너하나야
“Neo Hanaya”
(Only You)
A fanfiction by Aydipal
Title : Neo
Hanaya (Only You) | Main Cast: Oh Sehun (EXO-K)
and OC | Duration : Oneshoot| Genre: Romance, Sad |
.
Happy reading!
.
.
.
Hari
ini sepertinya kepalaku kurang berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung.
Rasanya semua perkataan songsaenim
hanya lewat ditelinga tanpa singgah dulu di otak. Tiap menitnya, aku hanya
melihat mulut songsaenim yang sudah
seharusnya berbusa karena sedari tadi mengoceh tidak karuan dan tidak bisa
kumengerti sama sekali. Sesekali kucoba membelalakkan mataku mencoba
berkonsentrasi. Namun, tak berhasil.
TING
TING TING
Suara
bel istirahat berbunyi. Seperti biasanya, semua murid berhamburan keluar kelas
untuk pergi ke kantin atau sekedar berjalan-jalan di taman. Tapi, tidak denganku. Aku lebih suka dikelas,
sekedar membaca buku pelajaran yang akan diajarkan setelah ini atau
mendengarkan music kesukaanku.
“Kau
tidak ke kantin?”tanya seorang gadis padaku. Dia adalah Ja Neul. Sahabatku.
“Ani. Aku di kelas saja.”jawabku singkat
memberikan senyuman tipis padanya.
“Em..
araseo. Tapi, hari ini kau kenapa?
Tidak biasanya kau seperti tadi. Biasanya kau selalu berkonsentrasi penuh dalam
pelajaran. Ada apa, hah?”tanyanya penasaran yang sekarang duduk di kursi depan
mejaku.
“Kau
memperhatikanku, ya?”tanyaku sedikit bergurau dengannya.
“Aisshhh,
aniya! Aku hanya tidak sengaja melihatmu
melamun tadi. Ada apa?”
“Tidak
terjadi apa-apa.”jawabku santai dan sedikit membuka lembaran buku ditanganku.
“Ya!
Katakan padaku. Ada apa, hah? Ayolah.”rengeknya.
“Ja
Neul—”belum sempat
melanjutkan perkataanku, seseorang tiba-tiba memelukku dari belakang.
“Ya~!
Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak ke kantin?”tanya suara orang yang
memelukku saat ini. Suara yang sangat familiar, bagiku.
“Ah~
Sehun! Dia tidak ingin ke kantin, lagi!”ucap Ja Neul
“Benarkah?”ucap
Sehun yang sekarang memegang bahuku dan mengarahkan badanku berhadapan dengannya.
“Kau
memang tidak lapar, hah? Kau harus banyak makan. Lihat tubuhmu ini, kurus sekali!
Kau harus banyak makan. Ara?”ucapnya
tersenyum manis menatapku dengan tatapan teduh bagaikan seorang malaikat dari
surga yang memang diciptakan untuk melindungiku.
Rasanya
waktu berhenti untuk sesaat. Jantungku berdegup kencang. Nafasku tersendat-sendat
dan sesaat lupa bagaimana caranya berbicara. Mata kita benar-benar bertemu,
sekarang. Saling menatap. Dia seperti medusa yang dapat membuat orang membatu
hanya dengan melihat matanya saja. Layaknya diriku saat ini yang sedang membatu
dan beberapa kali mengedipkan mata, refleks.
“Ani.”jawabku seraya mengibaskan
tangannya yang memegang bahuku dan menempatkan tubuhku ke posisi semula.
“Sebaiknya
kalian saja yang ke kantin, aku mau belajar dulu. Jangan menggangguku.” kataku
gugup.
Kuputuskan
untuk mengambil buku matematika ku di tas. Sedangkan Ja Neul mengajak Sehun
pergi dari tempatnya berdiri.
“Lagi-lagi perasaan
ini. Ada apa denganku? Aku
seharusnya tidak boleh menyukaimu, Sehun. Aku takut membuatmu terluka,
nantinya.”
~Neo
Hanaya~
Dedaunan
berjatuhan satu demi satu di tempatku berdiri. Daun kecoklatan yang
meninggalkan ranting-ranting pohon ini, menandakan bahwa musim dingin sebentar
lagi datang. Udara juga semakin dingin tiap harinya, seperti hari ini. Kuputuskan untuk memakai jaket yang
lebih tebal dari hari sebelumnya dan berusaha untuk tidak berlama-lama
melakukan aktivitas diluar ruangan.
Rumahku
dan sekolah berjarak sekitar 1 km dan hanya ku tempuh dengan naik 1 bus subway
saja. Rumahku dan Sehun bersebelahan. Bahkan atap rumah kami saja hanya
berjarak 1 langkah dan tingginya juga hampir sama. Kami berteman dari kecil,
lebih tepatnya berteman sejak 13 tahun yang lalu. Saat itu, aku sangat
membencinya. Dia sangat jail dan suka menggangguku. Namun, lambat-laun kita
menjadi dekat dan bersahabat.
Entah
sejak kapan aku mulai suka dengannya. Aku saja tak dapat membedakan ini
perasaan suka sebagai sahabat atau perasaan kepada seorang laki-laki. Dia
selalu saja berada disampingku dan tidak membiarkan laki-laki lain mendekatiku.
Dengan keadaan seperti itu, kemungkinan aku menyukai Sehun lebih besar dari
pada laki-laki lain? Ah~ dia benar-benar membuatku gila.
Salah
satu tempat yang paling sering kudatangi untuk sejenak melepas rasa suntuk atau
sedihku adalah atap rumah. Aku memulai kebiasaan ini sejak umurku 10 tahun.
Saat itu, aku sangat suka memanjat pohon. Dan karena oleh orang tuaku tidak
boleh memanjat pohon lagi, akhirnya aku mempunyai jalan keluar, yaitu memanjat
atap rumahku sendiri. Tentu saja tanpa sepengetahuan mereka.
Sudah
2 jam aku berada di atap rumahku ini. Sendirian dan tidak ada yang menganggu.
‘Hah.. Baguslah tidak
ada Sehun. Aku bisa salah tingkah bertemu dia karena kejadian tadi pagi. Huft..
orang itu, rasanya aku ingin pindah rumah saja agar tak bertemu dengannya!’pikirku
sejenak menutup mata sebal. Tak lama kemudian...
“Hey!
Apa yang kau lamunkan, hah?”gertak seseorang mengagetkanku dari belakang.
“Ya! Kau mengagetkanku!Em.. kau Sehun?
Ada apa?” ucapku kaget melihat kehadiran Sehun. Baru beberapa detik yang lalu
aku memikirkannya dan sekarang dia berada di sampingku, menggunakan muka
innocent nya itu, untuk tersenyum.
‘Hah, Jinjja! Kenapa dia datang ke tempat ini?’
“Ani. Kau kenapa kaget melihatku? Apakah
aku tadi memikirkanku? Hayooo~”ucapnya curiga dan mencubit pipiku pelan.
“Kau
bermimpi, hah? Mungkin dunia sudah kiamat jika aku memikirkanmu.”jawabku kejam
dan menjitak kepalanya dua kali.
“Sakit!
Kau
ini!”balasnya berbalik memukul kepalaku.
Sehun
sering menemaniku ketika ku berada di tempat ini. Di tempat ini, aku juga sering
mencurarkan hatikupadanya.Mencurahkan hatiku tentang Ja Neul, teman lainnya,
dan juga orang tuaku sendiri. Selain itu, dia juga tau semua tentangku. Dari
makanan, minuman, sampai warna kesukaanku. Kami berada di tempat ini hanya
sekedar mengobrol untuk saling mengerti satu sama lain.
“San
Ri-ah.” ucap Sehun yang sekarang menidurkan kepalanya di pangkuanku.
“Hem.”
ucapku tak terlalu memperdulikannya dan membuka lembaran buku novel yang sedang
kubaca.
“Kita
sudah 13 tahun berteman, bukankah itu waktu yang sangat lama untuk hubungan
seorang laki-laki dan perempuan untuk berteman?”tanyanya.
“Benarkah? Apa sekarang kau mau
menyudahi pertemanan kita dan pergi, hah?”tebakku sembarangan.
“Apa
itu yang sedang kau pikirkan? Bagaiman kalau itu benar-benar terjadi?”tanyanya
lagi.
“Tak
tau. Mungkin aku akan mencegahmu pergi atau ikut denganmu untuk pergi. Aku
sudah terbiasa berada di sampingmu selama ini. Pasti sulit untukku jika seseorang
yang sudah sekian lama berada disisiku pergi begitu saja.”ucapku tenang dan
masih membuka tiap lembaran bukuku.
“Benarkah?
Syukurlah. Kalau begitu, kau tidak akan meninggalkanku, kan?”
“Belum
tentu. Suatu saat kau pasti akan bersama seorang gadis yang kau cintai dan aku
pasti juga akan bersama orang yang ku cintai. Mungkin disaat itu, kita harus
berpisah. Saat kita sudah menemukan jodoh kita masing-masing dan hidup
bahagia.”
“Benarkah?
Apakah aku hanya sebatas sahabat untukmu?”
“Menurutmu?”
“Sepertinya
begitu.”
Hatiku
merasakan sesuatu yang sedikit berbedasaatkalimatterakhirnya, meluncurdarimulutnya.Sepertiadasesakdalambenakku. Entah, aku pun takmengertiapa yang ku rasa.
Ingin rasanya mendengarnya mengatakan ‘Kalau begitu ayo
kita sudahi pertemanan ini, lalu berpacaranlah denganku’atau‘Maukah kau bersamaku selamanya’ atau entahlah.
“San
Ri-ah, kenapa kau tidak pernah memanggilku dengan sebutan ‘Oppa’?”tanya Sehun
“Karena,
aku tidak mau saja. Kau taukan bahwa sebutan ‘Oppa’ itu sesuatu yang special untukku. Aku tidak mau sembarangan
memakai kosakata itu.”
“Aku
tau itu. Jadi, aku bukan seseorang special untukmu?”
“Ya!
Oh Sehun, kau ada apa hari ini, hah? Kenapa kau banyak bertanya? Tidak seperti
biasanya.Kau
sedikit aneh malam ini.”
“Jeongmal? Ani, aku hanya ingin tau pendapatmu tentangku saja. Kalau begitu
aku langsung saja ya?” kini tubuhku sudah berhadapan dengannya secara langsung.
Jarak kami begitu dekat dan saling menatap. Pada awalnya, aku sedikit gugup
dengan apa yang dilakukannya namun semakin lama, kegugupanku mulai mereda.
Matanya, seakan berkata ‘Gwenchana’.
Membuatku tenang. Tatapan ini yang membuatku bertahan dari semua permasalahan
yang ada dihidupku. Setiap melihat matanya, perasaanku menjadi tenang dan
membuatku semakin tak bisa lepas darinya.
“Apakah
kau menyukaiku, San Ri-ah?”
Ucapan
itu membuatku berhenti bernafas. Jantungku merasakan 2 rasa sekaligus yaitu,
bahagia dan sakit. Bahagia karena selama ini ternyata kita mempunyai perasaan
yang sama. Bahagia karena aku bisa mengetahui perasaanya dari dirinya sendiri.
Aku sangat bahagia.
Tapi,
sakit. sakit yang ditimbulkan oleh hatiku adalah sebuah kenyataan bahwa kita
TIDAK MUNGKIN untuk bersama, Sehun-ah.
*Flashback*
“Sehun-ah.
Ayo kita pergi jalan-jalan!” teriakku di depan rumah Sehundengan riangnya.
“Eodiga?” jawabnya mengeluarkan kepala
dari kamarnya yang berada di lantai dua rumahnya.
“Em.
Moreugesseo.” jawabku ragu
“Araseo. Aku akan turun.” sahutnya
Tak
lama kemudian, ketika membuka pintu rumahnya dia berlari danseketika mengaitkan
tanganku ketangannya dan mengajakku pergi begitu saja. Sepanjang jalan, kita
sama sekali tak berbicara sepatah katapun. Namun, hatiku merasakan sesuatu. Sesuatu
yang mengganjal, entah apa itu. Cardigan
hitam yang dia pakai saat ini adalah hadiah ulang tahunnya tahun lalu dariku
dan begitu juga dengan syal yang dia pakai. Dari tempatku berdiri, aku hanya
bisa melihat wajahnya dari samping. Meskipun begitu, wajah tampannya tidak bisa
dibohongi. Dari sudut manapun, wajah tampannya akan selalu terlihat. Bahkan
ketika dia marah atau hanya diam. Lelaki ini adalah sahabatku.
“Sudah
sampai.” Ucapnya seraya menghentikan langkahnya, ia pun tersenyum manis padaku.
“Kita
dima—”belum
sempat melanjutkan perkataanku, melihat sekilas saja ku sudah tahu dimana
sekarang tempatku berdiri. Tempat ini adalah bukit di belakang rumah kita. Di
tempat ini, kau bisa melihat kota Seoul yang padat oleh gedung-gedung dan
nampak indah jika dilihat dari sini.
“Kau
belum pernah kesini? Padahal
tempat ini kan tepat di belakang rumah kita.” ucapnya memeluk bahuku lembut.
“Em.
Aku belum pernah kesini.”
Daun-daun
musim gugur mulai berjatuhan, kilauan matahari mulai meredup dari ufuk barat.
Namun, keheningan masih tercipta diantara kami. Sekilas kulirik lelaki yang
berada disampingku, lama. Lama hingga dia mulai tersadar kalau sedari tadi
mataku hanya melihatnya.
“Wae?” tanyanya bingung dan berbalik
menatapku.
Hanyaanginmusimgugur yang
menghantarkankeheningansesaatsetelahiaselesaidengansatupertanyaanuntukku.Ya,tanpa
jawabandariku.Haruskah
ku menjawab, ‘Sehun-ah kau tampan sekali.’
Aku benar-benar bingung akan menjawab apa.
“San
Ri-ah, apakah kau mendengarkanku?”ucapnya lagi menghadang pandanganku dengan
kelima jarinya.
“Eh..
ani. Hari sudah semakin sore. Bagaimana
kalau kita pulang, Sehun-ah.” pintaku
“Kajja.”
Saat
yang paling bahagia dalam hidupku adalah beberapa menit perjalanan dari bukit kerumahku.
Sepanjang jalan, pandanganku tak pernah lepas dari Sehun. Hanya Sehun yang bisa
kulihat. Tangan kiriku yang digenggamnya saat ini membuatku merasakan bahwa ada
sesuatu di antara kami yang tak bisa ku jelaskan. Antara sahabat dan cinta.
Haruskah ku memilih diantaranya?
“Sehun-ah.”
ucapku berhenti melangkah.
“Em...
Wae?” sahutnya sedikit bingung dengan
ku yang tiba-tiba menghentikan langkahku.
Pandangan
kita mulai bertemu lagi. Perlahan ku dekatkan tubuhku padanya dan memeluknya
erat.
“San
Ri-ah., wae geu—”
“Biarkan
aku memelukmu sebentar saja.” Ucapku, yang ku rasa memotong ucapannya.
5
menit berlalu. Dan aku masih memeluknya. ‘Haruskahku
sudahi peluk ini?’pikirku.
Tak
lama kemudian perlahankulepaskan pelukanku padanya. Saat melihat wajah Sehun, ada
sebuah ekspresi yang sulit untukku ungkapkan.
“San
Ri-ah, hidungmu! Ayo kita ke rumah sakit!”
***
Sesampainya
dirumah sakit, dokter memintaku untuk menginap dan menjalani ronsen untuk
mengetahui penyebab hidungku berdarah. Kuakui beberapa minggu ini aku memang
sering mengalamipusing juga hidungku berdarah secara tiba-tiba. Tapi, apakah
separah ini hingga aku harus menginap dirumah sakit?
“San
Ri-ah..” ucap seseorang menghampiriku dengan bunga di wajahnya dan setumpuk
buah-buahan di tangan kirinya.
“Nugu?” tanyaku bingung tak tau siapa orang
itu, meskipun suaranya nampak familiar di telingaku.
“Tarra!”
teriak orang itu membuka wajahnya yang tertutupi dengan bunga.
“Ya!
Sehun-ah!” ucapku histeris melihat sahabatku datang.
“Neo Gwenchana? Kau nampak pucat.”
tanyanya khawatir, lantas ia pun duduk disamping ranjangku
“Gwenchana.” ucapku tersenyum manis
padanya.
“Apa
dokter belum memberitahumu mengenai hasil ronsennya? Aku penasaran kenapa kau
sampai-sampai di rawat inap seperti ini.”
“Aish...
na neun gwenchana-yeo... jeongmal!”
“Hei!
Kau sudah sembuh? Kau semangat sekali! Apa karena aku kesini? Aku berharap kau
akan cepat keluar dari rumah sakit ini dan aku akan membawamu jalan-jalan,
bagaimana?”
“Baiklah.
Aku akan secepatnya keluar dari rumah sakit ini. Tapi kau mau mengajakku kemana?”
“Rahasia.”
“Aigoo. Kau sudah berani padaku? Bermainrahasiapadaku, hah?”
“Memang
apa yang harus ku takutkan darimu? Sekarang saja kau berada di tempat tidurmu!
Hah.. Babo!”
“Ya!
Neo! Kau mau mati??”
Kali
ini aku memukul kepalanya 3 kali. Senang rasanya bisa bercanda dengannya disaat
seperti ini. Melihat
senyumannya sepanjang hari.Melihatnya
tersenyum sama seperti memberikan semangat untukku. Tiap melihatnya tersenyum
hatiku merasa tenang.
Ketika
Sehun pulang, tak lama kemudian dokter memasuki kamarku. Dokter ingin memberi
tahu apa yang terjadi denganku selama ini, namun harus berbicara dulu dengan
orang tuaku. Sedangkan orang tuaku tidak tahu aku disini karena sedang ke luar
negeri dan keluargaku yang tahu hanya Paman dan Bibiku saja. Karena penasaran,
dengan berbagai cara ku coba untuk menyakinkan dokter agar berbicara denganku
saja dan nanti akan ku beritahu orang tuaku apa yang terjadi sebagai gantinya.
20
menit menyakinkan dokter kalau aku akan baik-baik saja jika mendengarnya,
akhirnya ia menyerah dan memberitahuku apa yang terjadi dari awal hingga akhir.
Dari penyebab sampai efek yang kuterima karena penyakit ini, dan juga umurku
yang diprediksi oleh dokter. Aku terkejut dengan apa yang kudengar. Beberapa
kali kutepukpipikananku,
memastikaniniadalahalamsadar,
bukanalammimpiku. Mataku mulai berkaca-kaca dan tepat
setelah dokter pergi, tangisku mulai menderu. Pikiranku mulai kacau, perasaanku
menjadi tak menentu, dan orang pertama yang melintas dipikiranku adalah Sehun. Berarti
aku tidak bisa bersama dengannya untuk selamanya. Aku hanya mempunyai waktu
yang singkat, dengannya.
“Oppa, mianhae. Aku tak
bisa memenuhi janjiku untuk bisa bersamamu, selamanya.”
*Flashback
End*
Sebulan
telah berlalu, setelah dia menyatakan perasaannya padaku, esok harinya aku
harus menjalani Kemo di rumah sakit. Semenjak kejadian itu pula aku tidak
pernah melihat wajahnya lagi. Sengaja, aku tak memberitahunya karena tak mau
mengkhawatirkannya. Orang tuaku juga sudah ku larang untuk memberitahunya apa
yang terjadi padaku.
“Makan
siang, nona.” suara lembut seorang perempuan mengejutkanku. Dia adalah perawat
rumah sakit.
“Iya.”
Jawabku lantas tersenyum, menanggapi ucapannya.
“Apakah
nona sudah merasa lebih baik?” tanya perawat itu sambil meletakkan makanan ke
meja samping tempat tidurku.
“Aku
tak yakin.” ucapku ragu.
“Saya
yakin nona akan baik-baik saja. Sekarang dimakan, ya makanannya. Apa perlu saya
bantu?” ucapnya. Ia mencoba menawarkan dirinya untuk membantuku memakan makanan
yang telah tersedia.
“Ah,
tidak perlu. Saya bisa makan sendiri.”
“Baiklah,
kalau ada yang diperlukan bisa hubungi saya, Nona. Saya pergi dulu.” Ucapperawat
itu, lalu melangkahkan kakinyake luar dari ruangan ini.
Setelahperawatitupergi, hanyaakuseorangdiri
di dalam
kamar rumah sakit yang sebesar ini.Sangatmembosankan.
Pasti sangat menyenangkan jika Sehun ada disini. Terakhir kali aku ke rumah
sakit, aku masih di temani Sehun. Rasanya sepi sekali.
Ceklek
Terdengar
sebuahsuaradari arah pintu. Sepertinya ada seseorang yang akan mengunjungiku,
pikirku. Sudah lama aku menunggu siapa yang datang namun tidak ada yang
menghampiri. Aku sedikit bingung, aku tidak merasa punya kelainan dengan
pendengaranku.
“Nuguseyo?” ucapku berusaha melihat
kearah masuk kamarku. Namun, tak ada jawaban. Apakah itu perawat tadi? Tapi
mengapa tidak kesini? Aneh.
Kuputuskan
untuk berdiri sambil membawa infusku menuju arah masuk kamarku. Setibanya
disana tiba-tiba..
Ceklek
Pintunya
kembali tertutup. Aku terkejut, setengah berlari menuju pintu dan membukanya
kembali dan sejenak mencari orang yang membuka pintu kamarku tadi. Namun,
nihil. Tidak ada seorang pun disana.
“Apakah
di rumah sakit ini ada hantu?” ucapku pada diriku sendiri.
“Ya!
Aku
takut!” segera ku berlari ketempat tidur dan berusaha menidurkan mataku untuk
malam ini.
Keesokkan
harinya, perawat yang sama pergi ke kamarku untuk mengantarkan makan pagi.
Anehnya ketika ku bertanya apakah setelah membawa makan malam kekamarku perawat
itu kembali lagi, jawabannya tidak. Perawat itu mengaku tidak kembali lagi ke
kamarku lagi kemarin malam. Ah, aku benar-benar takut.
“Oh
ya nona...” ucap perawat itu membalikkan badannya setelah ingin berpamitan
untuk pergi.
“Ah
ya, ada apa?” tanyaku
“Ini.
Tadi saya menemukan ini di depan pintu kamar nona. Saya pergi dulu..” ucap
perawat itu, seraya me,berikan secarik kertas padaku. Ia pun kini melangkahkan
kakinya ke luar ruangan.
Aku
bingung dengan apa yang diberikan perawat itu padaku. Sepucuk surat berwarna putih yang
berbau Strawbery, buah kesukaanku. Pelan, ku buka surat itu dan membaca kata
per kata yang tertulis...
Babo Saram,
Ya! Na
beogosipta! Kapan kau akan menemuiku,
hah? Apa kau tau aku sangat merindukanmu. Sudah 1 bulan ini kau tidak menemuiku!
Apa kau sama sekali tak rindu padaku? Aish.. apa kau ingin kabur dariku hanya
karena kau ingin menolak perasaanku padamu agar aku tidak sakit karenamu?
Begitukah? Kalau begitu kau NAPEUN SARAM!
Kau tau aku sekarang sakit karenamu! Bagaimana kau bisa tidak mengabariku
selama sebulan? Aku tidak bisa habis pikir! Apa aku benar-benar tak ada artinya
untukmu? Aku ini sahabatmu selama 13 tahun, San Ri-ah... aigoo.. kau
benar-benar! Aku marah padamu!!
Kau tahu, aku ingin
bertemu denganmu. Aku ingin berada disisimu. Meskipun itu hanya sebagai seorang
sahabat bahkan menjadi seorang penyuruhmu asalkan aku bisa disampingmu itu
adalah suatu anugerah yang sangat besar. Meskipun itu hanya sebentar bahkan
hanya satu detik saja itu merupakan waktu terindah yang kupunya didunia ini. Aku tak peduli apa kau suka atau
tidak nyaman atau tidak jika aku berada disampingmu, tapi aku akan tetap
melakukannya karena aku sangat sangat sangat MENYAYANGI-mu nae San Ri-ah...
Neo
Chingu
O.S
“Mwo? Siapa yang dia panggil Babo saram, hah? Aigoo. Siapa O.S? Oh Sehun maksudnya? Ya ampun.. kenapa harus di
singkat O.S? Jinjja!”
ucapku.
“Berarti
Sehun sudah tau aku disini? Mwo?”
ucapku sedikit berteriak karena baru menyadarinya.
“Aigoo. Kau benar-benar BABO SARAM!”ucap seseorang yang
tiba-tiba memberantakkan rambutku.
“Ya!
Neo—“ucapanku terputus saat melihat
Sehun berada dihadapanku sekarang. Dia benar-benar ada disini. Duduk tepat di
depanku dan memandangku dengan tatapan teduhnya. Dia tersenyum, seakan-akan
tidak terjadi apa-apa.
“Hem...
lihat! Kau tampak pucat! Apa kau diberi makan disini, hah? Kau kan punya nafsu
makan yang besar, seharusnya rumah sakit memberimu dua piring untuk sekali
makan. Ah benar-benar..” ucapnya yang tiba-tiba tidur di tempat tidurku.
“Akulelah.Aku akan tidur sebentar disini.”Dia benar-benar berbaring ditempat
tidurku dan mengambil sebagian bantalku untuk kepalanya. Aku yang sedari tadi
duduk, hanya melihatnya dengan saksama. Apa yang sedang dia lakukan sekarang?
“Sehun-na
kau—“
“Ssstt..
jangan mengucapkan apapun. Apa kau tidak lelah, sedaritadihanyaduduk?
Kau
tidak mau berbaring?” sahutnya sekarang menatapku. Pelan ku membaringkan
tubuhku dan menempatkan kepalaku padasebagian bantal yang dipakai Sehun
tidur. Ku mengesampingkan tubuhku kearah berlawanan dengan Sehun. Aku tak ingin
melakukan kontak mata dengannya. Hanya berbaring disampingnya saja membuat
jantungku berdegup
tak teratur. Apa lagi harus menatapnya.
“Apa
kau ingin seperti ini terus? Menghindariku...” ucap Sehun sayup-sayup
terdengar di telingaku. Namun, aku tak menjawab sepatah katapun.
“San
Ri-ah. Bisakah kau membalikkan tubuhmu?” ucapnya.Seketika,
semburatmerahitusepertinampakpadakeduapipiku.Aku tak tau
harus berbuat apa dan lagi-lagi aku tak menjawabnya.
Lama
berada di posisi tidur seperti ini membuat punggungku sakit. Setidaknya aku harus mengubah posisi
tidurku.Tapi,
jika aku harus mengubah posisi tidurku berarti aku harus berhadapan dengan
Sehun. Aku benar-benar panik. Akhirnya, ku putuskan untuk pergi saja dari
kamar.
Segera
ku duduk dan memakai sandalku. Belum sempat berdiri, tiba-tiba sebuah tangan
memeluk pinggangku. Refleks aku hanya bisa diam, terpaku.
“Hajima.Jangan tinggalkan aku. Aku.. aku..
benar-benar merindukanmu..” ucap Sehun yang semakin erat memelukku. Aku yang
masih terdiam berusaha memutar otak apa yang seharusnya kulakukan. Sedikit demi
sedikit mulai kulepas tiap jemari Sehun yang memelukku dan berganti melihatnya
lekat-lekat.
“Apa
kau tau apa yang kau lakukan?” tanyaku serius padanya, menatapnya lekat-lekat.
“Mwo?” jawabnya lesu.
“Kau
menyukai orang yang salah...” ucapku pelan padanya dan mengalihkan pandanganku,
menghindari kontak mata dengannya.
“Ani. Aku mencintai orang yang seharusnya
ku cintai dan aku tidak akan pernah menyesalinya..”
“Apa
kau tau apa yang terjadi denganku sekarang?”
“Em..”
jawabnaya yang tanpa disertai kata, hanya anggukkan kepalanya.
“Kau
tau seberapa parahnya?”
“Em..”
“Kau
tau berapa lama lagi umurku menurut dokter?”
“Em..”
“Apa
kau gila? Seharusnya kau tidak menemuiku! Bukankah lebih baik jika kau mulai
belajar untuk hidup tanpa diriku yang selalu disampingmu sebagai sahabat? Lebih
baik kau pulang saja. Bukankah waktu jenguk akan segera habis. Aku mau istirahat...”
ucapku yang berusaha menidurkan kembali tubuhku ditempat tidur yang
meninggalkannya yang masih terduduk disamping kakiku.
Pelan,
aku merasakan tubuhnya mukai turun dari tepat tidurku.
“Aku
pergi...” ucap Sehun yang diiringi oleh suara langkahnya yang mulai menjauh.
Dalam
tidur, air mataku mulai mengalir deras. Apakah aku baru saja mengusirnya? Aku
pasti mulai gila. Pelan ku bangunkan tubuh ini untuk duduk di tempat tidurku
namun masih dalam keadaan menangis yang semakin menjadi-jadi. Namun, isakankuterhenti, ketikasebuah
sapu tangan mengusap air mataku pelan. Ku buka mataku dan melihat Sehun duduk
didepan.
“Aku
sudah mengira kalau kau akan seperti ini, oleh sebab itu aku kembali kesini.” ucapnya
“Babo! Apa kau kesini hanya karena aku
menangis? Bahkan
kalau aku mati kau tidak boleh kesini! Kau seharusnya pergi Sehun-ah! Kau harus
berusaha menghilangkan diriku di hatimu itu! Kau tidak boleh menyukaiku!
Sedikitpun!” ucapku marah padanya yang masih diiringi oleh tangisku.
“Aku
akan melakukannya, tapi nanti.” jawabnya segera membawa tubuhku ke pelukannya.
“Aku
sudah mendapatkan izin untuk menemanimu disini malam ini oleh dokter...”,
ucapnya lagi.
Mendengarnya
yang akan menemaniku malam ini, sepertinya membuat hatiku lebih tenang. Aku
benar-benar sudah kehilangankendali
pikiranku,
jika harus berpisah dengannya sekarang. Dalam pelukannya sekarang air mata ini
tetap saja terus mengalir tanpa henti.
“Mau
sampai kapan kau menangis? Kau
membuat bajuku basah.” ucap Sehun bercanda melepas pelukannya dan tersenyum
padaku manis.
“Kau
tidak tidur? Aku mulai mengantuk..” katanya lagi mulai menempatkan tubuhnya di
posisi sama seperti beberapa saat yang lalu dan menghadap kearahku.
“Kali
ini jangan membalikkan tubuhmu untuk membelakangiku lagi.”pintanya padaku yang masih duduk
melihatnya.
“Kau
benar-benar tidak akan tidur?” tanyannya lagi. Segera ku mulai menempatkan
tubuhku juga untuk tidur. Namun kali ini aku tidak membelakanginya lagi. Aku
menempatkan kepalaku ke sisa bantal yang dipakai Sehun sehingga kepala kita
benar-benar dekat. Kemudian ku memutuskan untuk menutup mataku dulu untuk
tidur.
“Selamat
malam..” sebuah kecupan manis mendarat di keningku yang seketika membuat mataku
terbuka. Dia hanya tersenyum padaku dan memberikan kecupan di kedua mataku.
“Kau
harus cepat tidur dan bermimpi indah..” ucapnya lagi lalu memakaikan selimut
untukku dan dia lebih mendekatkan tubuhnya padaku kemudian memelukku dalam
tidurnya. Melihatnya melakukan seperti ini membuat jantungku seakan berhenti
berdetak selama beberapa detik. Sekilas, ku dapat melihat wajahnya dari sedekat
ini. Aku
baru menyadari bahwa aku juga sangat sangat sangat MENYUKAINYA.
~Neo
Hanaya~
“Selamat
pagi, putri tidur.” sebuah suara membangunkanku. Kubuka mataku dan melihat
Sehun yang masih berbaring dihadapanku menatapku manis.
“Aigoo, kau tetap cantik meski baru
bangun tidur..” ucapnya lagi. Kali ini aku tidak mendengar ucapnnya dan menutup
mataku lagi berusaha untuk tertidur kembali.
“Apa
kau ingin tidur lagi? Ini sudah pagi. Bagaimana kalau kita jalan-jalan?”
ajaknya. Karena berisik mendengarnya berbicara terus dihadapanku, akhirnya
kubalikkan badanku membelakanginya.
“Baiklah.
Sepertinya aku harus memaksamu, hah?”
katanya lagi. Aku benar-benar acuh padanya. Aku masih mengantuk dan ingin meneruskan
tidurku lagi tapi sepasang tangan tiba-tiba mengangkatku.
“Ya!
Sehun! Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan, hah? Apa kau gila?” ucapku yang
sembari memukulinya. Sepanjang jalan aku dibuat malu olehnya karena gendongan
ini semua orang melihat ulah kita di pagi hari seperti ini.
“Sampai..”
“Taman?
Ah, aku masih mengantuk. Aku akan kembali lagi saja..” ucapku mulai beranjak
pergi.
“Eeiitts.
Kau tidak boleh tidur lagi. Kau harus menurutiku. Sekarang ayo kita
jalan-jalan..” ucapnya mengaitkan tangan kita dan berjalan sekeliling taman.
“Akulelah. Ayo kita istirahat.”Pintaku.
“Baiklah.”
“Apa
kau ingin sesuatu? Aku akan membelikannya untukkmu..” tanya Sehun padaku.
“Em..”
pikirku
“Apa?
Kau mau aku belikan apa?” tanyanya lagi
“Aku hanya ingin.. bahumu..” jawabku
“Hah?
Bahuku? Bahuku tidak bisa dibeli..”
“Maksudku
begini...”Jawabku seraya menidurkan kepalaku ke bahu Sehun dan memenjamkan
mataku. Aku bisa merasakan kalau dia terkekeh melihat tingkahku sekarang.
“Kau
sepertinya benar-benar menyukaiku San Ri-ah.”Ucapnya yang diiring tawa
riangnya.
“Geudae. Aku memang benar-benar
menyukaimu. Sampai-sampai aku ingin mati karena harus menahan perasaan ini.”
ucapku
“Oh?”
tanyanya bingung.
“Ani. ku hanya berkata bahwa aku
menyukaimu. Itu saja..” jawabku singkat dengan mata yang masih terpejam.
“Jinjja? Aku lega karena kau mengatakan
hal itu. Jadi, kau menerimaku menjadi kekasihmu, hah?”
“Apa
kau gila? Aku
sebentar lagi, maksudku tak lama lagi mungkin akan meninggal. Apa kau masih mau
mempunyai hubungan denganku? Lebih baik jangan.” Jawabku. Ku dongkakkan
kepalaku. Kini aku menatapnya dengan tajam.
“Akan
lebih baik jika kita melakukannya sekarang dari pada aku nantinya akan menyesal
karena tak dapat menjadikanmu sebagai kekasihku meski disaat-saat terakhirmu.”ucapnya
yang sekarang terdengar tulus dari dalam hatinya. Namun, aku tak menjawab
perkataannya.
“Maukah
kau menjadi kekasihku
meski hanya sebentar San Ri-ah?” ucapnya sekarang menghadapkan tubuhku
kehadapannya.
“Meskipun
hanya 1 menit?” sekarang pertanyaanku benar-benar beralasan. Kepalaku
benar-benar pening. Aku tidak pernah merasakan rasa sakit yang seperti ini,
namun aku tak ingin menunjukkan rasa sakitku kepada Sehun. Semakin lama semakin
sakit yang kurasakan. ‘Mungkinkah hari
ini, ya Tuhan? Kau akan mengambil nyawaku?’
“Meskipun
hanya 1 detik..” jawabnya menyakinkanku.
“Sehun-ah,
aku menerimamu sebagai kekasihku.” jawabku segera setelah menjatuhkan kepalaku
ke bahu Sehun kembali.
“San
Ri-ah.” ucap Sehun sekarang dengan nada sendu
“Bukankah
kau sudah bilang kalau tidak apa-apa meski hanya 1 detik? Aku hanya akan tidur
sebentar saja dibahumu.” ucapku meneteskan air mataku
“San
Ri-ah.” lagi-lagi Sehun mengucap kata yang sama.
“Aku
sudah menyukaimu sejak dulu. Kau adalah seseorang yang paling aku sayangi selain
keluargaku di dunia ini. Kau adalah satu-satunya alasan kenapa aku bisa
bertahan selama ini. Meskipun jantung ini berhenti hanya kau seorang yang
kupanggil, hanya kau seorang yang terukir di hatiku. Sehun-ah. Percayalah
padaku. HANYA KAU.” ucapku perlahan-lahan dan segera menutup mataku pelan.
Seketika
cahaya putih berkilauan di hadapanku. Dan aku seakan-akan baru saja terbangun
dari tidurku yang panjang. Namun, dalam tidurku yang panjang itu, aku hanya
mengingat sebuah nama yaitu Sehun. Seorang laki-laki yang memberikan alasan
kenapa aku harus berada dalam mimpi itu..
“Sehun-na.GEOMAPTA.”
-THE END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^