Minggu, 02 Februari 2014

Destiny Chapter 1



Destiny


Memories of You
.

by Aydipal
Editor by Zi_You

Watch : Teaser Video 

Read For :
Now | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 |
Chapter 5



 
Title : Destiny | Main Cast : Lee Ha Yi, DO Kyung Soo (EXO-K), Baro (B1A4) | Other Cast : Henry Lau (Super Junior M), Kim Jee Won, Park Hyung Shik (ZE:A) | Genre : Romance, School Live| Duration : Chapter
.
.
This is chapter 1 of my new fanfiction. Hope you like this.
Dont Be Silent Reader
.
Happy reading!
.
.
Pelajaran music. Apa kau mendapat pelajaran musik di sekolahmu? Jika iya maka kau akan berhadapan dengan istilah “kres”, “double kres”, “sopran”, “bass”, “tenor”, “mol”, “mayor”, “minor”, “akor”, dan teman-teman yang lainnya. Pelajaran yang hanya membuat gambar lebih besar dari sebuah titik yang mempunyai ekor di bawah atau di atasnya, ini membuatku gila. Setiap songsaengnim menjelaskannya semua perkataannya seperti hanya berlalu saja di telingaku.
‘Haruskah ku berpindah ke sekolah formal saja?’ keluhku dalam hati. Bersekolah di sekolah seni bukanlah minatku sejak awal. Pelajaran yang dominan adalah membuat lagu, dan lagu itu pun sendiri harus dikumpulkan dalam bentuk gambar-gambar titik bulat-bulat hitam dengan ekornya itu. Menyebalkan.
Sebenarnya, aku terperangkap di sini karena paksaan orang tuaku yang terobsesi menjadi artis, berhubung mimpi mereka tidak terwujud, mereka memaksaku menjadi seperti mimpi mereka.
“Lee Ha Yi! Perhatikan ke papan tulis!” bentak songsaenim padaku yang sedari tadi melamun melihat musim panas yang akan segera berakhir dari jendela di samping tempat dudukku.
“Ah ye?” ucapku kebingungan dengan bentakan songsaenim yang tiba-tiba.
“Kau lihat apa di jendela, hah? Sampai hari kiamat pun jendela itu juga tidak akan berpindah tempat jika hanya kau lihat saja!” bentak songsaenim.
“Setelah jam pelajaran berakhir, temui saya di kantor guru! Araseo?”  ucap songsaenim, lagi. Suaranya terdengar sangat jelas di telingaku dengan intonasi yang tepat dan mantap sehingga membuat bulu kuduku merinding sekaligus terkejut lengkap dengan tubuh frozen beserta mata terbelalak. ‘Kenapa dia sensitif sekali hari ini? Aigoo~’
Ye..” ucapku gugup menelan salivaku.
Ah.. sialnya hari ini. Jam pelajaran sudah selesai 5 menit yang lalu. Sekarang, waktunya untuk menemui songsaenim.
Anyeong haseyo.” Ucapku seraya membungkuk hormat kepada songsaenim.
“Kau sudah datang? Duduk.” ucapnya singkat yang masih sibuk dengan setumpuk kertas di mejanya tanpa menoleh sedikitpun padaku.
“Apa kau membenciku?” pertanyaan yang dilontarkan songsaenim lagi-lagi membuatku frozen. Apa yang sedang ia pikirkan sekarang? Aku bingung. 
“Apa aku pernah melukai perasaanmu?”nada bicaranya masih datar dan tanpa melihatku.  “Lee Ha Yi, apa kau tuli?” mendengar ucapannya yang mengucap pelan namaku membuatku bulu kudukku berdiri. Sekarang, songsaenim melihatku lekat-lekat. Sesegera mungkin ku tundukkan kepalaku.
Aniyomida songsaenim..” jawabku pelan.
Geureomnika.. Kau kenapa tidak pernah memperhatikan pelajaranku?” tanyanya lagi yang tak kalah membuatku gugup. Guru music ini memang dikenal menakutkan di sekolahku. Oleh karena itu, jarang siswa-siswi maupun guru di sini yang mencari ulah dengannya.
Keugae..” ucapku yang masih berpikir harus melanjutkan dengan perkataan bagaimana dan seperti apa untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan songsaenim.
Keugae?” ulang songsaenim yang bernama asli Kang Min Hoon itu.
Keugae... em.. em..” sekian lama berpikir, namun tak ada satu kata pun yang tersirat dipikiranku untuk menjawab pertanyaan Min Hoon songsaenim.
“Lee Ha Yi? Apa kau kesini untuk bermain-main? Kau sudah kelas 2! Kau sebentar lagi akan kelas 3, namun kau tak pernah ikut audisi untuk masuk training ke salah satu manajemen pun! Mau jadi apa kau? Kau tidak mau jadi artis? Lalu jadi apa? Komposer lagu? Maka kau harus suka dengan pelajaranku! Namun, kenyataannya juga tidak. Akan jadi koreografer? Tidak mungkin! Kau selalu membolos saat pelajarannya dimulai! Kau mau jadi apa? Jika kau tidak mau masuk di bidang seni nantinya lalu kenapa kau masuk ke sekolah seni?” ucap Min Hoon songsaenim bersandar di kursinya sambil menaruh kedua tangannya di depan dada.
Pertanyaan ini sangat sulit. Jelas saja aku tak punya ketertarikan apapun dengan seni. Aku ke sini saja karena dipaksa orang tuaku. Bagaimana aku harus menjawabnya?
“Baiklah. Jika kau tidak bisa menjawab sekarang, berikan jawabanmu bulan depan tepat di tanggal yang sama dengan hari ini. Kau harus punya alasanmu kenapa bisa berada disini beserta buktinya kau melakukan sesuatu untuk alasanmu itu. Jika tidak ada, maka kau akan aku transfer ke sekolah formal. Sekarang kau boleh pergi, aku masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan” ucap Min Hoon songsaengnim yang kembali sibuk dengan tumpukan kertas yang berada di mejanya tanpa memperdulikanku yang mulai beranjak dari tempat duduk.
‘Haruskah aku berpikir ini kabar buruk atau kabar baik? Kabar buruknya adalah jika aku bulan depan belum memberikan alasanku bersekolah disini maka aku harus ditransfer ke sekolah lain, kabar baiknya sekolah itu adalah sekolah formal! Bukankah itu yang kuinginkan? Tapi, aku harus berkata apa dengan orang tuaku? Ah.. molla! Lebih baik aku jangan memberitahunya sekarang!’ pikirku.
Lagi-lagi melewati tempat ini. Tanpa sadar sepulang sekolah, langkahku selalu mengarah pada jalan ini. Jalan menuju sebuah cafe yang dulu sering kukunjungi dengan seseorang. Seseorang yang special. Mataku mulai liar mencari setiap sudut cafe, berharap seseorang duduk di salah satu tempat duduk dan melambaikan tangannya atau hanya sekedar tersenyum padaku.
Pabo!” ucapku pada diriku sendiri. Mengumpat karena aku selalu memikirkan hal yang sama setiap melewati jalan ini.
Sesampainya di halte subway ini, segera kupakai earphoneku. Earphone ku yang sangat berharga dan mempunyai banyak kenangan. Ingin mengalunkan lagu yang lembut atau sekedar me-random semua laguku karena tak tau harus mendengarkan yang mana.
Bus 199-09-122 sudah berhenti dihadapanku. Segera kuangkat tubuh ini dan beranjak menuju bus yang mengarah ke rumahku itu.
Sial!
Hari ini bus dipenuhi oleh desakan orang-orang. Dengan berat hati, akhirnya aku hanya bisa berdiri disalah satu samping tempat duduk yang diduduki oleh seseorang. Berharap orang itu akan berhenti dipemberhentian berikutnya dan aku bisa duduk ditempat duduknya. Karena aku akan turun dipemberhentian terakhir. Jika posisiku berdiri seperti ini maka aku akan berdiri sekitar 40 menit. Sungguh melelahkan.
Sistar-A Week
Ya, lagu yang kini mengalun pada telingaku. Alunan suara hyorin cs ini membuatku sedikit mengikuti rythm-nya dengan menghentakkan ringan kakiku mengikuti irama lagu ceria ini. Pelan, ku alunkan senandungku. Tanpa kusadari ada seseorang mengamatiku sedari tadi yang berada tepat lurus dibarisanku. Tatapan kita sempat bertemu lalu sesegera mungkin orang itu mengalihkan pandangannya terhadapku.
Nugu?’ tanyaku dalam hati. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya.
Pemberhentian yang pertama telah sampai. Setengah dari orang-orang yang berada di bus tadi sudah turun. Dan sisanya masih disini. Untung saja aku sudah mendapat tempat duduk.
BEEP BEEP BEEP
Sebuah suara berbunyi dari tasku. Sepertinya ada sebuah pesan yang masuk.
From: Mochi Oppa
Kau dimana? Kenapa belum pulang? Sebentar lagi malam.
Aku hanya tersenyum simpul membaca pesan singkat dari kakak laki-laki ku itu. Kenapa dia selalu khawatir denganku?
To: Mochi oppa
Aku dijalan oppa. Jangan khawatir~ˆˆ
Mochi adalah urabeoni-ku (kakakku). Nama aslinya Liu Xian Hua, maklum dulu ketika kakak ku yang satu ini lahir, nenekku yang memberinya nama. Dan kebetulan lahirnya juga di China, jadi namanya juga pakai bahasa Mandarin. Di korea dia sering dipanggil Henry karena wajahnya sebelas dua belas dengan Henry Lau personil Super Junior-M. Tapi, aku hanya memanggilnya mochi, karena pipinya kakakku ini chubby seperti bola mochi.
Dia selalu mengirimi ku pesan jika tidak pulang tepat waktu tanpa seizinnya, alasannya karena khawatir denganku. Em.. mungkin setelah mempunyai kekasih dia akan lebih banyak mengirimkan pesan singkat kepada kekasihnya. Berhubung sekarang masih dalam keadaan single, akhirnya aku saja yang di kirimi pesan olehnya.
Dia orang yang multitalented. Bisa bernyanyi, bermain alat music, dance, dia juga seorang yang pintar, rajin, baik. Tapi disamping itu, dia juga mempunyai kepribadian  yang aneh, usil, jarang mandi, tidak suka makan pedas, dan juga tidak bisa renang.
Waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa, hanya tersisa satu pemberhentian lagi untukku turun. Dan seperti biasanya saja, suasana di bus ini sepi. Hanya tersisa beberapa orang yang berhenti di pemberhentian terakhir.
Jarak rumahku dengan pemberhentian terakhir tak terlalu jauh. Bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 10 menit. Dan sampailah di sebuah rumah putih berlantai 2 lengkap dengan sebuah halaman beserta pagar rumah yang tinggi. Jika telah masuk ke rumah itu, maka harus berjalan lagi melewati taman rumahku yang berjarak sekitar 15 meter dari gerbang. Dari deskripsiku diatas, maka kau sudah tau diriku berasal dari keluarga seperti apa.
Mempunyai orang tua pengusaha sekaligus investor. Memiliki saham dibeberapa perusahaan ternama di Korea Selatan. Entah itu dibidang makanan, minuman, fashion, maupun industri hiburan. Kakak laki-lakiku, Mochi oppa akan menjadi pewaris saham-saham itu. Dan ia sekarang sudah mulai membuka usaha sendiri di Canada. Meskipun tergolong dalam pengusaha baru, kakak laki-lakiku yang imut ini sudah mendapat keuntungan yang sangat besar dari usaha makanannya. Sekarang, ia akan membuka cabang lagi di Los Angeles dan New York.
 “Aku pulang” ucapku setelah memasuki rumahku.
Tidak ada jawaban. Sepertinya kakak laki-lakiku itu pergi. Ayah dan ibu juga dari 1 minggu yang lalu sedang perjalanan bisnis ke Singapura dan China.
‘Kenapa menyuruhku cepat pulang kalau dia saja tidak ada di rumah?’ keluhku.
Setelah meletakkan sepatuku di rak, segera ku beranjak menuju ke dapur. Memilah sesuatu yang bisa dimakan dari dalam lemari pendingin. Dan benar saja, di dalam sana sudah terdapat beberapa makanan siap saji dan sebuah ddaboki kesukaanku. Ddaboki yang terbungkus plastik transparan itu tertempel sebuah stick note berwarna kuning.
To: Hayi
Mianhae.. Oppa pergi dulu. Oppa lupa kalau hari ini ada RUPS di salah satu perusahaan untuk mewakili ayah sebagai insvestor. Mianhae, ddaboki-nya dimakan ya? Aku membelikannya untukmu.
Rapat Umum Pemegang Saham? Ya sudahlah.. dia pergi juga bukan masalah! Yang penting, ada ddaboki disini.
Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, barulah ku makan ddaboki-ku yang sudah dihangatkan di microwave bersama dengan menonton acara TV. Setelah mencari-cari acara televisi yang bagus, akhirnya ku putuskan untuk berhenti di channel KBS World. Acaranya adalah Music Bank. Melihat orang-orang yang berada di acara itu bernyanyi dan menari, membuatku berpikir,
‘Apa mereka tidak lelah, jika setiap hari mereka disuruh untuk membuang suara dan berjingkrak-jingrak tidak jelas seperti itu?’
“Apa yang kau lihat?” ucap seseorang yang mengagetkanku dari belakang tubuhku, yang membuatku memutar kepala. Dan disana ku dapati Mochi oppa, dengan baju formalnya.
“Ya! Apa yang kau lakukan?” ucapku marah pada Mochi oppa yang mengangetkanku. “Apa kau ingin melihat adikmu satu-satunya yang sangat cantik ini mati terkejut?” tambahku.
“Hahaha. Mianhae. Apa yang kau lihat?” ucapnya yang langsung duduk di sampingku seraya mengambil ddaboki-ku dengan tangannya yang belum dicuci.
Oppa! Ambil sendok sana! Dasar jorok!” ucapku yang tidak terima ddaboki-ku yang diambil seenaknya oleh kakak laki-lakiku dengan tangan yang kotor itu.
“Yayayaya. Aku tau. Dasar cerewet!!” ucapnya seraya memalingkan wajahnya, dariku. Namun, sedetik kemudian ia memutar kepalanya. Menatap layar televisi, lalu beralih pandangan kepadaku.
“Tunggu. Bukankah ini Music Bank? Jarang sekali kau menonton acara music seperti ini? Ada apa?” ucapnya yang kini melihatku lekat-lekat.
“Aku sedang ingin menonton, saja.” jawabku singkat tanpa mengalihkan perhatianku pada layar televisi.
“Uuaahh~ aku lelah menghadiri rapat itu. Mendengar para ahjussi yang berbicara panjang lebar..” keluhnya yang sekarang bersandar dibahuku, seraya memejamkan mata.
“Memang oppa ke perusahaan yang mana? Dan apa yang kau bicarakan dengan mereka?” tanyaku
“Aku tadi pergi ke SM Entertainment. Katanya tahun ini mereka akan mengeluarkan group idol. Dan mereka menginginkan persetujuan di RUPS tadi. Dan kau tau? CEO-nya sangat menyebalkan!” jawabnya.
“Menyebalkan? Memang kenapa?” tanyaku penasaran.
“Entahlah.. aku tidak suka saja melihat wajahnya!” timpalnya.
“Dasar kau ini~” ucapku men-jitak kepalanya pelan.
Appo...” ucapnya yang berpura-pura kesakitan.

***

Sudah beberapa hari yang lalu kejadian ketika Min Hoon Songsaengnim memberiku tugas untuk memberinya alasan kenapa aku bersekolah di sini. Dan sekarang, kuputuskan untuk membolos pelajarannya dan pergi ke perpustakaan, yang kulakukan hanya sekedar membaca buku novel atau komik saja.
Sayangnya, aku tidak sendiri disini. Ada Jung Soo Jung. Seseorang teman akrabku, dulu. Kini, kita tak pernah berbicara ataupun saling menyapa satu sama lain.
TENG TENG TENG
Bel itu menandakan berakhirnya pelajaran untuk hari ini. Sudah saatnya pulang. Hari ini adalah hari ulang tahun kakak laki-lakiku tersayang. ‘Apa aku harus membelikannya kue Mochi saja?’ pikirku. Aku tak tau apa barang kesukaannya, warna kesukaannya, aku juga tidak tau dia suka baju atau celana. Apa yang harus kulakukan?
Akhirnya kuputuskan untuk memberikan party kejutan di rumah. Pertama ku membeli hidangan wajib jika seseorang sedang ulang tahun, yaitu kue. ‘Tapi, aku harus membeli kue dimana?’ pikirku sambil berjalan pelan. Dan sampailah ku didepan cafe itu lagi.
Kenapa melewati jalan ini lagi? Ada apa dengan kakiku ini! Aigoo~’ keluhku.
Setelah melihat beberapa saat, ternyata di Cafe itu sekarang juga menjual kue. ‘Haruskah aku masuk ke dalam? Ya.. mungkin tidak ada salahnya mencari kue untuk oppa, di dalam sana..’ akhirnya dengan beberapa pertimbangan yang mantap dan telah memikirkan kejadian yang akan terjadi jika aku masuk kedalam tempat itu. Dengan sedikit berat hati ku mulai melangkahkan kakiku mendekat menuju kearah pintu masuk Cafe.
Klinting Klinting
Tercipta suara saat ku mulai masuk kedalam Cafe itu dari sebuah lonceng yang berada diatas pintu masuk. Berjalan pelan ku menuju tempat kue-kue yang berbaris rapi di sebuah tempat berkaca di sudut ruangan cafe dekat kasir. Ku melihat sekilas sekeliling. Cafe tampak sepi, hanya ada sepasang kekasih yang sedang bercengkrama di dekat pintu dan seorang perempuan yang sibuk dengan handphonenya.
“Selamat sore.. Bisa saya bantu?” sapa ramah pelayan padaku yang kusambut dengan seulas senyuman.
“Aku ingin membeli kue.” Ucapku, masih dengan senyum manis di akhir frasaku. Pelayan itupun menawariku beberapa pilihan. Sudah lima menit mencari kue yang enak akhirnya sampailah ku pada pilihan terakhirku, yaitu kue blackforest.
Selagi menunggu kue ku di hias dengan nama kakak laki-lakiku, aku memesan segelas cappuccino ice kesukaanku dan duduk di salah satu meja. Sejenak, kuhirup udara yang dulu tak asing disini. Tak lama kemudian, ku pejamkan mataku...

--FLASHBACK--
Cuaca yang indah untuk hari di awal musim panas. Biru langit tanpa awan abu-abu pekat. Terik matahari yang tidak terlalu menyengat. Dan aroma bunga yang semakin menusuk hidung. Cuaca yang tepat untuk sekedar berjalan-jalan di awal musim panas ini.
“Hayi-ah~ ayo kita jalan-jalan!” suara Mochi oppa membuyarkan lamunanku.
Mwo? Kemana?” tanyaku
“Kemana saja sesukamu..” ucap Mochi oppa menyusungkan senyumannya.
“Aku ingin ke pantai, oppa...”, rengekku.
Kajja!” ucapnya bersemangat setelah mendengar ucapanku.
Setelah menyiapkan segala sesuatu untuk pergi ke pantai, tiba-tiba saja Mochi oppa harus pergi bersama paman dan bibi untuk menjenguk nenek yang sedang sakit. Pun dengan ayah dan ibu yang ikut menjenguk nenek. Tapi mereka berjanji akan kembali secepatnya, untuk menemaniku ke pantai.
Tapi, ternyata ayah dan ibu belum juga pulang dari rumah nenek. Sudah 3 jam aku menunggu di depan rumah, namun mereka tak kunjung datang.
Karena bosan menunggu. Akhirnya, kuputuskan untuk pergi, entah akan kemana. Berjalan menyusuri jalan-jalan kota Seoul yang dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit untuk mengurangi rasa bosanku menunggu ayah dan ibu.
BUUKK
Seseorang menabrakku membuatku tersungkur ke samping dan terjatuh. Meninggalkan sedikit goresan di siku tangan kananku. Membuatku sedikit merintih, menahan perih pada siku tanganku.
Mianhamida..” ucap seseorang meminta maaf padaku. Ia pun berjongkok, mensejajarkan tingginya denganku.
 “Apa kau baik-baik saja?” ucap lelaki itu sambil menolongku untuk berdiri.
Gwaenchana-yo..” balasku seraya menyunggingkan senyumku.
“Ini yang kau sebut baik-baik saja? Lihat tanganmu. Kau terluka!” ucap lelaku itu setelah melihat goresan di siku tangan kananku.
Nan Gwaenchana-yo....” elakku. Namun, ia masih saja memperhatikan goresan luka di tanganku. Masih tak percaya dengan ucapanku, yang kontras dengan apa yang ia lihat.
“Mari, ku obati lukamu.” ucapnya yang langsung menarik tanganku menuju ke sebuah tempat.
Cafe?’
Kini ku duduk diriku di salah satu tempat duduk di cafe itu. Lelaki yang menabrakku tadi pun segera mengeluarkan kotak p3k dari tasnya. Dia mulai menutup lukaku dengan hati-hati. Dan beberapa saat kemudian, lukaku sudah tertutup dengan rapi olehnya.
“Selesai.. untung saja aku membawa kotak p3k ini. Kau baik-baik saja kan, Nona?” ucapnya, seraya menyunggingkan senyum manisnya.
Ne..”
Tak lama kemudian, ia memesankanku minuman dan kita saling mengobrol di cafe itu. Karena sepertinya kita seumuran, sangat mudah untuk saling berkomunikasi.
“Minuman apa yang kau minum itu? Kenapa aku seperti baru melihatnya pertama kali?”tanyaku yang bingung melihat minuman yang dipegangnya.
“Ini? Ini adalah cappuccino yang kucampur dengan coffee americano lalu ditambah dengan susu coklat..” ucapnya santai. Menjelaskan isi dari gelas yang berada di hadapannya.
Mwo? Apa itu tidak apa-apa? Dari tampilannya saja tidak menyakinkan untuk meminum minuman itu.” ucapku yang masih terheran-heran dengan komposisi minumannya.
“Mau coba?” ucapnya yang meyodorkan minumannya kepadaku.
“Apa kau yakin ini tidak akan membunuhku?” tanyaku polos.
“Buktinya saja, aku masih hidup sampai sekarang..” balasnya singkat. Ia lantas menyesap mimumannya. Seolah ingin menunjukkan kepadaku, bahwa minumannya layak untuk diminum.
“Ah.. Molla. Aku tidak akan meminumnya.” jawabku singkat.
“Baiklah. Terserah apa maumu.” Ucapnya, lagi.
Semenjak kejadian tertabrak sampai lelaki itu mengobatiku di cafe, membuat kita semakin dekat. Kita sering bertemu di cafe itu sambil menghabiskan waktu bersama untuk mengobrol kejadian yang kita alami. Kita juga pernah pergi menonton bioskop bersama, berjalan-jalan di Myeongdong, dan pergi ke taman bermain. Meski begitu, kita sudah menjalani hubungan dekat ini tanpa mengetahui nama satu sama lain sekitar hampir 2 bulan.
Hari ini, aku memiliki janji dengan lelaki itu untuk bertemu di cafe. Berbeda dengan hari sebelum-sebelumnya, wajah lelaki itu terlihat ada sesuatu lain yang harus dikatakannya padaku.
“Apa ada masalah? Kau terlihat berbeda hari ini..” ucapku bertanya pelan padanya yang masih memutar-mutar handphone di tangan kanannya.
“Sebenarnya... Ini.” ucapnya yang langsung memberikanku sebuah kotak kecil berwarna hitam.
“Apa ini?”
“Buka saja”
Ku membuka kotak itu. Terdapat sebuah kalung cantik berwarna putih yang terdapat simbol music disana. Ku memutar pikiranku, ‘Ini untukku?’
“Tetap disitu, akan ku pakaikan untukmu.” ucapnya yang langsung mengambil kalung yang diberikannya dan memakaikannya padaku.
‘Tampak cantik..’ pikirku setelah melihat kalung ini melingkar dileherku.
“Kau suka?” tanyanya yang hanya kujawab dengan anggukan saja. Keheningan lagi-lagi mulai tercipta. Baru kali ini aku melihat lelaki itu kehilangan topik untuk berbicara denganku. Biasanya, dia selalu memiliki berbagai topik pembicaraan yang akan ia bicarakan denganku.
“Siapa namamu?” akhirnya pertanyaan itu muncul dari mulut lelaki itu. Namun, matanya berkata berbeda. Aku merasa dia masih sangat berbeda dari lelaki yang ku kenal sekitar 2 bulan yang lalu.
“Lee Ha Yi...” jawabku singkat, seraya menatapnya lekat-lekat. Berusaha menerka-nerka ucapan apa yang akan diucapkannya.
“Nama yang cantik.. Seperti pemilik namanya. Tempat tinggal mu dimana?” sambungnya.
“Jauh dari sini. Kau harus menaiki subway dan turun di pemberhentian terakhir dan masih harus berjalan lagi.” jawabku. “Kau berasal dari mana?” tambahku.
“Aku? Dari Seoul dan tinggal di daerah Gangnam..” jawabnya yang masih terlihat gugup dan aneh.
“Nama?” tanyaku, lagi.
“Nama? Namaku—” belum selesai ia berucap, suara tercipta dari handphonenya. “Tunggu sebentar. Aku akan mengangkat panggilan ini dulu..” ucapnya yang langsung berjalan pergi dari mejanya.
10 menit menunggu di dalam cafe sendirian, membuat susana bosan menjalari tubuhku. Ku hembuskan nafas yang entah sudah berapa kalinya. Bersamaan dengan itu, sebuah pesan singkat ku terima.
From: Geu Namja
Mian.. Aku masih ada urusan. Kau tak perlu menungguku.
Reaksi pertama yang kulakukan adalah hanya mendengus kesal. Dan semenjak kejadian itu pula, lelaki itu tak pernah muncul lagi di cafe ini. Dulu, aku sering sepulang sekolah menghabiskan waktuku di cafe untuk menunggu lelaki itu. Hingga aku mulai lelah menunggu dan membiarkannya pergi begitu saja.
--FLASHBACK END--

Ku membuka mataku kembali, melihat sekeliling yang sekarang sangat sepi tak ada satu orang pun. Hanya ada seorang pelayan yang duduk di kursi kasir yang sibuk dengan majalah fashion yang dibacanya.
Kue yang telah terbungkus rapi telah berada di meja kasir. Segera ku berdiri menuju meja kasir untuk membayarnya beserta minuman yang ku minum.
Klinting Klinting
Bunyi dari arah pintu telah berbunyi lagi, menandakan bahwa ada seseorang masuk. Orang tersebut berjalan dan kemudian berdiri tepat di sampingku. Namun, aku tak terlalu menghiraukannya.
“Mohon untuk mengisi kertas kirim ini. Akan dikirimkan untuk siapa dan data anda yang berisikan nama, alamat, dan nomor telepon yang dapat kami hubungi. Terima kasih.”, ucap pelayan kasir padaku. Aku memang ingin menyewa jasa pengatar saja. Aku tidak mungkin membawa kue sebesar ini dengan keadaanku yang harus menaiki subway untuk menuju kerumah.
Setelah selesai mengisi kertas itu, segera ku menyerahkan kertas itu beserta kartu kreditku.
“Mau memesan apa, Tuan?” sapa seorang pelayan pada orang yang baru saja datang tadi. Aku samar-samar mendengarkannya karena masih sibuk mencari earphone yang berada di tas yang ku bawa.
“Aku memesan seperti biasanya saja. Cappuccino yang yang dicampur dengan coffee americano lalu ditambah dengan susu coklat.” Ucap seseorang di sampingku ini. Suaranya bahkan sangat jelas tertangkap indera pendengaranku.
Ucapan lelaki itu menghentikan aktivitasku. Jantungku mulai berdegup kencang. Aliran darahku mengalir cepat ke sekujur tubuhku. Nafasku juga semakin tak teratur. Segera ku tatap lelaki itu lekat-lekat. Pikiranku mulai mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu.
‘Bagaimana bisa orang ini memesan menu yang sama dengan seseorang yang ku kenal dari masa lalu itu?’ berbagai pertanyaan mulai muncul dari benakku. Tanpa sadar, pelayan sedari tadi memanggilku, namun tak kuhiraukan.
“Nona Lee Ha Yi?” ucap pelayan akhirnya menyebutkan namaku keras karena kesal merasa tak dihiraukan.
Kini lelaki itu melihatku juga. Mata kami bertemu. Mataku mulai liar mencari tiap sudut matanya. Mencari bukti apakah lelaki itu merupakan lelaki yang berasal dari masa laluku atau tidak.
“Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku tiba-tiba pada lelaki itu. Berapa detik kita bertatap muka bingung, suara pelayan memecahkan konsentrasiku padanya.
“Tuan Kyungsoo, ini pesanan anda” ucap pelayan yang seketika membuatku berpaling menatap pelayan dan namja yang dipanggil Kyungsoo itu bergantian.
‘Kyungsoo? Apakah namja itu kau?’












To be continued...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar ^^