengan
serius.
Lama ku berkutat dengan pelajaran yang
diberikan oleh dosen, akhirnya pelajaran pun berakhir. Dosen terakhir yang
memberikan pelajaran pun, kini telah melangkahkan kakinya, keluar ruangan.
Sedang aku, masih meregangkan otot-otot ku, juga mengemasi barangku. Lalu,
bersiap melangkahkan kakiku menuju luar ruangan.
Waktu menunjukkan 19.00 untuk waktu Korea
Selatan, ketika langkah kakiku berjalan menjauh dari ruangan tadi. Kini langkah
kakiku membawaku menuju pemberhentian bus terdekat dengan Universitas-ku.
Beruntung, aku masih mendapat tempat duduk,
dari bus yang ku naiki tadi di tempat pemberhentian bus. Ku edarkan pandanganku
pada gedung-gedung pencakar langit Seoul yang hampir terjajar di sepanjang
jalan yang ku lalui. Berbeda dengan Butsan yang jarang ku jumpai gedung-gedung
seperti ini. Bahkan suara klakson-klakson mobil itu, hampir berbeda jauh dengan
Butsan.
Akhirnya, setelah beberapa menit menikmati
gedung-gedung pencakar langit itu, bus yang ku tumpangi berhenti di tempat
pemberhentian bus selanjutnya. Tempat pemberhentian bus ini berjarak tak jauh
dari apartemen Sena Eonnie, sehingga aku hanya membutuhkan berjalan beberapa
meter saja.
Ku langkahkan kakiku untuk keluar dari bus
ini, diikuti dengan beberapa penumpang, lain. Berganti dengan bebrapa penumpang
yang telah menunggu di tempat pemberhentian itu.
“Eonni, aku pulang.” Ucapku, ketika langkah kakiku telah sampai
pada apartemen Sena Eonnie. Ku lihat
sekeliling apartemen ini.
Namun, tak ku dapati batang hidung
Sena Eonni. Mungkin Sena Eonni belum pulang, lebih baik aku mempersiapkan makan malam untuk kami.
Ku letakkan tasku, lalu bergegas menuju
dapur. Sedetik kemudian ku pakai celemek yang biasa Sena Eonni pakai, dan kini
berkutat pada peralatan dapur.
“Aku pulang.” Terdengar suara Sena
Eonni yang kini telah memasuki ruang tamu. Suara langkah kakinya terdengar mendekatiku
yang kini merapikan letak hidangan di ruang makan.
“Eonni, ayo kita
makan. Aku
sudah menyiapkan makan malam untuk kita.” ucapku seraya menata dua piring ramen dan dua gelas capucinno.
“Bagaimana kuliah pertamamu hari ini?” Tanya
eonni seraya melepas tas slempangnya dan duduk di meja makan.
“Menyenangkan. Aku punya teman teman baru dan mereka juga sangat baik. Aku
tidak menyangka Seoul University itu besar sekali.” ucapku semangat
“Baguslah.” ucapnya santai,
seraya memasukkan lilitan ramen dalam sumpitnya ke dalam mulutnya. Hening sejenak.
Sebelum akhirnya aku memulai pembicaraan. Bahkan Sena Eonnie masih dengan
ramennya.
“Eonni, apa kau bisa
membantuku mencari pekerjaan?” ucapku seraya menyesap capucinoku. Ku pandangi ia yang masih mengunyah
ramennya. Ia terlihat seperti menelan dengan secepat mungkin, agar dapat menjawab
pertanyaanku.
“Emmm.. Aku punya kenalan.
Setelah makan malam aku akan mengajakmu
ke tempatnya.” ucap Sena Eonni sembari mneyeruput ramen buatanku, lagi.
“Mashita!” ucapnya, lagi.
Setelah makan malam Sena
eonni mengajakku ke sebuah café dengan sentuhan benda-benda
klasik. Terlihat
semua pengunjung café ini menikmati semua hidangan dengan suasana tenang di
dalam cafe ini.
“Eonni, apa kau sibuk ?”
Tanya Sena eonni pada seorang wanita yang terlihat sedang membersihkan beberapa gelas dengan sebuah kain
kecil.
“Sena! Sudah lama kita bertemu.” ucapnya ramah. Ia menghentikan aktifitasnya. Lantas beberpa detik kemudian
mereka saling berpelukan.
“Eonni, ini
adikku. Dia
ingin mencari pekerjaan. Apa kau punya lowongan atau informasi?” ucap Sena eonni, seraya melepaskan pelukannya dari wanita di
hadapannya. Ia lalu memperkenalkanku.
“Anyong haseyo Park
Haejin, imnida.” ku
bungkukan setengah badanku memberi hormat, serta sebuah senyuman manis, untuk memperkenalkan diriku.
“Haejin, ini Go
Ahyeong. Temanku selain bekerja disini
ia juga jasa penyalur tenaga kerja.”
Tutur Sena Eonni, yang memperkenalkan wanita di sampingnya, padaku.
“Emm… Kemarin aku mendapat informasi
jika ada seorang directur muda yang ingin mengambil jasa asisten rumah tangga. Apa
kau mau bekerja disana?” ucapnya sembari membuka daftar lowongan pekerjaan yang
kini berada di tangannya.
“Ne Ahyeong eonnie,
gomawo.” ucapku dengan semangat.
“Baiklah. Ini alamatnya. Kau bisa langsung pergi ke tempat itu.” ucap eonni
Ahyong sembari menyerahkan secarik kertas dengan alamat yang tertera jelas di dalam.
“Gomawo, eonnie.”
ucapku sekali lagi
Tak lama kamipun berpamitan dan segera beraanjak pergi dari
restaurant itu.
-o0o-
Aku bergegas berangkat ke kampus. Berdasarkan perkataan dosenku kemarin, hari ini akan diadakan penelitihan. Suasana kampus masih sama
seperti biasa, sangat ramai.
“ Hai, selamat pagi.” ucap Nara
menyapaku. Ia adalah salah satu dari sekian banyak teman baruku di kampus ini. Ia terlihat menyunggingkan senyum manisnya, di akhir frasanya.
“Emm… Haejin setelah mata kuliah kita selesai, apa
kau mau menemaniku membeli buku?” Tanya Nara saat kami memasuki ruang kelas.
“Mian, Nara
aku tidak bias. Hari ini aku akan mulai bekerja.” ucap ku sembari
mengeluarkan buku dan notebook dari dalam tasku. Sedang Nara pun
hanya mengangguk, merespon ucapanku.
Setelah bergulat dengan penelitian, serta
beberapa pelajaran lain, yang memakan waktu beberapa jam, akhirnya mata kuliah
terakhir untuk hari ini pun, selesai. Aku pun bergegas memasukkan beberapa buku-bukuku
ke dalam tas. Lalu sedikit berlari kecil, keluar ruangan.
Dan seperti hari lain, aku masih saja
mengunggu bus di tempat pemberhentian bus ini. Aku melirik jam tanganku,
sekilas.
‘Ku
rasa belum terlalu malam untuk mengunjungi alamat yang diberikan Ahyoung eonnie
kemarin.’ Fikirku. Tak berapa
lama, bus yang ku tunggu datang. Dengan segera, aku bergegas masuk ke dalam bus
tersebut.
“Apartement nomer 17.” bola mataku berputar mencari nomer apartement itu. Menelisik, satu per satu pintu-pintu
apartemen dengan nomernya. Beberapa
menit kemudian, aku menemukan
apartemen yang dimaksud dalam secarik kertas dalam genggamanku. Segera saja ku
tekan bel di dekat pintu itu.
Ting.. tong
“Nuguseyo?” terdengar
sebuah suara berat, khas milik seorang lelaki, yang merespon suara bell yang ku
tekan.
“Emm… Aku asisten rumah tangga baru, yang kau pesan melalui nona
Go Ahyeong.” Jawabku. Lalu pintu itu terbuka. Dan muncul seorang lelaki
tampan yang-kira kira lebih tua dua atau tiga tahun dariku dari dalam apartemant itu dan mempersilahkan ku masuk .
”Eee… Annyeong haseyo Park Heajin imnida.” ucapku memperkenalkan diri.
“Nde.
Xi Luhan, imnida.” Ucapnya, yang juga
memperkenalkan dirinya.
“Jadi
berapa gaji yang kau inginkan?” ucap lelaki yang kini duduk di hadapanku ini.
“Aku tidak tahu, karena ini pertama kalinya aku bekerja. Jadi, gaji aku seperti tuan
menggaji asisten rumah tangga sebelum ku.” jelasku dengan nada keraguan
di setiap kaliamatnya. Sepertinya bos ku ini sangat
dingin. Terlihat sekali dari tatapan matanya yang
juga dingin.
“Baiklah. Kau bisa kerja mulai hari ini. Kau harus membersihkan semua
ruangan disini dan memasakkan makanan untukku setiap hari, juga mencuci semua pakaianku kau
mengerti?” ucapnya dengan serius.
“Ne, tuan Luhan.”
ucapku merespon
“Kau tak perlu memanggilku dengan sebutan tuan. Aku
pikir kau sebaya denganku. Akan terasa aneh jika kau memanggilku seperti itu. Panggil
saja aku Luhan.” Ucapnya, lagi
“Em… Tuan Luhan emm..maksudku
Luhan,
bisakah kita membuat kesepakatan lain?” ucapku terbata dengan ketakutan yang mulai menjalari
tubuhku. Ya, takut jika aku mengatakannya
aku akan di pecat sebelum aku bekerja. Bahkan ku lihat dia sedikit mengangkat sebelah alisnya. Bingung dengan
kalimat yang terlontarkan dari bibirku.
“Mwo?” ucapnya sedikit bingung.
“Bolehkah aku juga tinggal disini? Aku pikir jika
aku tinggal bersama kakakku, aku akan banyak membuang uang
untuk naik subway supaya aku sampai disini tepat waktu,
selain itu aku juga membuang uang untuk
naik bus pergi ke kampus. Aku pikir jika aku boleh tinggal disini, aku
bisa lebih menghemat uang dan tenagaku juga bisa bekerja lebih intens. Aku
berjanji akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Kau
boleh memotong gajiku untuk hidupku disini.” ucapku berusaha meyakinkan Luhan.
“Mwo? Apa kau berusaha bercanda denganku?” ucapnya
setengah tak percaya dengan kesepakatan yang aku buat.
“Tidak!” ucapnku, lagi.
“Aku mohon. Izinkan aku menumpang disini, aku akan bekerja dengan sungguh-sungguh.” ku
coba meyakinkannya, lagi. Kulihat Luhan kini sedang berpikir dan mempertimbangkan ucapanku.
“Oke. Baiklah. Kau boleh tinggal disini. Aku akan memotong setengah
dari gajimu. Sebelum itu aku ingin melihat kinerjamu dulu.”
Ucap Luhan, akhirnya.
“Gomawo.” Ucapku dengan binar kebahagiaan. Akubergegas membersihkan semua sudut apartement ini. Dan
segera ku berkutik dengan peralatan dan bumbu-bumbu
untuk memasakkan makan malam untuknya.
Kuletakan sepiring bimbimbab, sepiring ayam goreng dan segelas teh hangat di meja makan yang berada
tak jauh dari area dapur. Tak lupa ku siapkan sepiring buah semangka yang telah aku potong
menjadi potongan kecil.
Setelah semua makanan ku kira sudah siap, aku bergegas melepas celemek ini,
lantas menuju kamar Luhan. Bermaksud memberitahunya bahwa makan malam telah
siap.
“Luhan makan malamnya sudah siap.” Ucapku. Lalu
sedetik kemudian aku kembali ke meja makan.Tak lama Luhan keluar dari dalam
kamarnya menuju meja makan. Ia menarik kursi dan segera mendudukkan dirinya di
kursi itu. Kini jantung berdegub kencang apakah dia menyukai masakanku? Apakah
dia puas dengan pekerjaanku? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Kulihat ia mulai
menyendok makanan itu lalu memasukannya ke dalam mulutnya.
“Bagaimana dengan
makanannya?” ucapku terbata, disela ia makan.
“Masakanmu
tidak buruk.” ucapnya seraya memasukkan
kembali sesuap bimbimbab ke dalam
mulutnya, lagi.
“Err… Kau
boleh mengecek hasil pekerjaanku. Aku harap kau puas dengan
pekerjaanku.” Ucapku, lagi.
Setelah menyelesaikan makan malamnya, Luhan beranjak dari kursi
itu dan memeriksa hasil pekerjaanku, sedangkan
aku membereskan dan mencuci piring kotor.
“Besok
kau bisa tinggal dan bekerja disini.” ucapnya sembari
melangkahkan kakinya kembali memasuki kamar.
”Gomawo, Luhan.”
Ucapku. Kini
kedua sudut bibirku melengkung membuat sebuah senyuman.
*****
Luhan POV
Kembali ku berkutat denga pekerjaan kantor yang menumpuk. Aku harus
segera menyelesaikannya. Aku merasa kepalaku sangat pening. Mungkin aku
terlalu memforsir tenaga dan pikiranku untuk memenangkan tender ini. Tiba-tiba
aku teringat gadis itu—Park Haejin. Dia sungguh gadis yang cukup
menarik. Dia
berani membuat kesepakatan konyol dengan
orang yang baru saja ia kenal hanya untuk menghemat uangnya.
Kini aku memutuskan beranjak dari kursi dan merebahkan tubuhku di
bed ku. Ku raih ponsel yang tergeletak tak jauh dari posisiku. Ku
buka kunci itu sehingga terpampang jelas foto ku dengan Krystal.
“Neomu bogoshipeoyo,
chagi.”sudah satu
tahun ia pergi ke Prancis. Aku merelakannya pergi, karena aku ingin dia
mencapai cita-citanya menjadi desainer terkenal. Ku tekan name
contac itu mencoba menghubunginya. Tapi
nihil. Sudah beberapa hari ini aku sulit
menghubunginya mungkin karena
kesibukan kami. Kadang kala kami harus lost
contac. Ku lempar ponsel kusembarang. Lalu kepejamkan mataku mencoba
meredakan rasa pening di kepalaku.
Haejin POV
Kulihat Sena eonni sedang mengoleskan cream malam di wajah putihya di depan
sebuah kaca rias yang besar, tepat
ketika aku langkahku mendekatinya.
“Kau sudah pulang?
Bagaimana dengan pekerjaan baru mu? Apakah
derectur muda itu tampan?”
berbagai pertanyaan itu, begitu saja keluar dari bibirnya, ketika aku duduk di
sampingnya.
“Aku
berusaha bekerja dengan sebaik baiknya. Dan, aku pikir dia cukup tampan
dan baik. Aku
salut dengannya. Di
usiaanya yang masih muda, dia
sudah menjadi
directur.” Ucapku.
“Tidurlah! Bukankah kau besok harus bangun lebih pagi.” ucapnya sembari beranjak dari kursinya menuju ranjang
kami.
“Eonni, mulai besok
aku tinggal di tempat bosku.” ucapku sedikit terbata. Aku takut membuatnya
marah.
“Mwo? Apa kau
sudah gila?”ucapnya dengan nada tinggi. Ia lantas melototkan matanya mendengar penuturanku.
“Karena aku piker, aku harus lebih menghemat
uang dan tenagaku. Jadi, aku
bisa bekerja lebih intens.” jelasku
“Apa kau sudah memikirkan dengan apa yang kau putuskan itu?” ucap Sena eonni dengan tatapan seriusnya.
“Ne eonni. Aku
telah memikirkannya. Hidup di Seoul sangat keras aku harus bekerja dan tetap kuliah secara
proposional, bukan?” ucapku meyakinkan
Sena eonni.
“Eemmm.. Jangan khawatir.
Aku akan lebih sering mengujungi dan
meghubungimu, eonni.”
ucap ku,
lagi.
*****
Pukul 08:00 KST
Ckerk…
Terdegar pintu yang di buka oleh sang pemiliknya. Kulihat
Luhan keluar dari kamarnya dengan sesekali mengucek matanya.
“Kau sudah bangun?” ucapku yang masih sibuk berkutik dengan
peralatan dapur. Ku lirik sekilas
Luhan yang kini berdiri tak jauh dariku.
“Ha? Kau sudah ada disini?” ucapnya yang terlihat terkejut.
“Emm… Setelah ini aku akan berangkat kuliah. Aku sudah
membereskan semuanya. Oh, aku nanti pulang jam 5. Jika
kau ingin makan di apartement aku letakkan makannya di kulkas nanti kau bisa memanasinya sebentar jika kau
ingin memakannya.” ucapku sembari meletakkan beberapa makanan dan segelas kopi
panas di meja makan.
Luhan yang tadinya masih mematung berdiri kini mulai berjalan ke
meja makan dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi. Lalu
beberapa detik kemudian Luhan mulai memakan makanan tersebut.
“Emm, aku berangkat kuliah dulu. Bye.” Ucapku lantas melambaikan tanganku pada Luhan.
Luhan POV
Aku segera manghabiskan makanan
ini dan bergegas ke kantor karena aku harus presentasi tentang proyek pembangunan mall di daerah
Busan. Dimana proyek itu sangat berpengaruh untuk kemajuan perusahaan.
Lama, ku bergulat dengan setumpuk lembar
putih itu, juga persentasi yang memakan waktu. Ku lirik jam tangan yang
bertengger di pergelangan tangan kiriku, sekilas. Pukul 19 : 00, untuk waktu
Korea Selatan.
Entah kenapa suasana kantor sangat membosankan. Semua
karyawan telah pulang, dan entah mengapa hatiku semakin
kosong. Seharusnya
aku bahagia karena memenangkan tender itu. Aku beranjak dari meja
kerjaku. Kudekati jendela besar yang sangat
jelas menyuguhkan suasana Seoul. Seoul Tower. Tiba-tiba
aku teringat tempat itu. Tempat pertama kali aku bertemu dengan Krystal. Tempat
dimana aku berlutut dan berjanji akan selalu berada disampingnya. Wajah
itu selalu berada di hadapanku meskipun
aku menutup mata. Aku mencintaimu Jung Krystal.
Ku ambil ponselku yang kini berada di saku kanan. Kutekan
name contac yang tertulis jelas nama
Jung Krystal
(Chagi) . Terdengar nada sambung lalu beberapa detik kemudian terdengar suara
yang sangat aku rindukan.
“Hai. Aku Krystal. Tinggalkan pesan setelah bunyi beep ini.” Ucapnya. Ya,
kekasih yang selama ini aku tunggu kedatangannya, meskipun
kapan saja aku bisa pergi ke Prancis. Namun, aku tak bisa kapanpun menyentuhnya,
seperti dulu.
“Hai. Ini aku Luhan. Kenapa beberapa hari ini kau tak bisa ku hubungi? Apa
kau terlalu sibuk? A.. aku merindukanmu.” ucapku lalu sedetik kemudian kuputuskan sambungan telepon itu.
Pukul 24:00
KST
Ckerk..
Suara decitan samar pintu apartement yang aku buka perlahan. Kulihat Haejin masih saja sibuk dengan tugas kuliahnya.
“ Kau sudah pulang? Kau ingin ku buatkan sesuatu?” ucapnya sembari melepaskan kacamatanya
dan meletakkannya di dekat laptop.
“Tidak. Sebaiknya kau cepat tidur besok kau harus bekerja.” ucapku
sembari kulangkahkan kakiku menuju kamar. Kurebahkan badanku di tempat tidur berukuran king sizeku. Kupejamkan
mataku mencoba berfikir lebih jernih karena beberapa hari ini kepala sering
merasa pusing.
Heajin POV
Pukul 07:00 KST
Kini asap telah mengepul di setiap sudut dapur. Kulihat
jam dinding yang terpasang tepat di atasku. Entah mengapa, tidak
biasanya Luhan belum bangun,
seperti ini. Setelah berkutik dengan
peralatan dapur dan bumbu-bumbu, ku beranikan diriku berjalan
mendekati kamarnya.
Lantas mengetuk pintu kamarnya.
Tok …tok..
“Luhan sarapanmu sudah siap.” Ucapku. Kutunggu
beberapa detik untuk mendengar jawabannya. Tapi nihil. Tak ada
jawaban dari dalam kamarnya. Lalu kuberanikan diriku membuka pintu kamar. Kulihat
Luhan masih terlelap tidur.
Ku buka tirai jendela kamarnya dan ku
matikan lampu yang masih saja menyala. Ku beranikan diriku untuk membangunkan
Luhan agar dia tak terlambat datang ke kantor.
“Luhan, bangun. Luhan bangun sudah siang kau harus pergi ke kantor.”
ucap ku seraya mengguncangkan tubuhnya pelan agar dia tak terkejut. Perlahan
ia membuka matanya dan beranjak bangun dari ranjangnya. Baru
satu langkah ia berjalan, tiba-tiba ia pingsan dan jatuh ke
lantai. Kini rasa terkejut itu, menguasai diriku.
Kucoba memapahnya kembali ke ranjang. Kulihat
wajahnya sangat pucat pasi lalu ku beranikan tanganku menyentuh keningnya.
“Kenapa panas sekali badannya.” Ucapku, pelan. Segera
ku beranjak dari ranjang menuju ke dapur untuk membawa kompres karena badannya
sangat panas. Kuletakkan sapu tangan itu di keningnya berharap panasnya segera
turun. Tak sengaja tangan kiriku menyentuh foto dan hampir saja jatuh.
“Apa gadis ini kekasih Luhan? Cantik sekali.” Ucapku lirih. Ku letakkan kembali foto itu, lalu bergegas pergi ke
dapur untuk membuatkannya semangkuk bubur dan segelas teh hangat,
juga obat untuknya saat dia telah bangun.
Ckek.. Kubuka pintu kamar Luhan pelan. Berharap tak membangunkannya. Namun, kulihat kini dia sudah
bangun dari posisi tidurnya.
“Kau sudah bangun? Bagaimana keadaanmu? Apa sudah baikan?” ucap
ku seraya membawakan semangkuk bubur dan teh hangat menuju ranjangnya.
“Makanlah. Dan minumlah obat ini, supaya kau akan cepat sembuh.”
ucap ku,
lagi. Luhan segera mengambil nampan yang tadinya berada di tanganku, lalu melahap bubur dan meminum teh hangat itu untuk mengembalikan
staminanya.
“Kau tak kuliah hari ini?” tanyanya di sela ia
memakan bubur buatan ku.
“Kalau aku kuliah,
siapa yang akan mengurusmu?” ucapku
merespon pertanyaan Luhan. Ia
pun hanya menggangguk menanggapi kalimatku.
“Kau sangat beruntung mempunyai kekasih seperti dia. Dia
sangat cantik.” ucapku sembari ku pandang foto Luhan bersama dengan kekasihnyanya.
“Dia Krystal. Dia gadis
yang sangat ku cintai. Tapi perbedaan pendapat kita, ia memutuskan untuk mengejar
cita-citanya sebagai desainer terkenal itu, membuatku
merelakan ia pergi ke Prancis.” jelasnya
“Bersabarlah. Aku yakin sebentar lagi dia akan pulang.” ucapku mencoba meyakinkan Luhan. Kini bubur
itu telah habis di lahapnya tak terkecuali teh hangat itu. Ku ambil nampan itu
lalu beranjak pergi dari kamar Luhan.
” Haejin, gomawo.”
ucap Luhan yang berhasil membuatku menghentikan langkah ku balikan badanku dan
ku lihat pertama kali ia tersenyum tulus seperti itu padaku. Lalu
kuputuskan untuk keluar dari kamar Luhan.
Luhan POV
Kring.. kring …
Terdengar ponselku bordering. Reflek aku merogoh saku
kananku untuk mengetauhi siapa yang menelponku. Jung Krystal
(Chagi) . Name contact itu tertulis jelas nama “gadisku”
yang berada di layar telepon. Dengan
segera kuangkat panggilan telepon itu.
“Yeboseo. Luhan,bagaimana
kabarmu?”
ucapnya di seberang sambungan telefonnya. Suara itu.
Suara yang sangat familiar di telingaku, sekalipun ia jarang menghubungiku.
Suara yang ku rindukan belakangan ini. Juga suara yang membuat hatiku bahagia.
“Aku baik. Bagaimana denganmu? Apa kau tidak tahu jika selama
ini aku merindukanmu?” ucapku seraya
menyunggingakan senyum di kedua ujung bibirku, sekalipun aku tahu ia tak
melihatanya..
”Baik. Ya, aku tahu kau sangat merindukanku. Emm.. Bisakah kau menemuiku besok
di Seoul Tower pukul 22:00 ada yang ingin aku bicarakan ? Ucapnya lagi .
”Apakah besok kau akan pulang? Kenapa kau tak memberitahuku
sebelumnya? Aku juga ada
sesuata yang ingin aku bicarakan
denganmu. Jam
berapa kau akan datang? Aku akan menunggumu di bandara.” ucapku semangat dengan
senyum yang masih mengembang di wajahku.
“Tak perlu. Karena aku akan sangat lama. Aku akan datang pukul 19:00.”
ucapnya
“Apa kau bercanda? Aku akan tetap menunggumu.” Ucapku, lagi. Namun,
ia tak menanggapi ucapanku. Bahkan setelah frasaku berakhir, ia menutup
sambungan telefonnya secera sepihak.
Ku ambil sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan hiasan pita
merah di atasnya. Ku buka kotak itu perlahan.
“Sebentar lagi aku akan memilikimu. Kau akan
menjadi ibu dari anak-anakku,
nantinya.” ucapku dengan senyum yang masih terlukis di wajahku.
Ku ayunkan kembali ponselku, yang masih
berada di dalam genggaman tanganku. Ku
pencet tombol nomer untuk menghubungi sekertarisku. Lalu mendekatkannya pada telingaku.
Menunggu jawaban darinya.
“Tolong cancel semua meeting
lalu pindahkan hari rabu. Juga kosongkan jadwal saya besok, karena saya ada urusan
mendadak dan sangat penting.” Ucapku pada sekertarisku, pada sambungan telefonku.
Lalu sedetik kemudian, ku putuskan sepihak sambungan telefon itu.
Bandara
Incheon
Ku percepat langkah kakiku memasuki bandara. Terihat
lalu lalang para penumpang dan pramugari
yang turun dari pesawat. Ku lihat sekeliling bandara ini. Ku coba mencari
keberadaan Jung Krystal yang sampai saat ini belum aku temukan. Kini
rasa cinta dan rindu membanjiri hatiku. Aku
ingin sekali memeluknya. Keringat ku pun telah mengucur deras
mencari Krystal. Sudah ku coba menghubunginya tetapi tetap nomor ponsernya tidak aktif. Kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. Waktu
itu menunjukkan pukul 21:00.
Seharusnya dia datang sejak pukul 19 :00.
Ku coba menanyakan kepada petugas di
bandara itu.
“Pemisi, apakah penerbangan terakhir Perancis–Korea terjadi masalah? Seharusnya
sudah tiba sejak pukul 19:00 tadi.” tanyaku dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Penerbangan Perancis– Korea tidak terjadi masalah, tuan. Penerbangan
terkhir telah tiba sejak pukul 17:00 sore tadi, tuan.” ucap salah satu petugas itu.
“Mwo?” ucapku
terkejut. Belum hilang rasa terkejutku, detingan ponselku mengalihkan
perhatianku.Kulihat nama Krystal yang tertera di ponselku.
“Aku menunggumu di Seoul Tower.” ucapnya lalu sedetik
kemudian ia mentup
sambungan telefonnya. Ini lebih membuatku terkejut. Apa yang ia pikirkan sekarang? Kenapa dia berubah? Berbagai
pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku. Segera ku pacu mobilku dengan
kecepatan tinggi. Bunyi klaksonpun tak henti-hentinya menguar di jalanan
Seoul yang ramai untuk mencari jalan tercepat sampai di sana. Segera ku berlari
menuju Seoul Tower setelah ku parkirkan mobilku. Kulihat kini Krystal
berdiri mematung memandang indahnya kota Seoul dari atas menara ini. Kudekatinya
perlahan. Entah mengapa
kini jantungku berdegub semakin kencang. Ku kaitkan jemari tangan kananku
pada jemari kirinya. Lalu kupandang ia
dengan intens. Sudah
lama aku merindukan moment seperti ini.
“Seoul memang indah.” ucapku membuka percakapan
diantara
kami.
“Ya. Sudah satu tahun aku pergi, tapi kota ini masih sama seperti dulu.” ucapnya dengan senyum yang terlukis di kedua sudut bibirnya. Senyuman yang selalu
aku rindukan dan senyuman yang selalu ingin aku lihat setiap
hari.
“Apa kau ingat? 19 September 2010 aku pernah berjanji padamu untuk selalu
di sampingmu?” ucapku sembari menatap Krystal hangat dan hanya dengan
anggukan saja ia merespon ucapanku. Lalu ku putar
tubuhnya, menghadapku.
“Dengarkan aku saying. Sekarang aku akan menepati
janjiku. Apa kau
mau mendampingiku, menikah dan membangun keluarga kecil bahagia denganku?”
ucapku tulus. Perlahan ia melepaskan tautan jarinya. Kini
matanya mulai sendu. Lalu ia mengambil sesuatu
dari saku kanannya. Sebuah
undangan pernikahan dan tertera jelas nama Jung Krystal
dan Kim Jongin. Bahkan tak ada
namaku di sana. Apakah ini artinya ia akan..
“Aku akan menikah minggu depan. Ku harap kau akan datang ke
pernikahanku. Maafkan aku Luhan.
Aku tak bisa menepati janjiku untuk
berada di sampingmu.” ucapnya dengan air mata yang semakin deras menuruni pipinya, meskipun ia berusaha menahannya. Ia pun bergegas
pergi dari hadapanku.
Sakit. Kecewa. Wanita yang selama ini aku cintai , kini pergi dengan lelaki lain. Tanganku
mengepal. Nafasku
memburu. Tak
kuasa amarah ini menguasai diriku. Kenapa kau lakukan ini
padaku Jung Krystal?
Heajin POV
Aku masih berkutik dengan
lembaran-lembaran
makalah yang harus aku kumpulkan dua hari lagi. Ku hembuskan
nafas berat. Ku kulihat satu pesan masuk
dari Sena Eonni.
From :Sena Eonni
To : Park Haejin
Eonni akan pindah ke keluar kota, karena
tuntutan pekerjaan. Jaga dirimu baik-baik di Seoul. Eonni sangat menyayangimu.
Sendiri. Ya, kini aku hidup sebatang kara di Seoul hanya Luhan harapanku. Kulihat
jam dinding yang terpasang di dekat
almari. Pukul
03:00 dini hari kenapa dia belum pulang? Tidak
biasanya dia lembur sampai jam segini.
Ckerk
Terdengar
pintu terbuka yang menandakan jika Luhan telah pulang. Ku
hampiri dia yang kini berjalan sempoyongan.
“Kau mabuk?” ucapku, yang seolah tak ia hiraukan. Ku papah dia ke kamarnya. Lalu membaringkannya di tempat
tidur.
“Kenapa tanganmu berdarah? Apa terjadi sesuatu padamu hingga
kau mabuk seperti ini? Sebentar aku akan mengambilkanmu obat
untuk mengobati lukamu.” Ucapku, lagi. Baru saja aku ingin beranjak dari ranjangnya tangan kanannya
memegang tanganku.
“Krystal…” terdengar samar-samar ia memanggil nama kekasihnya. Ku
coba melepaskan tangannya perlahan, tapi Luhan menariknya hingga
aku jatuh di atasnya. Dia mengubah posisi ku hingga kini ia tepat di atasku. Aku
mencoba memberontak
dengan sekuat tenaga ku dan pergi dari kamarnya. Rasa takut
kini membanjiri pikiranku. Hatiku aku tak bisa berfikir jernih. Aku hanya
ingin Tuhan menyelamatkanku kali ini.
“Apa yang kau lakukan padaku, Luhan?” teriakku
tapi Luhan membungkamku dengan ciumannya yang semakin dalam. Perlahan
ia membuka kemejanya.
“Apa yang akan kau lakukan? Lepaskan aku,
Luhan!” tapi tangannya kini menahanku, ketika aku
mencoba pergi darinya dan mengunciku dalam pelukannya.
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^