ALL MY LOVE IS FOR YOU
A
fanfiction by : Zi_You
Cover by
: I_You
Title:
All My Love Is for You | Cast : -Kim
Jong In (EXO K) and Yoon Mi Chan (OC) | Duration : Vignate | Genre: Fluff (May be)|
Summary:
-Dengarlah suara hujan
ini. Yang menenangkan, walau membawa angin musim dingin yang menusuk kulitku.
Yang membawaku, berada di sampingmu-
*
*
Waktu
menunjukkan 05.00 PM untuk waktu di belahan Bumi bagian Barat, ketika
titik-tittik air itu dengan ringannya turun dari gumpalan awan. Langit mengubah
warnanya, menutupi langit jingga di senja hari. Membawa angin musim dingin yang
menusuk kulit.
Gadis
itu melihat arloji putih di tangan kirinya, sekilas. Pandangannya kini tertuju
pada titik-titik air yang mulai jenuh berada pada gumpalan awan putih. Diantara
gemericik titik-titik air tersebut, terdengar desahan kasar dari mulut gadis
tersebut. Kedua tangannya ia telangkupkan ke depan dadanya, memegang erat
bingkai kanvas yang kini di selimuti kertas coklat.
Lelaki
itu menghentikan permainan tari modern-nya, lantas berjalan mendekat pada tape
hitamnya, lalu mematikannya. Nafasnya berderu. Peluhnya kini mulai merembes
melewati lekuk wajahnya. Pandangannya kini tertuju lurus pada titik-titik air
hujan. Ia lalu melirik arloji hitam di tangan kirinya, sekilas. Tangan kanannya
terulur mengambil tas ranselnya, lantas ia sandarkan pada bahu kanannya. Ia
kemudian melangkahkan kakinya, keluar dari ruangan tari tersebut. Sepanjang
lorong-lorong yang ia lalui, indra pendengarannya hanya menangkap ocehan kesal
mahasiswa lain, yang merutuki datangnya titik-titik air tersebut.
Langkah
lelaki tersebut berhenti, ketika pandangan matanya yang menyipit, menangkap seorang
gadis berambut pirang, yang mungkin menunggu hujan mereda. Tangan kanannya terulur
menengadah titik-titik air. Pandangan lelaki itu masih saja menatap kosong
gadis yang membelakanginya, seolah dia adalah objek terindah, walau ia tak
melihat wajah cantik gadis tersebut.
“Mi
Chan”gumam lirih lelaki tersebut. Bibirnya mengumbar senyum manisnya. Sedangkan
tangan kanannya memegangi dada kirinya, merasakan denyut jantungnya yang
berdetak tak normal. Namun, sedetik kemudian, kepalanya mengeleng. Tangannya ia
hempaskan. Ia menarik nafas dalam-dalam, sebelum akhirnya ia melangkahkan
kakinya kembali.
Ketika
ia sampai pada ujung lorong, pandangannya tertuju lurus pada titik-titik air
yang semakin deras. Ia pun mengembangkan payung putihnya, yang sedari tadi
berada di tangan kirinya. Ketika kaki kanannya melangkah, kepalanya menoleh
pada gadis tersebut. Bibirnya melengkung, membentuk senyum manis. Ia pun
menurunkan payungnya, dan mendekat pada gadis tersebut.
“Menunggu
seseorang, Mi Chan?”ujar lelaki tersebut. Mi Chan mendongkakkan kepalanya yang
sedari tadi tertunduk. Ia lalu menatap lelaki tersebut.
“Jong
In?”ucapnya lirih. Namun, masih terjangkau indra pendengaran lelaki jangkung di
depannya. Mulutnya sedikit terbuka, terlebih senyum manis Jong In yang mampu
membuatnya kehilangan setengah kesadarannya.
“Kau
tahu namaku?”ucap Mi Chan.
“Yeah.
Siapa yang tak tahu pelukis cantik berbakat sepertimu?”ucap Jong In, yang diakhiri dengan tersenyum simpulnya. Mi
Chan menundukkan kepala, menutupi semburat merah dengan rambut pirang
panjangnya. Ia menatap lurus pada sepatu putih yang menutupi telapak kakinya.
“Kau
menunggu seseorang, Mi Chan?” lagi,Jong
In mengulangi perkataannya beberapa menit yang lalu. Ia menatap Mi Chan yang
hanya menunduk, penuh harap. Dengan helaan nafasnya, Mi Chan mendongkakkan
kepalanya.
“Ya.
Mengunggu sesuatu yang indah. Pelangi.” ucap Mi Chan, seraya
mengumbar senyum manisnya lagi. Ia menatap mata teduh Jong In sebentar, lalu
menatap awan nimbo stratus yang dengan ringannya menurunkan titik-titik air.
Matanya berbinar, ketika kata terakhir ia ucapkan.
“Aku
tahu, seorang gadis akan sangat benci jika menunggu sesuatu, bukan begitu?”ucap
Jong In mengikuti binar mata Mi Chan. Ia lalu mengulurkan tangannya, lalu
menggenggam erat pergelangan tangan Mi Chan. Membuat gadis cantik itu memutar
bola matanya pada mata teduh Jong In. Mi Chan hanya menautkan alis coklatnya, menanggapi
ucapan Jong In tadi. Namun, Jong In seolah tak menginginkan Mi Chan menjawab
pertanyaannya, ia menarik tangan Mi Chan dalam payung putihnya.
Hening.
Tak ada pembicaraan ketika mereka dalam perjalanan meninggalkan Unversitas
favorit itu. Hanya ada suara desahan nafas dari mulut Mi Chan. Kedua tangannya
semakin mengeratkan dekapan pada bingkai kanvasnya. Jemari kanannya mengusap
pelan lengan kirinya, berusaha menepis titik-titik air yang terbawa angin musim
dingin. Gerakan jemari kanannya terhenti, ketika sebuah tangan kekar
mencengkeram erat lengannya, tepat di atas jemarinya. Mi Chan mendongkkan
kepalanya, memutar bola matanya. Ia menatap Jong In dengan pertanyaan yang
belum sempat terucap oleh bibirnya.
“Aku
juga tahu, seorang gadis akan sangat merutuki dirinya, saat angin musim dingin
dengan mudahnya menusuk pori-pori kulitnya, bukan begitu?”ucap Jong In. Sorot
matanya tertuju lurus pada titik-titik air yang terhalau oleh payung putihnya. Mi
Chan tersenyum simpul menanggapi ucapan Jong In. Jong In lalu menoleh,
mengamati Mi Chan yang masih mengusap pelan bahu kirinya, juga memperat bingkai
kanvas di dekapannya.
“Kau
mendapat tugas akhir dari Kim Songsaenim?”ucap
Jong In. Mi Chan menoleh. Mata coklatnya mendapati Jong In yang kini
mengamatinya. Mi Chan hanya menggangguk seraya tersenyum simpul.
Kaki
jenjang Mi Chan berhenti melangkah, ketika Jong In juga menghentikan langkahnya.
Mata coklat Mi Chan beradu pandang dengan Jong In. Bukan tatapan tegas, di
paras tampan Jong In , tapi tatapan teduhnya. Mi Chan kini seakan tak
menghiraukan tubuh rampingnya yang merasa kedinginan, hanya tatapan Jong In yang
sanggup mengunci segala penglihatan dan geraknya.
“Apa
kau keberatan, jika aku hanya mengantarmu ke apartemenmu dengan sebuah payung?”
Hanya suara bass Jong In juga yang mampu mengalihkan pandangannya dari tatapan
teduh Jong In. Mi Chan hanya mengibas pelan kepalanya, yang diikuti anak
rambutnya, ketika suara bass itu membuatnya tersadar.
“Dia sungguh egois,
membuatku seperti ini.” Hanya satu kalimat
yang terlintas dalam fikiran Mi Chan, jika mata coklatnya bertemu dengan mata teduh
Jong In.
“Ah,
aku mungkin tak akan pulang ke apartement hari ini. Aku akan ke Seoul untuk
menghadiri pameran.”
“Menyerahkan
lukisanmu kepada Kim Songsaenim?”
“Yeah,
seperti itu.” Kembali hening. Ketika Mi Chan menyelesaikan kalimat terakhirnya.
Jong In kemudian kembali memandang Mi Chan. Seakan mengunci pandangan gadis
bermata coklat ini. Hanya untuk menatapnya.
Tangan
kekar Jong In yang semula memegang erat bahu Mi Chan, kini ia tarik. Tangan
kirinya kini menarik pelan pergelangan. Mi Chan Ia memeluk erat Mi Chan.
Meneggelamkan kepala Mi Chan pada dada bidangnya. Tak memberi jarak sedikitpun
antara dia dan Mi Chan. Bersamaan dengan itu, jaket kulit Jong In basah. Bukan.
Bukan karena titik-titik air dari awan putih, melainkan dari genangan air
coklat yang mungkin sengaja terlewati mobil.
“Jong------”
Kedua alis coklat Mi Chan menaut. Saat Jong In kini memeluknya erat.
“Aku
tak ingin penampilanmu, juga kanvasmu kacau.” Suara bass yang lirih itu,
menggema di telinga kanan Mi Chan. Ia memamerkan senyum manisnya, walau tak
banyak orang yang tahu, termasuk Jong In.
“Terima
kasih. Dan… maaf.”ucap Mi Chan, seraya melepas pelukan. Jong In Kepalanya
menunduk, yang diikuti rambut pirangnya. Jong In tersenyum simpul. Tangan
kekarnya yang semula memeluk Mi Chan, kini menggakat dagu runcing Mi Chan.
“Tidak.
Aku yang minta maaf, memelukmu secara lancang.”
Mi
Chan melirik sekilas arloji putihnya. Raut mukanya yang sedari tadi menggumbar
binar kebahagiaan, kini berubah menjadi cemas. Jong In yang mengikuti mata
coklat Mi Chan, hanya menautkan alis hitamnya.
“Jong
In Terima kasih atas tumpangan payungmu. Aku harus secepatnya menuju stasiun.
Mengejar kereta, sebelum benar-benar meninggalkanku.” Mi Chan kembali mengumbar
senyum manisnya. Lalu menepuk pelan bahu Jong In, sebelum ia melangkah menjauh
dari lengkungan payung Jong In. Jong In mencengkeram pergelangan Mi Chan, erat.
Membuat anak rambut Mi Chan bertebangan.
“Tidak.
Aku akan mengantarkanmu menuju stasiun. Bahkan jika keretamu telah
meninggalkanmu, aku akan mengantarkanmu menuju pameran.” Raut muka tegas,
terlihat jelas di wajah tampan Jong In.
“Tidak
usah mengantarkanku. Kau besok juga akan menghadiri pertunjukkan Lee Songsaenim, sebagai penampil dance
bersama temanmu, bukan?”
“Hanya
sampai stasiun.” Raut muka tegasnya berubah. Kini hanya terlihat raut memohon
dari wajah Jong In. Terlebih dengan susah payahnya, kedua tangan kekarnya ia
telangkupkan menjadi satu. Membuat Mi Chan luluh, yang diiringi senyum manis
serta anggukan kecil Mi Chan.
“Baiklah.”
-THE
END-
A/N:
Yee~
Ini ff ku yang ke dua. Masih seputar ficlet dan vignate. Hehe. Dan, ff ini
masih banyak kekurangannya. Gak tahu deh, fluffnya kena atau enggak. Oh, satu
lagi, ini idenya murni dariku, kalau mungkin kalian merasa adegannya sam dengan
ff lain, itu bukan karena aku plagiat, ya. Karena pada dasarnya tak salah kalau
seseorang memiliki pemikiran yang sama. Oke, see you next fanfiction.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^