Destiny
.
.
.
by Aydipal
Editor by Zi_You
.
.
Watch : Video Teaser
.
.
Read For:
Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Now | Chapter 5
.
.
.
Watch : Video Teaser
.
.
Read For:
Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Now | Chapter 5
.
.
Title : Destiny |
Main Cast : Lee Ha Yi, Do Kyung Soo (EXO-K), Baro (B1A4) | Other Cast : Henry Lau
(Super Junior M), Park Hyung Shik (ZE:A) | Genre
: Romance, School Live| Duration :
Chapter
.
Happy
reading!
.
.
Ku
kunci semua arah pandanganku pada dewan juri yang kini sedang memutuskan apakah
diriku dan lelaki yang berada di samping tubuhku dapat meneruskan ke babak
selanjutnya yang masih akan diselenggarakn 2 minggu lagi. Sekilas, kulirik mata
Kim Jee Won yang menatap Kyungsoo sendu dan sesekali juga menatap tubuhku tanpa
arti. Ia terlihat sangat cantik jika dilihat dari jarak pandang yang dekat
seperti ini.
Mataku
mengitari seisi ruangan, melihat tanggapan orang lain terhadap kami dari cara
pandang mereka. Ku hirup nafasku dalam-dalam dan melepaskannya sedikit
tergesa-gesa ketika tahu bahwa tak ada yang dapat kuartikan dari cara pandang
mereka. Tak seperti diriku yang biasanya pintar mengartikan respon dari cara pandang seseorang.
Kyungsoo
menatapku. Sepertinya ia sudah melihat ku sejak beberapa detik yang lalu
setelah indera pendengarannya terganggu oleh hembusan nafasku yang kukeluarkan
dengan tergesa-gesa. Ia sepertinya tahu bahwa aku sedang gugup mendengar hasil
dari kerja kerasku sejak beberapa hari yang lalu.
Tangan
kanannya meraih tangan kiriku kemudian menggenggamnya ringan. Seketika ku alihkan pandanganku terhadapnya. Saat itu
juga, sorot mata kita bertemu. Dapat kulihat tatapan teduh dari laki-laki
bermata indah itu. Tatapan yang seolah berkata ‘Gwenchana’. Lelaki yang berhasil membuat tiap detik yang kulalui
merupakan sebuah momen yang harus ditulis dalam buku diary pribadiku.
“Dari
keputusan juri, kalian dapat lanjut ke babak kedua.” Ucap seorang juri.
Mataku
berbinar ketika otakku dapat menerjemahkan rangsangan dari indera pendengaranku
bahwa kami dapat lanjut ke babak selanjutnya. Perasaan bahagia menyelimutiku
seketika. Tubuhku terasa hangat. Bukan karena suhu udara disekelilingku panas
karena hal tersebut sudah diatasi dengan keberadaan AC diruangan ini, melainkan karena dekapan lembut lelaki yang
kupanggil Kyungsoo. Dapat kurasakan tubuhnya menyentuh kulit tubuhku, kedua
tangannya melingkar erat di punggungku. Juga dapat kudengar deru nafasnya yang
tak beraturan karena bahagia.
Ku
kembangkan senyumku ketika lelaki berperawakan tak terlalu tinggi ini melepas
pelukannya dan menatapku dengan mata berbinar yang sama sekali tak berkurang
dari beberapa detik yang lalu. Senyumnya seakan dapat membuat senyumku bertahan
lama serta membuat pelupuk mataku tak dapat beralih pada objek lain, selainnya.
“Kamsahamida.” ucapku
Kami
membungkuk pada audiences yang
merangkap sebagai partisipan dalam Drama Musical dan juri yang berempati untuk
mendengar kami untuk bernyanyi.
Tangaku masih terikat oleh jemari
Kyungsoo. Bahkan, ketika kami berjalan menuju ke tempat duduk. Aku menyadari
bahwa sekarang, sorot-sorot mata tajam terarah tepat ke tempat jemari kami
terikat. Desas-desus gadis-gadis penggemar Kyungsoo mulai mengusik kedua
gendang telingaku. Dapat ku terjemahkan bahwa mereka pasti merasa kesal dan iri
karena aku dapat dekat dengan orang se-keren Kyungsoo.
****
Mataku
mengeriyip. Bibirku menyudut ketika seberkas cahaya menyusupi kamarku, terang.
Kedua bola mataku seakan menolak kehadiran cahaya itu dan berniat untuk
menutupnya kembali. Namun gagal ketika sebuah tangan mengusap kening dan
rambutku lembut. Memaksa ku untuk keluar dari singgasanaku.
“Irona. Bukankah kau ada janji dengan
Kyungsoo? Dia menunggumu diruang tamu.”
Samar,
kudengar Henry Oppa berbicara padaku.
Beberapa detik kemudia aku mendengar suara derap langkahnya lalu menghilang
begitu saja dari balik pintu kamarku. Mataku mulai terbuka pelan. Segera
kurenggangkan tubuhku, menggeliat menikmati udara pagi dengan kedua mata masih
terpejam.
Kupaksa tubuhku duduk di sisi tempat
tidurku. Sesekali, ku garuk-garuk kepalaku yang tak gatal dan berjalan ke kamar
mandi sambil meraih handuk yang berada di sisi dinding pintu kamar mandi.
****
“Kau
sudah berlatih lagi?”
Kyungsoo
membuka percakapan diantara kami. Memang sejak perlombaan 2 hari yang lalu, aku
tak sempat untuk berlatih kembali. Waktuku lebih kuluangkan pada tugas-tugas
sekolahku yang semakin menumpuk tiap harinya dan kubiarkan terbelengkalai
berjajar di meja belajarku tanpa kulirik sekalipun. Dari pertanyaan yang
diajukan oleh Kyungsoo, hanya kujawab dengan sebuah gelengan dan senyuman yang
kusungging kupaksakan.
Ia
hanya terkekeh melihat responku. Kurasa ia memang mengerti keadaanku.
Kulirik
lelaki yang sekarang sedang berkonsentrasi pada kemudi mobil yang ia gerakkan
sedari tadi dan kedua sorot matanya terfokus hanya pada pandangan jalan yang
terhampar dihadapannya. Sesekali tangan kirinya ia sandarkan pada jendela mobil
yang terbuka, merapikan rambutnya yang tertepa oleh angin musim gugur yang baru
dimulai.
Kualihkan
pandanganku ketika ia mulai menyadari bahwa aku sedang mengamatinya. Dapat
kurasakan ada sebersit keraguan digerak-gerik Kyungsoo saat diriku tertangkap
basah sedang mengamatinya.
“Kita
sudah sampai.” Ucapnya memecahkan keheningan diantara kami.
Kyungsoo
menghentikan laju kendaraannya. Ku tatap gedung tinggi yang berada di sisi
jalan tempat mobil Kyungsoo berhenti. Kini, tubuh dan perasaanku sudah terbiasa
saat ingin memasuki gedung ini. Gedung SM
Entertainment. Tempat Kyungsoo dan Baro training.
Aku
keluar terlebih dahulu dari mobil Kyungsoo, sedangkan ia melajukan kendaraannya
lagi untuk parkir. Dari tepi jalan, tempatku berdiri, kutatap sosok pria sedang
berdiri bersandar pada dinding gedung. Ia nampak mempermainkan ponsel yang
dipegangnya dan sesekali menggerak-gerakkan kaki kirinya kedepan dan
kebelakang.
Kuberanikan
diriku mendekat pada lelaki itu, hingga jarak kami tak begitu jauh lagi. Ku
ayunkan jemari tangan kiriku pada wajah perparas tampan itu, mencari
perhatiannya.
“Ah~
Kamjjagiya!”Teriaknya ketika
melihatku yang tiba-tiba saja berdiri depannya. Aku terkekeh, merasa lucu
dengan ekspresi yang muncul dari wajahnya.
“Mianhae, telah membuatmu terkejut.” Sambungku
meminta maaf padanya. Kini, raut wajah lelaki itu berbeda. Tersirat ekspresi
bingung, terkejut, maupun tak ingin kehadiranku disana. Ku mengerutkan
keningku, tak tahu harus mengucapkan apa lagi. Sedangkan ia masih menatapku
dengan tatapan yang sama, tak berubah sedikitpun.
“Ini
minummu. Kenapa kau menyuruhku membelikannya? Dimana Kyungsoo?”
Seorang
lelaki berperawakan tinggi muncul dari belakang tubuhku. Ia lantas menyerahkan
sebuah minuman pada Baro—lelaki
yang ku usik tadi. Lelaki itu terlihat terkejut denganku
yang sedang berbicara pada Baro. Sampai ia mengenalkan dirinya padaku.
“Anyeong haseyo, Park Chanyeol imnida. Apa aku mengganggu kalian? Mianhae. Aku akan pergi dulu, aku hanya
ingin memberikan pesanan minumannya Baro hyung
saja. Anyeong.” Ucap lelaki bernama
Chanyeol itu kemudian berlalu dari pandanganku. Sekarang hanya tinggal aku dan
Baro. Suasana hirup-pikuk di jalan depan gedung ini tak mengubah sedikitpun
suasana hening diantara kami. Hanya ada suara dari gelas plastik Baro yang ia
minum tergesa-gesa.
Ku
lihat minuman itu. Ada yang berbeda darinya. Ada yang kukenali dari minuman
yang ia minum itu. Kusudutkan bibirku, menyeringai apa yang sedang ia minum.
Sesekali juga ku iringkan kepalaku melihat apa yang sedang ia minum.
“Wae?”Ucapnya tiba-tiba mengejutkanku.
Sontak, segera kutarik kepalaku ke posisi semula. Ku garuk kepala ku yang tak
gatal. Aku bingung akan menjawab apa. Sedangkan ia kini mulai menatapku balik
dengan tatapan menyelidik.
“Mana
Kyungsoo?” ucapnya mengalihkan pembicaraa. Untung saja. Ku memutar kepalaku,
berusaha mencari sesosok pria yang membawanya kemari. Namun tak berhasil.
“Moreugesseoyo.”
Jawabku.
****
Kubulatkan
mataku. Ketika suara yang lembut nan menyayat hati keluar dari bibir Kyungsoo
yang diiringi oleh piano dari Baro. Nampak, sebuah harmonisasi yang cantik dari
mereka berdua yang berhasil menjadikan decak kagum bagi wanita yang melihatnya.
Ku
kembangkan senyuman tipis ketika Kyungsoo menatapku dengan tatapan teduhnya
saat bernyanyi. Sedangkan Baro hanya dapat kulihat ia sangat berkonsentrasi
saat memainkan tuts-tuts piano itu.
“Cukup.”
Suara pelatih memaksa mereka untuk menghentikan pertunjukkan. Terlihat Kyungsoo
sangat puas dengan hasil kolaborasinya bersama Baro. Ia memeluk bahu lelaki
yang usianya lebih tua darinya itu. Baro hanya membalas sebuah senyuman tulus
dari bibirnya.
Kyungsoo
berjalan kearahku yang terduduk diantara training-training
terbelakang diikuti oleh derap langkah Baro dari belakang tubuhnya.
“Eotte? Apakah aku keren?” Pertanyaan
bodoh itu meluncur dari mulutnya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak perlu
diberikan jawaban. Ku kembangkan senyumku serta kuanggukkan kepalaku pelan.
Lalu ia mengalihkan pandangannya kepada training
yang sekarang sedang tampil di hadapan kami.
Kualihkan
pandanganku pada lelaki yang juga duduk di samping kanan tubuhku. Bukan
Kyungsoo, melainkan Baro. Ku tatap wajahnya lekat-lekat. Ku telusuri tiap
lekukan wajahnya. Mencari sesuatu yang tak asing dari wajah lelaki yang baru beberapa hari yang lalu
kutemui.
‘Kenapa kau tak asing
bagiku?’
Ku
putar otakku. Kini bukan melihat Baro lagi, tapi melihat ke depan. Kearah
seorang training yang sedang
menunjukkan kebolehannya. Meski melihat ke depan, namun tak sebersit pun dalam
pikiranku untuk berkonsentrasi padanya. Otakku hanya berpikir Kyungsoo dan
Baro.
Mereka
berdua merupakan dua lelaki yang tak asing untukku. Lelaki yang berhasil
membuatku memutar kepala, mencari siapa mereka sebenarnya. Ku hembuskan nafasku
lagi. Kini, kurasakan tubuhku lemas. Merasakan suhu tubuhku tak begitu baik
untuk cuaca yang baik seperti ini. Kuangkat tanganku dan kutempelkan pada
keningku, berusaha mengetahui apakah suhu tubuhku naik atau tidak.
“Ha
Yi-ah...” Seseorang memanggilku dari arah pintu masuk studio ini. Segera
kutoleh kepalaku dan mendapati Henry Oppa
ku disana. Aku hanya melambaikan tangan kananku sembari tersenyum melihatnya.
Henry oppa berjalan menghampiriku
yang sedang terduduk diantara Kyungsoo dan Baro. Tak lama, ia sampai dan duduk
di depan tubuhku dan bersandar di kakiku yang kutekuk sejajar dengan dadaku.
“Aku
lelah.” Ucapnya yang hanya kuiringi dengan kerutan didahiku. Bingung dengan
tingkah manja kakak lelakiku yang satu ini. Ku hembuskan nafasku tergesa-gesa
yang berhasil membuat Henry oppa
membalikkan tubuhnya.
“Wae?”Ucapku seraya menatapnya dan
langsung kembali ke posisi tubuhnya semula tanpa menghiraukan jawaban yang akan
kuucapkan padanya. Aku menghela nafas yang entah sudah berapa kali kulakukan.
“Aku
bertemu dia lagi.”
Mataku
membulat, entah kenapa dari kalimat yang diucapkan oleh Henry oppa terdapat sebuah kata yang ia
panggil ‘Dia’. Membuatku seolah mengenali seseorang yang ia panggil ‘Dia’.
Seingatku, ia adalah gadis yang berhasil membuat hari demi hari Henry oppa menjadi berwarna. Ia adalah gadis yang
dulu juga menjadi teman baikku.
Jung
Soo Jung. Dia adalah gadis yang kutemui sebelum aku bertemu dengan Kyungsoo
pada hari itu di perpustakaan. Secepat kilat, ingatanku pada gadis ini
membuatku merundukkan kepala. Kenangan yang ia ciptakan bersama Henry oppa, membuatku sangat menyesal.
“Dia
salah satu training disini.” Ucapnya yang
kini juga berhasil membuat mataku terbelalak mendengarnya. Rasa gelisah mulai
mengahantuiku. Ia telah menghabiskan waktu 2 tahun ini untuk melupakan gadis itu. Dan sekarang ia kembali lagi dalam
kehidupan Henry oppa?
“Dia...”
Suara
Henry oppa mulai memelan. Ku rasakan
ada perasaan emosi yang entah timbul dari mana ketika ia menyebut kata ‘Dia’.
Ucapan Henry oppa berhasil membuat
Kyungsoo dan Baro hampir bersamaan menyenggol siku ku, berusaha mencari
penjelasan kenapa Henry oppa ku yang
ceria, tiba-tiba saja bertingkah diluar kebiasaan. Aku tak menjawab apa-apa
hanya sebuah gelengan ringan.
Tak
lama, Henry oppa menegakkan tubuhnya
tapi masih dalam posisi duduk. Kulihat kakak laki-lakiku itu menghembuskan
nafasnya tergesa-gesa, yang entah sudah berapa kali. Aku menatapnya, lalu mengembangkan
senyum tipisku, mendekatkan tubuhku padanya yang terduduk dihadapanku. Aku tak
mengatakan apa pun, hanya sebuah tepukan ringan yang kuberikan pada
punggungnya.
Tiba-tiba
otakku dipaksa mencerna sebuah suara. Suara yang tidak seharusnya kudengar
disaat seperti ini. Aku membencinya. Membenci suara ini, hingga rasanya kuingin
berteriak. Berteriak pada sumber suara itu agar tak muncul sekarang. Agar dapat
menunggu hingga kakak laki-lakiku ini siap menerima kehadirannya kembali di
sekitarnya.
I sungani
majimagirago geutorok saranghan geu daega-e
Neon dolliryeo haedo ulmyeo maedallyeodo geunyang sirhdamyeo he-eojimeul malhan naya.
Nan hangsang ganghan cheokman hajiman pyeongsaeng neo hana jikil jasin eobseo tteonan bigeobhan namjaya
Neon dolliryeo haedo ulmyeo maedallyeodo geunyang sirhdamyeo he-eojimeul malhan naya.
Nan hangsang ganghan cheokman hajiman pyeongsaeng neo hana jikil jasin eobseo tteonan bigeobhan namjaya
Suara
itu berasal dari salah satu training
yang sekarang sedang menunjukkan kebolehannya bernyanyi. Dialah Jung Soo Jung.
Dia sedang bernyanyi. Bernyanyi tanpa beban seolah dia tak tahu bahwa disini, ada
Henry oppa. Ia seolah-olah tak peduli
dan hanya bernyanyi.
“Nappeun yeoja.” Sebait kosakata muncul
dari bibirku ketika melihat gadis itu sehingga sukses membuat Kyungsoo dan Baro
menoleh kearahku serentak. Aku tak memperdulikannya. Pandanganku hanya tertuju
pada gadis itu, dengan emosi berapi-api. Henry oppa meraih tanganku yang entah sudah berapa lama terkepal kuat,
memandangku.
“Gwenchana Ha Yi-ah..”
Suaranya
sendu. Seperti orang yang sekarat. Kulihat matanya mulai berkaca-kaca. Tak
dapat kuperkirakan ia akan bertahan berapa lama lagi berada di ruangan ini
bersama wanita itu.
“Kajja.”
Aku
tak tahan lagi melihat kakak laki-lakiku yang semakin lemah oleh perasaannya.
Kuangkat tubuhku berdiri. Menarik tangan kanan Henry oppa dan menyeretnya keluar dari ruangan yang hampir seisi
ruangannya dipenuhi oleh deretan kaca-kaca besar ini. Ku melepas tangan Henry oppa setelah sudah cukup jauh dari
ruangan itu.
Ia
masih menundukkan kepalanya di belakang tubuhku dan tak lama tubuhnya mendekap
tubuhku.
“Apaseo. Jeongmal jeongmal apeuragu..”
Linangan
airmata membasahi baju belakangku. Dapat ku pastikan bahwa Henry oppa sedang menangis. Ku menghela nafas
pelan dan menepuk-nepuk punggungnya. Kubiarkan ia menangisi nasib nya yang
sangat menyedihkan karena harus bertemu dengan gadis itu.
Semua
berawal dari ku yang memperkenalkan gadis itu kepada Henry oppa. Lambat-laun mereka makin dekat dan dekat hingga mereka resmi
menyandang predikat sebagai seorang kekasih. Menjalani hubungan sebagai seorang
pasangan kekasih tak berhasil membuat mereka semakin bahagia. Melainkan membuat
keduanya merasakan sakit. Soo Jung memutuskan untuk meninggalkan Henry oppa tanpa alasaan yang jelas. Ia hanya
meninggalkan sepucuk surat yang isinya ia harus pergi ke luar negeri untuk
belajar. Henry oppa yang masih
mencintainya pun, drop dan mencari
gadisnya itu kemana-mana. Namun apa daya, ia sudah berada di luar negeri.
Sekarang,
ia datang. Datang dengan membawa setumpuk kenangan yang ingin Henry oppa hapus, buang, dan melupakannya
begitu saja. Ia sangat tersiksa harus melewati 2 tahun tanpa kehadiran gadis yang
sangat ia cintai.
Pandanganku
melebar saat sesosok pria berjalan kearah kami. Ia Baro. Derap langkahnya
semakin dekat dan sekarang berhasil mencapai dimana kami sedang berdiri. Ku
kembangkan senyum ku saat matanya menuju sorot mataku.
“Hyung. Neo gwaencahana?”Ucapnya.Segera Henry oppa menarik tubuhnya dari tubuhku dan menghapus jejak-jejak air
matanya yang mengalir dipipinya, dengan cepat. Ia berbalik dan mengembangkan
sebuah senyuman yang sangat jelas sekali dipaksakan.
“Oh?
Gwaenchana.” ucapnya singkat yang
hanya dibalas anggukan oleh Baro.
“Dia
sudah selesai. Gadis itu sudah selesai
bernyanyi. Bukankah hyung salah satu
juri disana. Akan sangat menjadikan sebuah pertanyaan besar kenapa hyung tidak disana oleh para training. Karena hyung merupakan salah satu juri yang penting.” Jelas Baro.
“Baiklah.
Kalau begitu aku segera kesana.” Ucap Henry oppa
merespon pernyataan dari Baro.
Henry
oppa pun segera pergi dari tempatnya
berdiri dan kembali masuk ke ruangan itu. Meski derap langkah yang ia pijakkan
seakan-akan mantap, tapi tersirat keraguan disana. Ragu, apakah ia harus
kembali keruangan itu.
“Apa
kau ada waktu?” ucap Baro.
Ia
menatapku yang entah sudah berapa lama ia lakukan tanpa sepengetahuanku. Aku
menggerutkan keningku dan mengangkat alisku.
“Nae. Wae-yo?”
tanyaku padanya.
“Geurom..” ucapnya lantas menarik
tanganku dan mengaitkan tangannya di sela-sela jemariku. Ia mengajakku menuju
ke salah satu lift yang tak seberapa
jauh dari tempat semula kami berdiri.
Aku
ingin menyatakan sebuah pertanyaan padanya. Ketika akan membuka mulutku, pintu lift tiba-tiba
saja terbuka. Ia dengan sigap menyeretku masuk ke lift dengan kuota orang didalamnya yang cukup banyak, sehingga
sangat berdesak-desakkan didalamnya.
Ku
menghela nafasku dan memberikan bahasa isyarat pada Baro yang tak sengaja
melihatku diantara staff-staff karyawan gedung ini di barisan depan. Ia hanya
terkekeh melihat bahasa isyaratku dan mengalihkan pandangannya cepat. Sedangkan
tangannya masih kuat terikat di tanganku.
Pintu
lift pun terbuka, setelah beberapa
menit tertutup. Dan seketika ikatan tangan kami terputus oleh orang-orang yang
akan keluar dari tempat ini. Aku yang terkejut hanya membelalakkan kedua bola
mataku. Sedangkan Baro, ia tak kalah kagetnya denganku. Ia menyorotkan
pandangannya pada orang-orang yang akan keluar dari lift.
Pintu
lift kembali tertutup. Sangat
bertolak belakang dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Kini lift yang kita naiki kosong hanya ada aku dan Baro
yang berada didalamnya. Ku putar tubuhku padanya. Melipat kedua tanganku didepan
dada. Mengerutkan keningku, meminta penjelasannya kenapa ia menyeretku masuk ke
lift tanpa ada penjelasan terlebih
dahulu.
“Mian.. aku hanya ingin kau menemaniku
untuk berjalan-jalan di Seoul. Karena aku sudah lama tidak kesini. Dan jika aku
memintamu baik-baik, pasti akan kau tolak mentah-mentah karena hari ini kau ada
janji dengan Kyungsoo kan? Walaupun kau bilang ada waktu, pasti waktu itu untuk
Kyungsoo. Ah~ menyebalkan. Sedangkan Kyungsoo sendiri sudah tidak
memperdulikanku lagi gara-gara kau yang selalu saja disampingnya. Sungguh tidak
adil!”Ucapnya, lengkap dengan intonasi yang terlalu didramatisir. Aku hanya
terkekeh mendengarnya dan mengalihkan pandanganku darinya seketika.
“Wae?” Ia berbalik bertanya. Aku tak
menjawabnya. Aku hanya mengembangkan senyuman tipis tanpa menoleh balik
padanya.
****
“Wah~
yeupeuda!”
Entah
sudah berapa kali ia mengucap kosakata itu, hingga telingaku dibuat gatal
olehnya. Kuperhatikan tingkahnya yang mulai memotret tiap objek yang ia jumpai
dengan kamera ponselnya.
“Lama
tidak menghirup udara Seoul”Ucapnya kini diiringi oleh derap langkah yang mulai
lambat menyeiramakan dengan langkahku yang berada di belakang tubuhnya.
Meskipun tubuh kami telah sejajar sekarang, tak ada satu pun kata yang terucap
dari bibir kami. Kami hanya menyibukkan diri untuk melihat suasana disekitar
kami yang sangat indah. Daun-daun yang berjatuhan di musim gugur ini sangat
indah.
“Kau
tidak lapar?” Kuputuskan untuk membuka percakapan diantara kami. Perutku yang
entah sejak kapan sudah melakukan demonstrasi untuk memberinya makanan untuk
siang ini tak dapat di kompromi lagi. Ia berkali-kali menggeram tak karuan dan
membuatku tak nyaman.
“Em,
Lapar. Apa disekitar sini ada tempat untuk kita bisa makan?”
Untunglah
ia nampak berantusias untuk mengisi perutnya juga. Sehingga aku tak harus
bersusah payah untuk mengajaknya makan. Sejenak, kuputar otakku. Karena dari
sependengaranku darinya tadi, bahwa ia sudah lama tidak ke Seoul, maka ia tidak
tahu dimana tempat membeli makanan yang enak. Beberapa detik berpikir,
kuputuskan untuk makan makanan yang berada di pinggiran jalan Myeongdong.
Disana, banyak makanan yang berjajar panjang disepanjang jalan.
Butuh
perjalan 10 menit untuk kami kesana menggunakan busway. Sesampainya disana, segera dapat kurasakan sambutan bahagia
dari organ-organ tubuhku yang sedari tadi melakukan demonstrasi. Segera ku
hampiri salah satu penjual dan memakan sebagian ddaboki disana dengan lahap. Aku sudah tak memperdulikan Baro yang
sedari tadi melihatku sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Kagum, karena ada
seorang gadis yang makan dengan rakus seperti ku.
“Sudah
kenyang?” Tanyanya setelah lama menungguku memakan makanan kesukaan ku, ddaboki. Aku hanya menganggukkan
kepalaku dan mengembangkan senyuman tipis. Ia hanya membalas dengan gelenggan
kepalaku dan bibir yang ia sudutkan.
“Kajja.” Ucapnya.
Baro
berada didepanku. Ia masih saja sibuk dengan kamera ponselnya dan sesekali ia
melakukan selca jika berada di tempat
yang ia anggap bagus dan cocok untuk melakukannya. Beberapa kali ia ingin
mengajakku ber-selca dengannya, namun
juga berkali-kali ku tolak.
“Hyung~” ucapnya.
Baro
nampak melambaikan tangan kanannya pada seorang lelaki yang kini hanya berjarak
beberapa meter dari kami. Ku memeringkan kepalaku, berusaha melihat objek yang
dipanggil Baro dengan lebih jelas. Lama aku mengamatinya, Baro menarik tanganku
untuk mendekat pada lelaki itu. Setelah berada di depannya, aku sepertinya
pernah melihat orang ini. Orang ini adalah..
“Bukannya
kau adalah Ha yi? Orang yang kujumpai di busway
dulu?”
Dia
adalah lelaki yang menolongku saat mendapati ponsel ku yang ketahuan dicuri
oleh orang yang tak bertanggung jawab beberapa waktu yang lalu. Aku yang
melihatnya hanya mengembangkan senyumku dan meraih tangan yang telah ia
julurkan beberapa detik yang lalu untuk berkenalan denganku.
“Dong
Hae Oppa. Benarkan?” Ucapku
memastikan nama orang yang telah menolongku itu. Ia hanya menganggukan
kepalanya. Baro hanya melihatku dan Dong Hae Oppa bergantian. Ia nampak bingung dengan kami yang sudah saling
mengenal. Ia berulang kali menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
“Dia
adalah yeoja yang kutolong dulu Baro-ya. Yang kuceritakan padamu dulu.” Jelas
Dong Hae Oppa yang diiringi oleh
anggukan Baro menandakan mengerti.
“Dia
adalah hyung-ku” Bisiknya padaku dan
hanya ku respon oleh anggukan kepalaku. Tak lama kemudian, Baro
berbincang-bincang dengan lelaki tersebut- dan mengacuhkanku yang berada
dibelakang tubuhnya. Aku hanya mengehembuskan nafasku pelan dan segera
mengambil ponsel yang berada disaku celana.
Ku
membelalakkan kepalaku setelah mendapati ada 5 pesan belum terbaca dan 10
panggilan tak terjawab dari Kyungsoo. Aku lupa untuk memberitahunya bahwa hari
ini aku tak dapat berlatih dengannya karena menemani Baro berkeliling kota
Seoul. Segera ku reply pesan yang
dikirim oleh Kyungsoo yang berisi permohonan maafku padanya. Baru 2 menit
mengirim pesan balasanku, ia lantas menjawabnya dengan ucapan yang menandakan
bahwa ia tak mempermasalahkan ketika aku harus membatalkan janjiku dengannya
untuk menemani Baro. Aku menghela nafas kelegaan ketika ia tidak marah
karenanya.
“Ha
yi, ini kukenalkan kekasih hyung-ku.”
Ucap Baro.
Ku
tolehkan kepalaku saat Baro mengganggu konsentrasiku untuk membalas pesan
Kyungsoo. Ia menarik lengan tanganku ringan menuju kesamping tubuhnya. Seketika
ku membulatkan kedua bola mataku. Menatap gadis yang kini sedang berdiri di
depanku, ia pun sama denganku. Tersirat raut keraguan saat ia menatapku.
“Lee
Ha Yi imnida.” Ucapku menjulurkan
tangan kananku ragu. Ia tak segera menyambutnya. Raut wajahnya berganti. Ia
nampak tak mengerti dengan kejadian yang baru ia alami untuk bertemu denganku.
“Kim
Jee Won imnida.” Ucapnya, seraya menyambut
tanganku. Dapat kurasakan bahwa tangannya dingin. Entah apa yang sedang ia
pikirkan hingga ia hanya melihatku dengan tatapan sendunya. Ada raut penyesalan
diwajahnya saat menyambut tanganku.
“Bukankah
kalian seharusnya sudah mengenal. Kalian kan satu sekolah.” Ucap Dong Hae Oppa membuka mulutnya. Hanya seutas
senyuman tipis yang disandang oleh gadis berparas cantik bernama Kim Jee Won
itu sebagai sebuah jawaban. Ia lantas mengembalikan tangan kanannya pada posisi
semula dan pengalihkan perhatiannya dariku.
Deretan
pertanyaan tiba-tiba saja bermuculan di otakku. Semuanya masih belum dapat
kucerna. Tiap kejadian yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek ini membuat
otakku lambat untuk berpikir.
Berawal
dari pertemuanku dengan lelaki yang tak kuketahui siapa namanya. Sedangkan lelaki
itu, lelaki yang tak kuketahui namanya, tiba-tiba saja datang. Meskipun aku tak
tahu apakah itu benar atau tidak, tapi ada satu bukti kuat yang menuju pada lelaki
itu, yaitu minuman yang ia pesan di cafe yang sama dengan saat aku dengan lelaki
yang tak kuketahui namanya itu sering bertemu.
Kemudian,
Baro. Lelaki yang kukenal ketika ia berkunjung kerumahku untuk bertemu dengan
Henry oppa. Senyum, mata, dan semua
raut wajahnya, seakan pernah kujumpai sebelumnya. Semuanya tidak asing. Ia
adalah sesosok lelaki yang misterius dalam kehidupanku. Lelaki yang berhasil
membuatku terpaksa untuk membatalkan janjiku dengan Kyungsoo hanya untuk
menemaninya berkeliling kota Seoul.
Kim
Jee Won. Sesosok gadis yang berhasil mencuri hati Kyungsoo. Ia adalah mantan kekasih
Kyungsoo. Seorang gadis yang berambisius dan pekerja keras. Gadis itu kini
berada di depanku. Ia berada di depanku bukan lagi sebagai mantan kekasih
Kyungsoo maupun rival-ku dalam Drama
Musical, melainkan kekasih dari lelaki yang menolongku.
Kyungsoo,
lelaki dari masa laluku. Baro, sesosok lelaki yang misterius. Dan Kim Jee Won, gadis
yang membingungkan.
‘Kenapa kalian semua
tiba-tiba saja datang dalam kehidupanku?’
To be continued...
A/N:
ceritanya makin memusingkan! huahahaha! so, tetap stay tune buat rilis terbaru ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^