Rabu, 19 Maret 2014

Spring - R

R


S.P.R.I.N.G
Series
[60 Second]

Author : I [YOU]
Editor :  Zi_You

Watch : Video Teaser
 
Read For:
SP | Now | I

Title : 60 SECOND | Main Cast : Kang Minhyuk _ CNBLUE, Jung Kristal F(x) | Genre : AU,Sad,Hurt, and Romance | Duration : Ficlet

Summary :
Aku mencintaimu meski  enam puluh detik  hidupmu mengingatku
.
 Hai guys … author bawa ff baru nih  kali ini aku persembahkan  couple Kang Minhyuk and Jung Kristal , mian kalau ada kesamaan tempat , cerita dll itu tanpa ada unsure kesengajaan .Oke guys gak usah banyak cuap cuap  nih langsung aja  ^-^ Happy reading …!!!                                   
-o0o-
Seoul , South Korea at 08:00
Kang Minhyuk POV
            Bulir-bulir deras ini masih sama. Tak akan pernah berhenti sebelum Tuhan menghendakinya. Suhu yang dingin kini merasuk  melalui pori-pori kulit putihku hingga membuat tulangku terasa membeku. Ku rekatkan kembali mantel hangat ini  sembari menyusuri jalan yang setengah jam lalu tak henti hentinya menguar klakson mobil para pengendara, kini hening bagai ruang tanpa penghuni.
            Revallina Café. Tertera jelas nama itu pada papan salah satu café sederhana di seberang jalan ini, meskipun hampir samar tertutup deretan pertokoan lain. Ku hentikan langkahku tepat di depan café itu. Lalu ku letakkan payung hitam yang sedari tadi bertengger di tangan kananku  pada  sebuah  gantungan besi yang sejajar dengan papan menu hitam yang berada tidak jauh dengan pintu masuk  café ini. 
Ckerk…
Decitan suara pintu yang terdengar samar saat pintu itu terbuka. Ku dudukkan diriku pada bangku klasik di  sudut ruangan ini. Kini angin pun berhembus pelan melewati celah jendela  coklat ini.
 Hening. Sebelum suara detakkan high heels yang menyentuh permukaan lantai itu menelusup gendang telingaku.
“Selamat pagi tuan. Anda ingin memesan apa?” ucap seorang gadis yang kini telah berdiri di sampingku sembari menyerahkan daftar menu kepadaku. Jung Krystal. Nama yang  tertera jelas nama pada kemeja kerjanya.
Gadis itu mengumbar senyumnya padaku menunjukan betapa ramahnya pelayan di café  ini. Dan kutemui lagi mata coklat itu. Mata yang selalu membuatku tenang. Mata yang selalu membuatku bahagia. Dan senyum itu. Senyum yang mampu  membuat ku selalu merindukannya.
“Tuan, anda mau pesan apa?” ucap Krystal, lagi. Yang kali ini berhasil membuyarkan lamunannku. Kini iris matanya mulai menelisikku dengan raut sedikit bingung.
“ Emm… Satu gelas cappuccino hangat.” ucapku  merespon pertanyaan Krystal sembari ku ulas senyum simpul untuknya.
“Tunggu sebentar, saya akan mengantarkan pesanan anda.” ucapnya, lagi sebelum ia beranjak pergi dari hadapanku.
            Ku pandangi ia, yang kini sedang  meracik minuman pesananku. Tak ada yang berubah. Dia masih secantik dulu. Tapi aku tak tahu apakah hatinya masih sama, masih milikku? Meskipun ia tak ingat sama sekali tentang diriku.
Alzaimer, andai saja penyakit itu tak menyerang otakmu, aku mungkin tak sesakit ini. Kau bahkan tak menyadari keberadaanku, meskipun aku  berada sedekat ini dengan mu. Kau bahkan tak mampu hanya sekedar mengingat namaku atau wajahku.
Jika saja  sang waktu kembali berputar. Berputar pada memori tiga bulan lalu, disaat kami  saling mencintai. Disaat jemari ini saling bertaut dan disaat aku berlutut berjanji akan selalu berada di sampingmu, menjagamu dan membangun bahtera kecil dimana selalu ada senyum di dalamnya.
Tidak bisakah hatimu berperan menuntunmu kepadaku meski kau tak mampu? Hingga kau tahu jika aku adalah seseorang yang akan selalu mencintaimu meskipun  mata ini telah terpejam, dan jantungku tak mampu lagi bekerja.
Aku sangat mencintaimu, Jung Krystal. Jika kau ingin tahu yang sebenarnya tentang hatiku, meskipun hanya tiga detik saja kau tahu namaku dan didetik itu pula kau melupakannya.
-o0o-
Lima menit sudah aku menunggu minuman itu. Tapi nihil. Kau sama sekali tak  mengantarkan pesananku. Dan telah  sepuluh kali pula kau  kembali dan pergi  dari hadapanku   hanya untuk menanyakan minuman apa yang akan aku pesan. Separah itukah penyakit itu menggerogoti tubuhmu chagi-ya?
Detak high heels itu pun mulai menggema kembali  dan semakin dekat dimana sekarang aku berada. Seorang gadis cantik  bertubuh ramping, dengan rambut panjang  kecoklatan yang ia biarkan terurai menutupi wajah  tirusnya membawa sebuah nampan yang berisi satu gelas cappuccino. Ia lalu menaruhnya perlahan di mejaku. Tak lupa sebuah senyuman manis tersungging di ke dua sudut  bibirnya.
“Silakan diminum selagi hangat, tuan.” Ucap Krystal sebelum ia beranjak pergi dari hadapanku.
Gomawo.” Hanya satu frasa yang mampu ku ucap. Dan hanya satu frasa itu pula yang mampu mewakili perasaanku. Bahkan untuk sekedar mencegahnya agar tak pergi dari hadapanku, aku tak bisa.
Asap itu masih mengepul di atas cangkir klasik putih ini. Ku hembuskan nafasku, menetralkan suhu di sekitar cangkir ini, lalu kusesap cappuccino itu perlahan.
Air itu  kini mulai tercampur dengan saliva dan hampir mencapai tenggorokan, tapi tak ada rasa yang tercipta. Hanya rasa asin yang melekat erat di indara pengecapku.
 Kini hatiku semakin sakit  menerima kenyataan ini. Sangat sakit  hingga aku tak mampu lagi merasakan ribuan belati yang telah menusuk jantung ku saat ini. Bahkan kini kau tak mampu lagi membedakan gula dengan garam. Mungkinkah takdir seperti ini yang harus aku jalani?
Jung Kristal POV
            Hujan masih saja mengelurkan air matanya, hingga embun masih saja riang melukis di atas kaca-kaca jendela. Membuat jarak pandang sedikit terganggu.
 Ckrek….
Terdenganr suara pintu café yang terbuka perlahan. Membawa angin yang seakan  berlomba  menelusup memenuhi ruang ini. Iris mataku terkunci pada seorang pria yang baru melangkahkan kakinya  memasuki café ini. Tapi entah mengapa aku merasa ada yang berbeda antara pria itu dengan pelanggan lain. Aku merasa aku sangat bahagia saat melihatnya, tapi sungguh aku  tak tahu kenapa, tak ada memori tentangnya bahkan hanya sekedar mengingat nama lelaki itu.
Ku langkahkan kakiku menuju meja no 24 yang berada di sudut ruang ini. Meja itu milik pria jangkung yang baru saja mendudukkan dirinya. Ku sodorkan  buku menu yang kini berada di tangan kananku. Tapi entah kenapa ia sudah hafal betul menu-menu di café  kami. Apakah dia pelanggan tetap di café kami? Entahlah.
Segera ku langkahkan kaki  bergegas menuju dapur. Tanpa kusadari tangan ini telah meracik pesanan pria itu dengan lihai, meskipun hal ini  setiap hari aku lakukan. Setelah cappucino itu telah tersaji dalam cangkir klasik itu, aku merasa jika cappuccino ini memiliki racikan yang berbeda. Walaupun sebenarnya aku tak tahu apa yang membuatku merasa ada yang berbeda dari racikan tersebut.
Segera ku letakkan secangkir cappuccino ini dia atas nampan coklat dan menghidangkannya.
Kulangkahkan  kakiku menuju meja itu dan tiba-tiba saja perasaan aneh membuncah di dalam hatiku, saat lelaki itu menatapku. Perasaan yang dengan sekejap mampu  membuatku bahagia dan nyaman untuk menatap matanya, walau hanya sejenak.
  Dan tatapan itu seakan membawaku pada suatu titik dimana aku pun sama sekali tak mengerti maksudnya. Tatapan yang seolah-olah mengisyaratkan sebuah kerinduan dan tatapan itu terlihat sangat tulus.  
Lalu  senyuman itu. Senyuman yang ia umbar padaku, sebelum ku alihkan kakiku pergi. Sepertinya aku sangat  mengenal senyuman itu, tapi entah mengapa aku tak ingat sama sekali.
-o0o-
Hening. Suasana ini masih sama dengan beberapa menit lalu. Tak ada pelanggan yang menyempatkan waktunya  hanya sekedar menyesap latte di café kami.
Kini iris mataku masih saja terfokus pada gelas-gelas yang telah tertata rapi  setelah beberapa menit lalu aku mengelapnya dengan sepotong kain berwarna putih berbentuk persegi  yang kini masih bertengger di tangan kananku.
Ku alihkan pandanganku  dari tatanan peralatan makan ini  ke seluruh ruangan ini  yang masih saja sunyi bagai  ruang tak berpenghuni. Bahkan hanya detakan jam yang terdengar sangat samar berusaha mengusir kesunyian ini. Pandanganku terkunci pada sebuah benda  hitam kecil yang tergeletak didekat cangkir yang kini telah kosong. Benda itu  menarik perhatianku, hingga  ku putuskan melangkahkan kaki ini menuju benda itu. Benda yang berada di meja sudut ruang ini.
‘Handycame?’  batinku. Aku bahkan tak ingat jika telah ada seorang pelanggan di café kami. Perlahan ku ambil handycame itu. Lalu ku tarik salah satu kursi yang berada di depanku dan mendudukkan diriku pada kursi klasik ini.
Ku tekan tombol on  dari sekian tombol yang melekat pada komponen keras handycame ini dan terlihat  dalam video itu seorang pria tampan yang entah aku tak tahu siapa dia dengan seorang wanita dengan balutan gaun putih selutut dengan ujung sedikit mengembang.
Mataku terbelalak seketika, saat aku melihat seseorang dalam rekaman video pendek ini. Perasaan terkejut tak henti-hentinya menghujam jantungku. Aku tak percaya mengapa gadis dalam video ini sangat mirip denganku. Apakah gadis ini adalah aku? Lalu siapa lelaki itu? Apa hubungannya denganku?
Kini berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku. Aku mencoba membongkar memori-memori itu. Tapi nihil. Aku sama sekali tak mengingat satu pun memoriku dengan lelaki ini. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?
Video itu terus saja  berputar. Menampilkan wajahku dengan lelaki itu. Lelaki yang namanya pun aku tak  tahu. Video tersebut menampilkan semua kemesraan yang pernah kami jalani bersama.
“Emm… Hai … bagaimana kabarmu  hari ini chagi-ya? Apa kau masih mengingatku? Aku Kang Minhyuk  lelaki yang selama ini kau anggap sebagai malaikat pelindungmu… Hemm.. mungkin ini sedikit berlebihan.
Emm … aku benar-benar mencintaimu  Jung Krystal,  jika kau ingin tahu yang sebenarnya tentang hatiku, meskipun kau tak lagi menyadari keberadaanku di sampingmu, meski kau tak mampu hanya sekedar mengingat wajah atau namaku. Tapi aku ingin kau tahu satu hal aku mencintaimu meski hanya enam puluh detik  hidupmu mengingatku.
Aku akan merekam semuanya untukmu , agar kau selalu ingat jika aku Kang Minhyuk adalah tunanganmu.
Saranghae…
Rasa sakit yang tiba-tiba muncul menghujam hatiku. Membuat bulir-bulir bening ini jatuh menuruni pipiku tanpa aku sadari. Sungguh aku tak sanggup saat memori itu tiba-tiba saja  berputar kembali dalam otakku. Tak ada frasa yang mampu terucap hanya sebuah kesakitan dan ketakutan. Bagaimana jika suatu hari nanti aku akan jauh melupakanmu atau bahkan aku pergi menghilang tanpa jejak,  dan tak penah kau temukan lagi keberadaanku. Apa kau akan mencariku?
Mianhae, Minhyuk-ya.



-THE END -


 

Gimana ? kurang ngefeel ya mianhae . Emm… cerita ini sengaja aku gantung biar readers bisa menyelesaikan sesuai keinginan kalian .Tapi jangan lupa RCLnya guys See you bye bye ^_^.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar ^^