Destiny
Memories of You
.
by
Aydipal
Editor by Zi_You
Watch : Teaser Video
Read For :
Now | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 |
Chapter 5
Watch : Teaser Video
Read For :
Now | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 |
Chapter 5
Title : Destiny |
Main Cast : Lee Ha Yi, DO Kyung Soo (EXO-K), Baro (B1A4) | Other Cast : Henry Lau (Super Junior M), Kim Jee Won, Park Hyung Shik
(ZE:A) | Genre : Romance, School
Live| Duration : Chapter
.
.
This
is chapter 1 of my new fanfiction. Hope you like this.
Dont
Be Silent Reader
.
Happy
reading!
.
.
Pelajaran
music. Apa kau mendapat pelajaran musik di sekolahmu? Jika iya maka kau akan
berhadapan dengan istilah “kres”, “double kres”, “sopran”, “bass”, “tenor”,
“mol”, “mayor”, “minor”, “akor”, dan teman-teman yang lainnya. Pelajaran yang
hanya membuat gambar lebih besar dari sebuah titik yang mempunyai ekor di bawah
atau di atasnya, ini membuatku gila. Setiap songsaengnim
menjelaskannya semua perkataannya seperti hanya berlalu saja di telingaku.
‘Haruskah ku berpindah
ke sekolah formal saja?’ keluhku dalam hati. Bersekolah di
sekolah seni bukanlah minatku sejak awal. Pelajaran yang dominan adalah membuat
lagu, dan lagu itu pun sendiri harus dikumpulkan dalam bentuk gambar-gambar
titik bulat-bulat hitam dengan ekornya itu. Menyebalkan.
Sebenarnya,
aku terperangkap di sini karena paksaan orang tuaku yang terobsesi menjadi
artis, berhubung mimpi mereka tidak terwujud, mereka memaksaku menjadi seperti
mimpi mereka.
“Lee
Ha Yi! Perhatikan ke papan tulis!” bentak songsaenim
padaku yang sedari tadi melamun melihat musim panas yang akan segera berakhir
dari jendela di samping tempat dudukku.
“Ah
ye?” ucapku kebingungan dengan
bentakan songsaenim yang tiba-tiba.
“Kau
lihat apa di jendela, hah? Sampai hari kiamat pun jendela itu juga tidak akan
berpindah tempat jika hanya kau lihat saja!” bentak songsaenim.
“Setelah
jam pelajaran berakhir, temui saya di kantor guru! Araseo?” ucap songsaenim, lagi. Suaranya terdengar
sangat jelas di telingaku dengan intonasi yang tepat dan mantap sehingga
membuat bulu kuduku merinding sekaligus terkejut lengkap dengan tubuh frozen
beserta mata terbelalak. ‘Kenapa dia
sensitif sekali hari ini? Aigoo~’
“Ye..” ucapku gugup menelan salivaku.
Ah..
sialnya hari ini. Jam pelajaran sudah selesai 5 menit yang lalu. Sekarang,
waktunya untuk menemui songsaenim.
“Anyeong haseyo.” Ucapku seraya
membungkuk hormat kepada songsaenim.
“Kau
sudah datang? Duduk.” ucapnya singkat yang masih sibuk dengan setumpuk kertas
di mejanya tanpa menoleh sedikitpun padaku.
“Apa
kau membenciku?” pertanyaan yang dilontarkan songsaenim lagi-lagi membuatku frozen. Apa yang sedang ia pikirkan
sekarang? Aku bingung.
“Apa
aku pernah melukai perasaanmu?”nada bicaranya masih datar dan tanpa melihatku. “Lee Ha Yi, apa kau tuli?” mendengar
ucapannya yang mengucap pelan namaku membuatku bulu kudukku berdiri. Sekarang, songsaenim melihatku lekat-lekat.
Sesegera mungkin ku tundukkan kepalaku.
“Aniyomida songsaenim..” jawabku pelan.
“Geureomnika.. Kau kenapa tidak pernah
memperhatikan pelajaranku?” tanyanya lagi yang tak kalah membuatku gugup. Guru
music ini memang dikenal menakutkan di sekolahku. Oleh karena itu, jarang
siswa-siswi maupun guru di sini yang mencari ulah dengannya.
“Keugae..” ucapku yang masih berpikir
harus melanjutkan dengan perkataan bagaimana dan seperti apa untuk menjawab
pertanyaan yang dilontarkan songsaenim.
“Keugae?” ulang songsaenim yang bernama asli Kang Min Hoon itu.
“Keugae... em.. em..” sekian lama
berpikir, namun tak ada satu kata pun yang tersirat dipikiranku untuk menjawab
pertanyaan Min Hoon songsaenim.
“Lee
Ha Yi? Apa kau kesini untuk bermain-main? Kau sudah kelas 2! Kau sebentar lagi
akan kelas 3, namun kau tak pernah ikut audisi untuk masuk training ke salah
satu manajemen pun! Mau jadi apa kau? Kau tidak mau jadi artis? Lalu jadi apa?
Komposer lagu? Maka kau harus suka dengan pelajaranku! Namun, kenyataannya juga
tidak. Akan jadi koreografer? Tidak mungkin! Kau selalu membolos saat
pelajarannya dimulai! Kau mau jadi apa? Jika kau tidak mau masuk di bidang seni
nantinya lalu kenapa kau masuk ke sekolah seni?” ucap Min Hoon songsaenim bersandar di kursinya sambil
menaruh kedua tangannya di depan dada.
Pertanyaan
ini sangat sulit. Jelas saja aku tak punya ketertarikan apapun dengan seni. Aku
ke sini saja karena dipaksa orang tuaku. Bagaimana aku harus menjawabnya?
“Baiklah.
Jika kau tidak bisa menjawab sekarang, berikan jawabanmu bulan depan tepat di
tanggal yang sama dengan hari ini. Kau harus punya alasanmu kenapa bisa berada
disini beserta buktinya kau melakukan sesuatu untuk alasanmu itu. Jika tidak
ada, maka kau akan aku transfer ke sekolah formal. Sekarang kau boleh pergi, aku
masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan” ucap Min Hoon songsaengnim yang kembali sibuk dengan
tumpukan kertas yang berada di mejanya tanpa memperdulikanku yang mulai
beranjak dari tempat duduk.
‘Haruskah aku berpikir
ini kabar buruk atau kabar baik? Kabar buruknya adalah jika aku bulan depan
belum memberikan alasanku bersekolah disini maka aku harus ditransfer ke
sekolah lain, kabar baiknya sekolah itu adalah sekolah formal! Bukankah itu
yang kuinginkan? Tapi, aku harus berkata apa dengan orang tuaku? Ah.. molla!
Lebih baik aku jangan memberitahunya sekarang!’
pikirku.
Lagi-lagi
melewati tempat ini. Tanpa sadar sepulang sekolah, langkahku selalu mengarah
pada jalan ini. Jalan menuju sebuah cafe yang dulu sering kukunjungi dengan
seseorang. Seseorang yang special. Mataku mulai liar mencari setiap sudut cafe,
berharap seseorang duduk di salah satu tempat duduk dan melambaikan tangannya
atau hanya sekedar tersenyum padaku.
“Pabo!” ucapku pada diriku sendiri.
Mengumpat karena aku selalu memikirkan hal yang sama setiap melewati jalan ini.
Sesampainya
di halte subway ini, segera kupakai earphoneku. Earphone ku yang sangat
berharga dan mempunyai banyak kenangan. Ingin mengalunkan lagu yang lembut atau
sekedar me-random semua laguku karena tak tau harus mendengarkan yang mana.
Bus
199-09-122 sudah berhenti dihadapanku. Segera kuangkat tubuh ini dan beranjak
menuju bus yang mengarah ke rumahku itu.
Sial!
Hari
ini bus dipenuhi oleh desakan orang-orang. Dengan berat hati, akhirnya aku
hanya bisa berdiri disalah satu samping tempat duduk yang diduduki oleh
seseorang. Berharap orang itu akan berhenti dipemberhentian berikutnya dan aku
bisa duduk ditempat duduknya. Karena aku akan turun dipemberhentian terakhir.
Jika posisiku berdiri seperti ini maka aku akan berdiri sekitar 40 menit.
Sungguh melelahkan.
Sistar-A Week
Ya,
lagu yang kini mengalun pada telingaku. Alunan suara hyorin cs ini membuatku
sedikit mengikuti rythm-nya dengan menghentakkan ringan kakiku mengikuti irama
lagu ceria ini. Pelan, ku alunkan senandungku. Tanpa kusadari ada seseorang
mengamatiku sedari tadi yang berada tepat lurus dibarisanku. Tatapan kita
sempat bertemu lalu sesegera mungkin orang itu mengalihkan pandangannya
terhadapku.
‘Nugu?’ tanyaku dalam hati. Aku tak
pernah melihatnya sebelumnya.
Pemberhentian
yang pertama telah sampai. Setengah dari orang-orang yang berada di bus tadi
sudah turun. Dan sisanya masih disini. Untung saja aku sudah mendapat tempat
duduk.
BEEP
BEEP BEEP
Sebuah
suara berbunyi dari tasku. Sepertinya ada sebuah pesan yang masuk.
From: Mochi Oppa
Kau dimana? Kenapa
belum pulang? Sebentar lagi malam.
Aku
hanya tersenyum simpul membaca pesan singkat dari kakak laki-laki ku itu. Kenapa
dia selalu khawatir denganku?
To: Mochi oppa
Aku dijalan oppa.
Jangan khawatir~ˆˆ
Mochi
adalah urabeoni-ku (kakakku). Nama
aslinya Liu Xian
Hua, maklum dulu ketika kakak ku yang satu ini lahir, nenekku yang memberinya
nama. Dan kebetulan lahirnya juga di China, jadi namanya juga pakai bahasa
Mandarin. Di korea dia sering dipanggil Henry karena wajahnya sebelas dua belas
dengan Henry Lau personil Super Junior-M. Tapi, aku hanya memanggilnya mochi,
karena pipinya kakakku ini chubby seperti bola mochi.
Dia
selalu mengirimi ku pesan jika tidak pulang tepat waktu tanpa seizinnya,
alasannya karena khawatir denganku. Em.. mungkin setelah mempunyai kekasih dia
akan lebih banyak mengirimkan pesan singkat kepada kekasihnya. Berhubung
sekarang masih dalam keadaan single,
akhirnya aku saja yang di kirimi pesan olehnya.
Dia
orang yang multitalented. Bisa bernyanyi,
bermain alat music, dance, dia juga
seorang yang pintar, rajin, baik. Tapi disamping itu, dia juga mempunyai
kepribadian yang aneh, usil, jarang
mandi, tidak suka makan pedas, dan juga tidak bisa renang.
Waktu
berjalan dengan cepat. Tak terasa, hanya tersisa satu pemberhentian lagi
untukku turun. Dan seperti biasanya saja, suasana di bus ini sepi. Hanya
tersisa beberapa orang yang berhenti di pemberhentian terakhir.
Jarak
rumahku dengan pemberhentian terakhir tak terlalu jauh. Bisa ditempuh dengan
jalan kaki selama 10 menit. Dan sampailah di sebuah rumah putih berlantai 2
lengkap dengan sebuah halaman beserta pagar rumah yang tinggi. Jika telah masuk
ke rumah itu, maka harus berjalan lagi melewati taman rumahku yang berjarak
sekitar 15 meter dari gerbang. Dari deskripsiku diatas, maka kau sudah tau
diriku berasal dari keluarga seperti apa.
Mempunyai
orang tua pengusaha sekaligus investor. Memiliki saham dibeberapa perusahaan
ternama di Korea Selatan. Entah itu dibidang makanan, minuman, fashion, maupun
industri hiburan. Kakak laki-lakiku, Mochi oppa
akan menjadi pewaris saham-saham itu. Dan ia sekarang sudah mulai membuka usaha
sendiri di Canada. Meskipun tergolong dalam pengusaha baru, kakak laki-lakiku
yang imut ini sudah mendapat keuntungan yang sangat besar dari usaha
makanannya. Sekarang, ia akan membuka cabang lagi di Los Angeles dan New York.
“Aku pulang” ucapku setelah memasuki rumahku.
Tidak
ada jawaban. Sepertinya kakak laki-lakiku itu pergi. Ayah dan ibu juga dari 1
minggu yang lalu sedang perjalanan bisnis ke Singapura dan China.
‘Kenapa menyuruhku
cepat pulang kalau dia saja tidak ada di rumah?’
keluhku.
Setelah
meletakkan sepatuku di rak, segera ku beranjak menuju ke dapur. Memilah sesuatu
yang bisa dimakan dari dalam lemari pendingin. Dan benar saja, di dalam sana
sudah terdapat beberapa makanan siap saji dan sebuah ddaboki kesukaanku. Ddaboki
yang terbungkus plastik transparan itu tertempel sebuah stick note berwarna kuning.
To: Hayi
Mianhae.. Oppa
pergi dulu. Oppa lupa kalau hari ini
ada RUPS di salah satu perusahaan untuk mewakili ayah sebagai insvestor. Mianhae, ddaboki-nya dimakan ya? Aku membelikannya untukmu.
Rapat
Umum Pemegang Saham? Ya sudahlah.. dia pergi juga bukan masalah! Yang penting,
ada ddaboki disini.
Setelah
berganti pakaian dan membersihkan diri, barulah ku makan ddaboki-ku yang sudah dihangatkan di microwave bersama dengan menonton acara TV. Setelah mencari-cari
acara televisi yang bagus, akhirnya ku putuskan untuk berhenti di channel KBS
World. Acaranya adalah Music Bank. Melihat orang-orang yang berada di acara itu
bernyanyi dan menari, membuatku berpikir,
‘Apa mereka tidak
lelah, jika setiap hari mereka disuruh untuk membuang suara dan
berjingkrak-jingrak tidak jelas seperti itu?’
“Apa
yang kau lihat?” ucap seseorang yang mengagetkanku dari belakang tubuhku, yang
membuatku memutar kepala. Dan disana ku dapati Mochi oppa, dengan baju formalnya.
“Ya!
Apa yang kau lakukan?” ucapku marah pada Mochi oppa yang mengangetkanku. “Apa kau ingin melihat adikmu
satu-satunya yang sangat cantik ini mati terkejut?” tambahku.
“Hahaha.
Mianhae. Apa yang kau lihat?” ucapnya
yang langsung duduk di sampingku seraya mengambil ddaboki-ku dengan tangannya yang belum dicuci.
“Oppa! Ambil sendok sana! Dasar jorok!”
ucapku yang tidak terima ddaboki-ku
yang diambil seenaknya oleh kakak laki-lakiku dengan tangan yang kotor itu.
“Yayayaya.
Aku tau. Dasar cerewet!!” ucapnya seraya memalingkan wajahnya, dariku. Namun,
sedetik kemudian ia memutar kepalanya. Menatap layar televisi, lalu beralih
pandangan kepadaku.
“Tunggu.
Bukankah ini Music Bank? Jarang sekali kau menonton acara music seperti ini?
Ada apa?” ucapnya yang kini melihatku lekat-lekat.
“Aku
sedang ingin menonton, saja.” jawabku singkat tanpa mengalihkan perhatianku
pada layar televisi.
“Uuaahh~
aku lelah menghadiri rapat itu. Mendengar para ahjussi yang berbicara panjang
lebar..” keluhnya yang sekarang bersandar dibahuku, seraya memejamkan mata.
“Memang
oppa ke perusahaan yang mana? Dan apa
yang kau bicarakan dengan mereka?” tanyaku
“Aku
tadi pergi ke SM Entertainment. Katanya tahun ini mereka akan mengeluarkan
group idol. Dan mereka menginginkan persetujuan di RUPS tadi. Dan kau tau?
CEO-nya sangat menyebalkan!” jawabnya.
“Menyebalkan?
Memang kenapa?” tanyaku penasaran.
“Entahlah..
aku tidak suka saja melihat wajahnya!” timpalnya.
“Dasar
kau ini~” ucapku men-jitak kepalanya
pelan.
“Appo...” ucapnya yang berpura-pura
kesakitan.
***
Sudah
beberapa hari yang lalu kejadian ketika Min Hoon Songsaengnim memberiku tugas untuk memberinya alasan kenapa aku
bersekolah di sini. Dan sekarang, kuputuskan untuk membolos pelajarannya dan
pergi ke perpustakaan, yang kulakukan hanya sekedar membaca buku novel atau
komik saja.
Sayangnya,
aku tidak sendiri disini. Ada Jung Soo Jung. Seseorang teman akrabku, dulu.
Kini, kita tak pernah berbicara ataupun saling menyapa satu sama lain.
TENG
TENG TENG
Bel
itu menandakan berakhirnya pelajaran untuk hari ini. Sudah saatnya pulang. Hari
ini adalah hari ulang tahun kakak laki-lakiku tersayang. ‘Apa aku harus membelikannya kue Mochi saja?’ pikirku. Aku tak tau
apa barang kesukaannya, warna kesukaannya, aku juga tidak tau dia suka baju
atau celana. Apa yang harus kulakukan?
Akhirnya
kuputuskan untuk memberikan party kejutan di rumah. Pertama ku membeli hidangan
wajib jika seseorang sedang ulang tahun, yaitu kue. ‘Tapi, aku harus membeli kue dimana?’ pikirku sambil berjalan
pelan. Dan sampailah ku didepan cafe itu lagi.
‘Kenapa melewati jalan ini lagi? Ada apa
dengan kakiku ini! Aigoo~’ keluhku.
Setelah
melihat beberapa saat, ternyata di Cafe itu sekarang juga menjual kue. ‘Haruskah aku masuk ke dalam? Ya.. mungkin
tidak ada salahnya mencari kue untuk oppa, di dalam sana..’ akhirnya dengan beberapa pertimbangan yang mantap
dan telah memikirkan kejadian yang akan terjadi jika aku masuk kedalam tempat
itu. Dengan sedikit berat hati ku mulai melangkahkan kakiku mendekat menuju
kearah pintu masuk Cafe.
Klinting
Klinting
Tercipta
suara saat ku mulai masuk kedalam Cafe itu dari sebuah lonceng yang berada
diatas pintu masuk. Berjalan pelan ku menuju tempat kue-kue yang berbaris rapi
di sebuah tempat berkaca di sudut ruangan cafe dekat kasir. Ku melihat sekilas
sekeliling. Cafe tampak sepi, hanya ada sepasang kekasih yang sedang
bercengkrama di dekat pintu dan seorang perempuan yang sibuk dengan
handphonenya.
“Selamat
sore.. Bisa saya bantu?” sapa ramah pelayan padaku yang kusambut dengan seulas
senyuman.
“Aku
ingin membeli kue.” Ucapku, masih dengan senyum manis di akhir frasaku. Pelayan
itupun menawariku beberapa pilihan. Sudah lima menit mencari kue yang enak
akhirnya sampailah ku pada pilihan terakhirku, yaitu kue blackforest.
Selagi
menunggu kue ku di hias dengan nama kakak laki-lakiku, aku memesan segelas
cappuccino ice kesukaanku dan duduk di salah satu meja. Sejenak, kuhirup udara
yang dulu tak asing disini. Tak lama kemudian, ku pejamkan mataku...
--FLASHBACK--
Cuaca
yang indah untuk hari di awal musim panas. Biru langit tanpa awan abu-abu
pekat. Terik matahari yang tidak terlalu menyengat. Dan aroma bunga yang
semakin menusuk hidung. Cuaca yang tepat untuk sekedar berjalan-jalan di awal musim
panas ini.
“Hayi-ah~
ayo kita jalan-jalan!” suara Mochi oppa
membuyarkan lamunanku.
“Mwo? Kemana?” tanyaku
“Kemana
saja sesukamu..” ucap Mochi oppa
menyusungkan senyumannya.
“Aku
ingin ke pantai, oppa...”, rengekku.
“Kajja!” ucapnya bersemangat setelah
mendengar ucapanku.
Setelah
menyiapkan segala sesuatu untuk pergi ke pantai, tiba-tiba saja Mochi oppa harus pergi bersama paman dan bibi
untuk menjenguk nenek yang sedang sakit. Pun dengan ayah dan ibu yang ikut
menjenguk nenek. Tapi mereka berjanji akan kembali secepatnya, untuk menemaniku
ke pantai.
Tapi,
ternyata ayah dan ibu belum juga pulang dari rumah nenek. Sudah 3 jam aku
menunggu di depan rumah, namun mereka tak kunjung datang.
Karena
bosan menunggu. Akhirnya, kuputuskan untuk pergi, entah akan kemana. Berjalan
menyusuri jalan-jalan kota Seoul yang dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar
langit untuk mengurangi rasa bosanku menunggu ayah dan ibu.
BUUKK
Seseorang
menabrakku membuatku tersungkur ke samping dan terjatuh. Meninggalkan sedikit
goresan di siku tangan kananku. Membuatku sedikit merintih, menahan perih pada
siku tanganku.
“Mianhamida..” ucap seseorang meminta
maaf padaku. Ia pun berjongkok, mensejajarkan tingginya denganku.
“Apa kau baik-baik saja?” ucap lelaki itu
sambil menolongku untuk berdiri.
“Gwaenchana-yo..” balasku seraya
menyunggingkan senyumku.
“Ini
yang kau sebut baik-baik saja? Lihat tanganmu. Kau terluka!” ucap lelaku itu
setelah melihat goresan di siku tangan kananku.
“Nan Gwaenchana-yo....” elakku. Namun, ia
masih saja memperhatikan goresan luka di tanganku. Masih tak percaya dengan
ucapanku, yang kontras dengan apa yang ia lihat.
“Mari,
ku obati lukamu.” ucapnya yang langsung menarik tanganku menuju ke sebuah
tempat.
‘Cafe?’
Kini
ku duduk diriku di salah satu tempat duduk di cafe itu. Lelaki yang menabrakku
tadi pun segera mengeluarkan kotak p3k dari tasnya. Dia mulai menutup lukaku
dengan hati-hati. Dan beberapa saat kemudian, lukaku sudah tertutup dengan rapi
olehnya.
“Selesai..
untung saja aku membawa kotak p3k ini. Kau baik-baik saja kan, Nona?” ucapnya,
seraya menyunggingkan senyum manisnya.
“Ne..”
Tak
lama kemudian, ia memesankanku minuman dan kita saling mengobrol di cafe itu.
Karena sepertinya kita seumuran, sangat mudah untuk saling berkomunikasi.
“Minuman
apa yang kau minum itu? Kenapa aku seperti baru melihatnya pertama kali?”tanyaku
yang bingung melihat minuman yang dipegangnya.
“Ini?
Ini adalah cappuccino yang kucampur dengan coffee americano lalu ditambah
dengan susu coklat..” ucapnya santai. Menjelaskan isi dari gelas yang berada di
hadapannya.
“Mwo? Apa itu tidak apa-apa? Dari
tampilannya saja tidak menyakinkan untuk meminum minuman itu.” ucapku yang
masih terheran-heran dengan komposisi minumannya.
“Mau
coba?” ucapnya yang meyodorkan minumannya kepadaku.
“Apa
kau yakin ini tidak akan membunuhku?” tanyaku polos.
“Buktinya
saja, aku masih hidup sampai sekarang..” balasnya singkat. Ia lantas menyesap
mimumannya. Seolah ingin menunjukkan kepadaku, bahwa minumannya layak untuk
diminum.
“Ah..
Molla. Aku tidak akan meminumnya.”
jawabku singkat.
“Baiklah.
Terserah apa maumu.” Ucapnya, lagi.
Semenjak
kejadian tertabrak sampai lelaki itu mengobatiku di cafe, membuat kita semakin
dekat. Kita sering bertemu di cafe itu sambil menghabiskan waktu bersama untuk
mengobrol kejadian yang kita alami. Kita juga pernah pergi menonton bioskop
bersama, berjalan-jalan di Myeongdong, dan pergi ke taman bermain. Meski
begitu, kita sudah menjalani hubungan dekat ini tanpa mengetahui nama satu sama
lain sekitar hampir 2 bulan.
Hari
ini, aku memiliki janji dengan lelaki itu untuk bertemu di cafe. Berbeda dengan
hari sebelum-sebelumnya, wajah lelaki itu terlihat ada sesuatu lain yang harus
dikatakannya padaku.
“Apa
ada masalah? Kau terlihat berbeda hari ini..” ucapku bertanya pelan padanya
yang masih memutar-mutar handphone di tangan kanannya.
“Sebenarnya...
Ini.” ucapnya yang langsung memberikanku sebuah kotak kecil berwarna hitam.
“Apa
ini?”
“Buka
saja”
Ku
membuka kotak itu. Terdapat sebuah kalung cantik berwarna putih yang terdapat
simbol music disana. Ku memutar pikiranku, ‘Ini
untukku?’
“Tetap
disitu, akan ku pakaikan untukmu.” ucapnya yang langsung mengambil kalung yang
diberikannya dan memakaikannya padaku.
‘Tampak cantik..’
pikirku setelah melihat kalung ini melingkar dileherku.
“Kau
suka?” tanyanya yang hanya kujawab dengan anggukan saja. Keheningan lagi-lagi
mulai tercipta. Baru kali ini aku melihat lelaki itu kehilangan topik untuk
berbicara denganku. Biasanya, dia selalu memiliki berbagai topik pembicaraan
yang akan ia bicarakan denganku.
“Siapa
namamu?” akhirnya pertanyaan itu muncul dari mulut lelaki itu. Namun, matanya
berkata berbeda. Aku merasa dia masih sangat berbeda dari lelaki yang ku kenal
sekitar 2 bulan yang lalu.
“Lee
Ha Yi...” jawabku singkat, seraya menatapnya lekat-lekat. Berusaha
menerka-nerka ucapan apa yang akan diucapkannya.
“Nama
yang cantik.. Seperti pemilik namanya. Tempat tinggal mu dimana?” sambungnya.
“Jauh
dari sini. Kau harus menaiki subway dan turun di pemberhentian terakhir dan
masih harus berjalan lagi.” jawabku. “Kau berasal dari mana?” tambahku.
“Aku?
Dari Seoul dan tinggal di daerah Gangnam..” jawabnya yang masih terlihat gugup
dan aneh.
“Nama?”
tanyaku, lagi.
“Nama?
Namaku—” belum selesai ia berucap, suara tercipta dari handphonenya. “Tunggu
sebentar. Aku akan mengangkat panggilan ini dulu..” ucapnya yang langsung
berjalan pergi dari mejanya.
10
menit menunggu di dalam cafe sendirian, membuat susana bosan menjalari tubuhku.
Ku hembuskan nafas yang entah sudah berapa kalinya. Bersamaan dengan itu,
sebuah pesan singkat ku terima.
From: Geu
Namja
Mian.. Aku masih ada urusan. Kau tak perlu
menungguku.
Reaksi
pertama yang kulakukan adalah hanya mendengus kesal. Dan semenjak kejadian itu
pula, lelaki itu tak pernah muncul lagi di cafe ini. Dulu, aku sering sepulang
sekolah menghabiskan waktuku di cafe untuk menunggu lelaki itu. Hingga aku
mulai lelah menunggu dan membiarkannya pergi begitu saja.
--FLASHBACK
END--
Ku
membuka mataku kembali, melihat sekeliling yang sekarang sangat sepi tak ada
satu orang pun. Hanya ada seorang pelayan yang duduk di kursi kasir yang sibuk
dengan majalah fashion yang
dibacanya.
Kue
yang telah terbungkus rapi telah berada di meja kasir. Segera ku berdiri menuju
meja kasir untuk membayarnya beserta minuman yang ku minum.
Klinting
Klinting
Bunyi
dari arah pintu telah berbunyi lagi, menandakan bahwa ada seseorang masuk.
Orang tersebut berjalan dan kemudian berdiri tepat di sampingku. Namun, aku tak
terlalu menghiraukannya.
“Mohon
untuk mengisi kertas kirim ini. Akan dikirimkan untuk siapa dan data anda yang
berisikan nama, alamat, dan nomor telepon yang dapat kami hubungi. Terima
kasih.”, ucap pelayan kasir padaku. Aku memang ingin menyewa jasa pengatar
saja. Aku tidak mungkin membawa kue sebesar ini dengan keadaanku yang harus
menaiki subway untuk menuju kerumah.
Setelah
selesai mengisi kertas itu, segera ku menyerahkan kertas itu beserta kartu
kreditku.
“Mau
memesan apa, Tuan?” sapa seorang pelayan pada orang yang baru saja datang tadi.
Aku samar-samar mendengarkannya karena masih sibuk mencari earphone yang berada
di tas yang ku bawa.
“Aku
memesan seperti biasanya saja. Cappuccino yang yang dicampur dengan coffee
americano lalu ditambah dengan susu coklat.” Ucap seseorang di sampingku ini.
Suaranya bahkan sangat jelas tertangkap indera pendengaranku.
Ucapan
lelaki itu menghentikan aktivitasku. Jantungku mulai berdegup kencang. Aliran
darahku mengalir cepat ke sekujur tubuhku. Nafasku juga semakin tak teratur.
Segera ku tatap lelaki itu lekat-lekat. Pikiranku mulai mengingat kejadian
beberapa waktu yang lalu.
‘Bagaimana bisa orang
ini memesan menu yang sama dengan seseorang yang ku kenal dari masa lalu itu?’
berbagai pertanyaan mulai muncul dari benakku. Tanpa sadar, pelayan sedari tadi
memanggilku, namun tak kuhiraukan.
“Nona
Lee Ha Yi?” ucap pelayan akhirnya menyebutkan namaku keras karena kesal merasa
tak dihiraukan.
Kini
lelaki itu melihatku juga. Mata kami bertemu. Mataku mulai liar mencari tiap
sudut matanya. Mencari bukti apakah lelaki itu merupakan lelaki yang berasal
dari masa laluku atau tidak.
“Apakah
kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku tiba-tiba pada lelaki itu. Berapa
detik kita bertatap muka bingung, suara pelayan memecahkan konsentrasiku
padanya.
“Tuan
Kyungsoo, ini pesanan anda” ucap pelayan yang seketika membuatku berpaling
menatap pelayan dan namja yang dipanggil Kyungsoo itu bergantian.
‘Kyungsoo? Apakah namja
itu kau?’
To be
continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^