Jumat, 14 Maret 2014

Destiny Chapter 4



Destiny



Confuse
.
.
by Aydipal
Editor by Zi_You
.
.
Watch : Video Teaser
.
.
Read For:
Chapter 1Chapter 2Chapter 3 | Now | Chapter 5 

.
.
Title : Destiny | Main Cast : Lee Ha Yi, Do Kyung Soo (EXO-K), Baro (B1A4) | Other Cast : Henry Lau (Super Junior M), Park Hyung Shik (ZE:A) | Genre : Romance, School Live| Duration : Chapter
.
Happy reading!
.
.
Ku kunci semua arah pandanganku pada dewan juri yang kini sedang memutuskan apakah diriku dan lelaki yang berada di samping tubuhku dapat meneruskan ke babak selanjutnya yang masih akan diselenggarakn 2 minggu lagi. Sekilas, kulirik mata Kim Jee Won yang menatap Kyungsoo sendu dan sesekali juga menatap tubuhku tanpa arti. Ia terlihat sangat cantik jika dilihat dari jarak pandang yang dekat seperti ini.
Mataku mengitari seisi ruangan, melihat tanggapan orang lain terhadap kami dari cara pandang mereka. Ku hirup nafasku dalam-dalam dan melepaskannya sedikit tergesa-gesa ketika tahu bahwa tak ada yang dapat kuartikan dari cara pandang mereka. Tak seperti diriku yang biasanya pintar mengartikan respon dari cara pandang seseorang.
Kyungsoo menatapku. Sepertinya ia sudah melihat ku sejak beberapa detik yang lalu setelah indera pendengarannya terganggu oleh hembusan nafasku yang kukeluarkan dengan tergesa-gesa. Ia sepertinya tahu bahwa aku sedang gugup mendengar hasil dari kerja kerasku sejak beberapa hari yang lalu.
Tangan kanannya meraih tangan kiriku kemudian menggenggamnya ringan. Seketika  ku alihkan pandanganku terhadapnya. Saat itu juga, sorot mata kita bertemu. Dapat kulihat tatapan teduh dari laki-laki bermata indah itu. Tatapan yang seolah berkata ‘Gwenchana’. Lelaki yang berhasil membuat tiap detik yang kulalui merupakan sebuah momen yang harus ditulis dalam buku diary pribadiku.
“Dari keputusan juri, kalian dapat lanjut ke babak kedua.” Ucap seorang juri.
Mataku berbinar ketika otakku dapat menerjemahkan rangsangan dari indera pendengaranku bahwa kami dapat lanjut ke babak selanjutnya. Perasaan bahagia menyelimutiku seketika. Tubuhku terasa hangat. Bukan karena suhu udara disekelilingku panas karena hal tersebut sudah diatasi dengan keberadaan AC diruangan ini, melainkan karena dekapan lembut lelaki yang kupanggil Kyungsoo. Dapat kurasakan tubuhnya menyentuh kulit tubuhku, kedua tangannya melingkar erat di punggungku. Juga dapat kudengar deru nafasnya yang tak beraturan karena bahagia.
Ku kembangkan senyumku ketika lelaki berperawakan tak terlalu tinggi ini melepas pelukannya dan menatapku dengan mata berbinar yang sama sekali tak berkurang dari beberapa detik yang lalu. Senyumnya seakan dapat membuat senyumku bertahan lama serta membuat pelupuk mataku tak dapat beralih pada objek lain, selainnya.
Kamsahamida.” ucapku
Kami membungkuk pada audiences yang merangkap sebagai partisipan dalam Drama Musical dan juri yang berempati untuk mendengar kami untuk bernyanyi.
Tangaku masih terikat oleh jemari Kyungsoo. Bahkan, ketika kami berjalan menuju ke tempat duduk. Aku menyadari bahwa sekarang, sorot-sorot mata tajam terarah tepat ke tempat jemari kami terikat. Desas-desus gadis-gadis penggemar Kyungsoo mulai mengusik kedua gendang telingaku. Dapat ku terjemahkan bahwa mereka pasti merasa kesal dan iri karena aku dapat dekat dengan orang se-keren Kyungsoo.
****
Mataku mengeriyip. Bibirku menyudut ketika seberkas cahaya menyusupi kamarku, terang. Kedua bola mataku seakan menolak kehadiran cahaya itu dan berniat untuk menutupnya kembali. Namun gagal ketika sebuah tangan mengusap kening dan rambutku lembut. Memaksa ku untuk keluar dari singgasanaku.
Irona. Bukankah kau ada janji dengan Kyungsoo? Dia menunggumu diruang tamu.”
Samar, kudengar Henry Oppa berbicara padaku. Beberapa detik kemudia aku mendengar suara derap langkahnya lalu menghilang begitu saja dari balik pintu kamarku. Mataku mulai terbuka pelan. Segera kurenggangkan tubuhku, menggeliat menikmati udara pagi dengan kedua mata masih terpejam.
Kupaksa tubuhku duduk di sisi tempat tidurku. Sesekali, ku garuk-garuk kepalaku yang tak gatal dan berjalan ke kamar mandi sambil meraih handuk yang berada di sisi dinding pintu kamar mandi.
****
“Kau sudah berlatih lagi?”
Kyungsoo membuka percakapan diantara kami. Memang sejak perlombaan 2 hari yang lalu, aku tak sempat untuk berlatih kembali. Waktuku lebih kuluangkan pada tugas-tugas sekolahku yang semakin menumpuk tiap harinya dan kubiarkan terbelengkalai berjajar di meja belajarku tanpa kulirik sekalipun. Dari pertanyaan yang diajukan oleh Kyungsoo, hanya kujawab dengan sebuah gelengan dan senyuman yang kusungging kupaksakan.
Ia hanya terkekeh melihat responku. Kurasa ia memang mengerti keadaanku.
Kulirik lelaki yang sekarang sedang berkonsentrasi pada kemudi mobil yang ia gerakkan sedari tadi dan kedua sorot matanya terfokus hanya pada pandangan jalan yang terhampar dihadapannya. Sesekali tangan kirinya ia sandarkan pada jendela mobil yang terbuka, merapikan rambutnya yang tertepa oleh angin musim gugur yang baru dimulai.
Kualihkan pandanganku ketika ia mulai menyadari bahwa aku sedang mengamatinya. Dapat kurasakan ada sebersit keraguan digerak-gerik Kyungsoo saat diriku tertangkap basah sedang mengamatinya.
“Kita sudah sampai.” Ucapnya memecahkan keheningan diantara kami.
Kyungsoo menghentikan laju kendaraannya. Ku tatap gedung tinggi yang berada di sisi jalan tempat mobil Kyungsoo berhenti. Kini, tubuh dan perasaanku sudah terbiasa saat ingin memasuki gedung ini. Gedung SM Entertainment. Tempat Kyungsoo dan Baro training.
Aku keluar terlebih dahulu dari mobil Kyungsoo, sedangkan ia melajukan kendaraannya lagi untuk parkir. Dari tepi jalan, tempatku berdiri, kutatap sosok pria sedang berdiri bersandar pada dinding gedung. Ia nampak mempermainkan ponsel yang dipegangnya dan sesekali menggerak-gerakkan kaki kirinya kedepan dan kebelakang.
Kuberanikan diriku mendekat pada lelaki itu, hingga jarak kami tak begitu jauh lagi. Ku ayunkan jemari tangan kiriku pada wajah perparas tampan itu, mencari perhatiannya.
“Ah~ Kamjjagiya!”Teriaknya ketika melihatku yang tiba-tiba saja berdiri depannya. Aku terkekeh, merasa lucu dengan ekspresi yang muncul dari wajahnya.
Mianhae, telah membuatmu terkejut.” Sambungku meminta maaf padanya. Kini, raut wajah lelaki itu berbeda. Tersirat ekspresi bingung, terkejut, maupun tak ingin kehadiranku disana. Ku mengerutkan keningku, tak tahu harus mengucapkan apa lagi. Sedangkan ia masih menatapku dengan tatapan yang sama, tak berubah sedikitpun.
“Ini minummu. Kenapa kau menyuruhku membelikannya? Dimana Kyungsoo?”
Seorang lelaki berperawakan tinggi muncul dari belakang tubuhku. Ia lantas menyerahkan sebuah minuman pada Baro—lelaki yang ku usik tadi. Lelaki itu terlihat terkejut denganku yang sedang berbicara pada Baro. Sampai ia mengenalkan dirinya padaku.
Anyeong haseyo, Park Chanyeol imnida. Apa aku mengganggu kalian? Mianhae. Aku akan pergi dulu, aku hanya ingin memberikan pesanan minumannya Baro hyung saja. Anyeong.” Ucap lelaki bernama Chanyeol itu kemudian berlalu dari pandanganku. Sekarang hanya tinggal aku dan Baro. Suasana hirup-pikuk di jalan depan gedung ini tak mengubah sedikitpun suasana hening diantara kami. Hanya ada suara dari gelas plastik Baro yang ia minum tergesa-gesa.
Ku lihat minuman itu. Ada yang berbeda darinya. Ada yang kukenali dari minuman yang ia minum itu. Kusudutkan bibirku, menyeringai apa yang sedang ia minum. Sesekali juga ku iringkan kepalaku melihat apa yang sedang ia minum.
Wae?”Ucapnya tiba-tiba mengejutkanku. Sontak, segera kutarik kepalaku ke posisi semula. Ku garuk kepala ku yang tak gatal. Aku bingung akan menjawab apa. Sedangkan ia kini mulai menatapku balik dengan tatapan menyelidik.
“Mana Kyungsoo?” ucapnya mengalihkan pembicaraa. Untung saja. Ku memutar kepalaku, berusaha mencari sesosok pria yang membawanya kemari. Namun tak berhasil.
Moreugesseoyo.” Jawabku.
****
Kubulatkan mataku. Ketika suara yang lembut nan menyayat hati keluar dari bibir Kyungsoo yang diiringi oleh piano dari Baro. Nampak, sebuah harmonisasi yang cantik dari mereka berdua yang berhasil menjadikan decak kagum bagi wanita yang melihatnya.
Ku kembangkan senyuman tipis ketika Kyungsoo menatapku dengan tatapan teduhnya saat bernyanyi. Sedangkan Baro hanya dapat kulihat ia sangat berkonsentrasi saat memainkan tuts-tuts piano itu.
“Cukup.” Suara pelatih memaksa mereka untuk menghentikan pertunjukkan. Terlihat Kyungsoo sangat puas dengan hasil kolaborasinya bersama Baro. Ia memeluk bahu lelaki yang usianya lebih tua darinya itu. Baro hanya membalas sebuah senyuman tulus dari bibirnya.
Kyungsoo berjalan kearahku yang terduduk diantara training-training terbelakang diikuti oleh derap langkah Baro dari belakang tubuhnya.
Eotte? Apakah aku keren?” Pertanyaan bodoh itu meluncur dari mulutnya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak perlu diberikan jawaban. Ku kembangkan senyumku serta kuanggukkan kepalaku pelan. Lalu ia mengalihkan pandangannya kepada training yang sekarang sedang tampil di hadapan kami.
Kualihkan pandanganku pada lelaki yang juga duduk di samping kanan tubuhku. Bukan Kyungsoo, melainkan Baro. Ku tatap wajahnya lekat-lekat. Ku telusuri tiap lekukan wajahnya. Mencari sesuatu yang tak asing dari wajah lelaki yang baru beberapa hari yang lalu kutemui.
‘Kenapa kau tak asing bagiku?’
Ku putar otakku. Kini bukan melihat Baro lagi, tapi melihat ke depan. Kearah seorang training yang sedang menunjukkan kebolehannya. Meski melihat ke depan, namun tak sebersit pun dalam pikiranku untuk berkonsentrasi padanya. Otakku hanya berpikir Kyungsoo dan Baro.
Mereka berdua merupakan dua lelaki yang tak asing untukku. Lelaki yang berhasil membuatku memutar kepala, mencari siapa mereka sebenarnya. Ku hembuskan nafasku lagi. Kini, kurasakan tubuhku lemas. Merasakan suhu tubuhku tak begitu baik untuk cuaca yang baik seperti ini. Kuangkat tanganku dan kutempelkan pada keningku, berusaha mengetahui apakah suhu tubuhku naik atau tidak.
“Ha Yi-ah...” Seseorang memanggilku dari arah pintu masuk studio ini. Segera kutoleh kepalaku dan mendapati Henry Oppa ku disana. Aku hanya melambaikan tangan kananku sembari tersenyum melihatnya. Henry oppa berjalan menghampiriku yang sedang terduduk diantara Kyungsoo dan Baro. Tak lama, ia sampai dan duduk di depan tubuhku dan bersandar di kakiku yang kutekuk sejajar dengan dadaku.
“Aku lelah.” Ucapnya yang hanya kuiringi dengan kerutan didahiku. Bingung dengan tingkah manja kakak lelakiku yang satu ini. Ku hembuskan nafasku tergesa-gesa yang berhasil membuat Henry oppa membalikkan tubuhnya.
Wae?”Ucapku seraya menatapnya dan langsung kembali ke posisi tubuhnya semula tanpa menghiraukan jawaban yang akan kuucapkan padanya. Aku menghela nafas yang entah sudah berapa kali kulakukan.
“Aku bertemu dia lagi.”
Mataku membulat, entah kenapa dari kalimat yang diucapkan oleh Henry oppa terdapat sebuah kata yang ia panggil ‘Dia’. Membuatku seolah mengenali seseorang yang ia panggil ‘Dia’. Seingatku, ia adalah gadis yang berhasil membuat hari demi hari Henry oppa menjadi berwarna. Ia adalah gadis yang dulu juga menjadi teman baikku.
Jung Soo Jung. Dia adalah gadis yang kutemui sebelum aku bertemu dengan Kyungsoo pada hari itu di perpustakaan. Secepat kilat, ingatanku pada gadis ini membuatku merundukkan kepala. Kenangan yang ia ciptakan bersama Henry oppa, membuatku sangat menyesal.
“Dia salah satu training disini.” Ucapnya yang kini juga berhasil membuat mataku terbelalak mendengarnya. Rasa gelisah mulai mengahantuiku. Ia telah menghabiskan waktu 2 tahun ini untuk melupakan gadis itu. Dan sekarang ia kembali lagi dalam kehidupan Henry oppa?
“Dia...”
Suara Henry oppa mulai memelan. Ku rasakan ada perasaan emosi yang entah timbul dari mana ketika ia menyebut kata ‘Dia’. Ucapan Henry oppa berhasil membuat Kyungsoo dan Baro hampir bersamaan menyenggol siku ku, berusaha mencari penjelasan kenapa Henry oppa ku yang ceria, tiba-tiba saja bertingkah diluar kebiasaan. Aku tak menjawab apa-apa hanya sebuah gelengan ringan.
Tak lama, Henry oppa menegakkan tubuhnya tapi masih dalam posisi duduk. Kulihat kakak laki-lakiku itu menghembuskan nafasnya tergesa-gesa, yang entah sudah berapa kali. Aku menatapnya, lalu mengembangkan senyum tipisku, mendekatkan tubuhku padanya yang terduduk dihadapanku. Aku tak mengatakan apa pun, hanya sebuah tepukan ringan yang kuberikan pada punggungnya.
Tiba-tiba otakku dipaksa mencerna sebuah suara. Suara yang tidak seharusnya kudengar disaat seperti ini. Aku membencinya. Membenci suara ini, hingga rasanya kuingin berteriak. Berteriak pada sumber suara itu agar tak muncul sekarang. Agar dapat menunggu hingga kakak laki-lakiku ini siap menerima kehadirannya kembali di sekitarnya.
I sungani majimagirago geutorok saranghan geu daega-e
Neon dolliryeo haedo ulmyeo maedallyeodo geunyang sirhdamyeo he-eojimeul malhan naya.
Nan hangsang ganghan cheokman hajiman pyeongsaeng neo hana jikil jasin eobseo tteonan bigeobhan namjaya
Suara itu berasal dari salah satu training yang sekarang sedang menunjukkan kebolehannya bernyanyi. Dialah Jung Soo Jung. Dia sedang bernyanyi. Bernyanyi tanpa beban seolah dia tak tahu bahwa disini, ada Henry oppa. Ia seolah-olah tak peduli dan hanya bernyanyi.
Nappeun yeoja.” Sebait kosakata muncul dari bibirku ketika melihat gadis itu sehingga sukses membuat Kyungsoo dan Baro menoleh kearahku serentak. Aku tak memperdulikannya. Pandanganku hanya tertuju pada gadis itu, dengan emosi berapi-api. Henry oppa meraih tanganku yang entah sudah berapa lama terkepal kuat, memandangku.
Gwenchana Ha Yi-ah..”
Suaranya sendu. Seperti orang yang sekarat. Kulihat matanya mulai berkaca-kaca. Tak dapat kuperkirakan ia akan bertahan berapa lama lagi berada di ruangan ini bersama wanita itu.
Kajja.
Aku tak tahan lagi melihat kakak laki-lakiku yang semakin lemah oleh perasaannya. Kuangkat tubuhku berdiri. Menarik tangan kanan Henry oppa dan menyeretnya keluar dari ruangan yang hampir seisi ruangannya dipenuhi oleh deretan kaca-kaca besar ini. Ku melepas tangan Henry oppa setelah sudah cukup jauh dari ruangan itu.
Ia masih menundukkan kepalanya di belakang tubuhku dan tak lama tubuhnya mendekap tubuhku.
Apaseo. Jeongmal jeongmal apeuragu..
Linangan airmata membasahi baju belakangku. Dapat ku pastikan bahwa Henry oppa sedang menangis. Ku menghela nafas pelan dan menepuk-nepuk punggungnya. Kubiarkan ia menangisi nasib nya yang sangat menyedihkan karena harus bertemu dengan gadis itu.
Semua berawal dari ku yang memperkenalkan gadis itu kepada Henry oppa. Lambat-laun mereka makin dekat dan dekat hingga mereka resmi menyandang predikat sebagai seorang kekasih. Menjalani hubungan sebagai seorang pasangan kekasih tak berhasil membuat mereka semakin bahagia. Melainkan membuat keduanya merasakan sakit. Soo Jung memutuskan untuk meninggalkan Henry oppa tanpa alasaan yang jelas. Ia hanya meninggalkan sepucuk surat yang isinya ia harus pergi ke luar negeri untuk belajar. Henry oppa yang masih mencintainya pun, drop dan mencari gadisnya itu kemana-mana. Namun apa daya, ia sudah berada di luar negeri.
Sekarang, ia datang. Datang dengan membawa setumpuk kenangan yang ingin Henry oppa hapus, buang, dan melupakannya begitu saja. Ia sangat tersiksa harus melewati 2 tahun tanpa kehadiran gadis yang sangat ia cintai.
Pandanganku melebar saat sesosok pria berjalan kearah kami. Ia Baro. Derap langkahnya semakin dekat dan sekarang berhasil mencapai dimana kami sedang berdiri. Ku kembangkan senyum ku saat matanya menuju sorot mataku.
Hyung. Neo gwaencahana?”Ucapnya.Segera Henry oppa menarik tubuhnya dari tubuhku dan menghapus jejak-jejak air matanya yang mengalir dipipinya, dengan cepat. Ia berbalik dan mengembangkan sebuah senyuman yang sangat jelas sekali dipaksakan.
“Oh? Gwaenchana.” ucapnya singkat yang hanya dibalas anggukan oleh Baro.
“Dia sudah selesai. Gadis  itu sudah selesai bernyanyi. Bukankah hyung salah satu juri disana. Akan sangat menjadikan sebuah pertanyaan besar kenapa hyung tidak disana oleh para training. Karena hyung merupakan salah satu juri yang penting.” Jelas Baro.
“Baiklah. Kalau begitu aku segera kesana.” Ucap Henry oppa merespon pernyataan dari Baro.
Henry oppa pun segera pergi dari tempatnya berdiri dan kembali masuk ke ruangan itu. Meski derap langkah yang ia pijakkan seakan-akan mantap, tapi tersirat keraguan disana. Ragu, apakah ia harus kembali keruangan itu.
“Apa kau ada waktu?” ucap Baro.
Ia menatapku yang entah sudah berapa lama ia lakukan tanpa sepengetahuanku. Aku menggerutkan keningku dan mengangkat alisku.
Nae. Wae-yo?” tanyaku padanya.
Geurom..” ucapnya lantas menarik tanganku dan mengaitkan tangannya di sela-sela jemariku. Ia mengajakku menuju ke salah satu lift yang tak seberapa jauh dari tempat semula kami berdiri.
Aku ingin menyatakan sebuah pertanyaan padanya. Ketika  akan membuka mulutku, pintu lift tiba-tiba saja terbuka. Ia dengan sigap menyeretku masuk ke lift dengan kuota orang didalamnya yang cukup banyak, sehingga sangat berdesak-desakkan didalamnya.
Ku menghela nafasku dan memberikan bahasa isyarat pada Baro yang tak sengaja melihatku diantara staff-staff karyawan gedung ini di barisan depan. Ia hanya terkekeh melihat bahasa isyaratku dan mengalihkan pandangannya cepat. Sedangkan tangannya masih kuat terikat di tanganku.
Pintu lift pun terbuka, setelah beberapa menit tertutup. Dan seketika ikatan tangan kami terputus oleh orang-orang yang akan keluar dari tempat ini. Aku yang terkejut hanya membelalakkan kedua bola mataku. Sedangkan Baro, ia tak kalah kagetnya denganku. Ia menyorotkan pandangannya pada orang-orang yang akan keluar dari lift.
Pintu lift kembali tertutup. Sangat bertolak belakang dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Kini lift  yang kita naiki kosong hanya ada aku dan Baro yang berada didalamnya. Ku putar tubuhku padanya. Melipat kedua tanganku didepan dada. Mengerutkan keningku, meminta penjelasannya kenapa ia menyeretku masuk ke lift tanpa ada penjelasan terlebih dahulu.
Mian.. aku hanya ingin kau menemaniku untuk berjalan-jalan di Seoul. Karena aku sudah lama tidak kesini. Dan jika aku memintamu baik-baik, pasti akan kau tolak mentah-mentah karena hari ini kau ada janji dengan Kyungsoo kan? Walaupun kau bilang ada waktu, pasti waktu itu untuk Kyungsoo. Ah~ menyebalkan. Sedangkan Kyungsoo sendiri sudah tidak memperdulikanku lagi gara-gara kau yang selalu saja disampingnya. Sungguh tidak adil!”Ucapnya, lengkap dengan intonasi yang terlalu didramatisir. Aku hanya terkekeh mendengarnya dan mengalihkan pandanganku darinya seketika.
Wae?” Ia berbalik bertanya. Aku tak menjawabnya. Aku hanya mengembangkan senyuman tipis tanpa menoleh balik padanya.
****
“Wah~ yeupeuda!”
Entah sudah berapa kali ia mengucap kosakata itu, hingga telingaku dibuat gatal olehnya. Kuperhatikan tingkahnya yang mulai memotret tiap objek yang ia jumpai dengan kamera ponselnya.
“Lama tidak menghirup udara Seoul”Ucapnya kini diiringi oleh derap langkah yang mulai lambat menyeiramakan dengan langkahku yang berada di belakang tubuhnya. Meskipun tubuh kami telah sejajar sekarang, tak ada satu pun kata yang terucap dari bibir kami. Kami hanya menyibukkan diri untuk melihat suasana disekitar kami yang sangat indah. Daun-daun yang berjatuhan di musim gugur ini sangat indah.
“Kau tidak lapar?” Kuputuskan untuk membuka percakapan diantara kami. Perutku yang entah sejak kapan sudah melakukan demonstrasi untuk memberinya makanan untuk siang ini tak dapat di kompromi lagi. Ia berkali-kali menggeram tak karuan dan membuatku tak nyaman.
“Em, Lapar. Apa disekitar sini ada tempat untuk kita bisa makan?”
Untunglah ia nampak berantusias untuk mengisi perutnya juga. Sehingga aku tak harus bersusah payah untuk mengajaknya makan. Sejenak, kuputar otakku. Karena dari sependengaranku darinya tadi, bahwa ia sudah lama tidak ke Seoul, maka ia tidak tahu dimana tempat membeli makanan yang enak. Beberapa detik berpikir, kuputuskan untuk makan makanan yang berada di pinggiran jalan Myeongdong. Disana, banyak makanan yang berjajar panjang disepanjang jalan.
Butuh perjalan 10 menit untuk kami kesana menggunakan busway. Sesampainya disana, segera dapat kurasakan sambutan bahagia dari organ-organ tubuhku yang sedari tadi melakukan demonstrasi. Segera ku hampiri salah satu penjual dan memakan sebagian ddaboki disana dengan lahap. Aku sudah tak memperdulikan Baro yang sedari tadi melihatku sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Kagum, karena ada seorang gadis yang makan dengan rakus seperti ku.
“Sudah kenyang?” Tanyanya setelah lama menungguku memakan makanan kesukaan ku, ddaboki. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan mengembangkan senyuman tipis. Ia hanya membalas dengan gelenggan kepalaku dan bibir yang ia sudutkan.
Kajja.” Ucapnya.
Baro berada didepanku. Ia masih saja sibuk dengan kamera ponselnya dan sesekali ia melakukan selca jika berada di tempat yang ia anggap bagus dan cocok untuk melakukannya. Beberapa kali ia ingin mengajakku ber-selca dengannya, namun juga berkali-kali ku tolak.
Hyung~” ucapnya.
Baro nampak melambaikan tangan kanannya pada seorang lelaki yang kini hanya berjarak beberapa meter dari kami. Ku memeringkan kepalaku, berusaha melihat objek yang dipanggil Baro dengan lebih jelas. Lama aku mengamatinya, Baro menarik tanganku untuk mendekat pada lelaki itu. Setelah berada di depannya, aku sepertinya pernah melihat orang ini. Orang ini adalah..
“Bukannya kau adalah Ha yi? Orang yang kujumpai di busway dulu?”
Dia adalah lelaki yang menolongku saat mendapati ponsel ku yang ketahuan dicuri oleh orang yang tak bertanggung jawab beberapa waktu yang lalu. Aku yang melihatnya hanya mengembangkan senyumku dan meraih tangan yang telah ia julurkan beberapa detik yang lalu untuk berkenalan denganku.
“Dong Hae Oppa. Benarkan?” Ucapku memastikan nama orang yang telah menolongku itu. Ia hanya menganggukan kepalanya. Baro hanya melihatku dan Dong Hae Oppa bergantian. Ia nampak bingung dengan kami yang sudah saling mengenal. Ia berulang kali menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
“Dia adalah yeoja yang kutolong dulu Baro-ya. Yang kuceritakan padamu dulu.” Jelas Dong Hae Oppa yang diiringi oleh anggukan Baro menandakan mengerti.
“Dia adalah hyung­-ku” Bisiknya padaku dan hanya ku respon oleh anggukan kepalaku. Tak lama kemudian, Baro berbincang-bincang dengan lelaki tersebut- dan mengacuhkanku yang berada dibelakang tubuhnya. Aku hanya mengehembuskan nafasku pelan dan segera mengambil ponsel yang berada disaku celana.
Ku membelalakkan kepalaku setelah mendapati ada 5 pesan belum terbaca dan 10 panggilan tak terjawab dari Kyungsoo. Aku lupa untuk memberitahunya bahwa hari ini aku tak dapat berlatih dengannya karena menemani Baro berkeliling kota Seoul. Segera ku reply pesan yang dikirim oleh Kyungsoo yang berisi permohonan maafku padanya. Baru 2 menit mengirim pesan balasanku, ia lantas menjawabnya dengan ucapan yang menandakan bahwa ia tak mempermasalahkan ketika aku harus membatalkan janjiku dengannya untuk menemani Baro. Aku menghela nafas kelegaan ketika ia tidak marah karenanya.
“Ha yi, ini kukenalkan kekasih hyung-ku.” Ucap Baro.
Ku tolehkan kepalaku saat Baro mengganggu konsentrasiku untuk membalas pesan Kyungsoo. Ia menarik lengan tanganku ringan menuju kesamping tubuhnya. Seketika ku membulatkan kedua bola mataku. Menatap gadis yang kini sedang berdiri di depanku, ia pun sama denganku. Tersirat raut keraguan saat ia menatapku.
“Lee Ha Yi imnida.” Ucapku menjulurkan tangan kananku ragu. Ia tak segera menyambutnya. Raut wajahnya berganti. Ia nampak tak mengerti dengan kejadian yang baru ia alami untuk bertemu denganku.
“Kim Jee Won imnida.” Ucapnya, seraya menyambut tanganku. Dapat kurasakan bahwa tangannya dingin. Entah apa yang sedang ia pikirkan hingga ia hanya melihatku dengan tatapan sendunya. Ada raut penyesalan diwajahnya saat menyambut tanganku.
“Bukankah kalian seharusnya sudah mengenal. Kalian kan satu sekolah.” Ucap Dong Hae Oppa membuka mulutnya. Hanya seutas senyuman tipis yang disandang oleh gadis berparas cantik bernama Kim Jee Won itu sebagai sebuah jawaban. Ia lantas mengembalikan tangan kanannya pada posisi semula dan pengalihkan perhatiannya dariku.
Deretan pertanyaan tiba-tiba saja bermuculan di otakku. Semuanya masih belum dapat kucerna. Tiap kejadian yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek ini membuat otakku lambat untuk berpikir.
Berawal dari pertemuanku dengan lelaki yang tak kuketahui siapa namanya. Sedangkan lelaki itu, lelaki yang tak kuketahui namanya, tiba-tiba saja datang. Meskipun aku tak tahu apakah itu benar atau tidak, tapi ada satu bukti kuat yang menuju pada lelaki itu, yaitu minuman yang ia pesan di cafe yang sama dengan saat aku dengan lelaki yang tak kuketahui namanya itu sering bertemu.
Kemudian, Baro. Lelaki yang kukenal ketika ia berkunjung kerumahku untuk bertemu dengan Henry oppa. Senyum, mata, dan semua raut wajahnya, seakan pernah kujumpai sebelumnya. Semuanya tidak asing. Ia adalah sesosok lelaki yang misterius dalam kehidupanku. Lelaki yang berhasil membuatku terpaksa untuk membatalkan janjiku dengan Kyungsoo hanya untuk menemaninya berkeliling kota Seoul.
Kim Jee Won. Sesosok gadis yang berhasil mencuri hati Kyungsoo. Ia adalah mantan kekasih Kyungsoo. Seorang gadis yang berambisius dan pekerja keras. Gadis itu kini berada di depanku. Ia berada di depanku bukan lagi sebagai mantan kekasih Kyungsoo maupun rival-ku dalam Drama Musical, melainkan kekasih dari lelaki yang menolongku.
Kyungsoo, lelaki dari masa laluku. Baro, sesosok lelaki yang misterius. Dan Kim Jee Won, gadis yang membingungkan.
‘Kenapa kalian semua tiba-tiba saja datang dalam kehidupanku?’








To be continued...

A/N:
ceritanya makin memusingkan! huahahaha! so, tetap stay tune buat rilis terbaru ya?
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar ^^