TIMELESS
Author : I_[YOU]
Editor : Zi_You
Title : TIMELESS | Genre : Romance ,sad, hurt, AU | Main Casts: Lu Han (EXO M), Park Nayoung (OC) | Duration : One shoot
SUMMARY
Aku mencintaimu hingga aku melepasmu
.
.
Note :
Hai….
Hai ^-^ ketemu lagi sama author, kali ini author persembahkan Han Na. Semoga kali suka.Tolong
comennya ^_^
.
Happy
reading !
.
Seoul , South Korea at
08:00
Luhan POV
Bulir-bulir kristal putih ini
semakin tebal menutupi jalanan. Membuat
kemacetan yang cukup parah. Kurekatkan
mantel hitam yang sedari tadi kukenakan, karena musim salju kali ini memang tak
seindah tahun lalu.
Perlahan
kulangkahkan kaki ku menyusuri trotoar sepanjang jalan ini. Bising. Tentu saja. Tak henti-hentinya klakson itu
menguar memenuhi kota ini seakan membawa
polusi suara yang tak akan pernah
berhenti.
Suasana
pagi ini sungguh berbanding terbalik dengan hatiku. Kosong bagai tempurung
rapuh tak berpenghuni. Entah
berapa bulan aku telah meninggalkannya.
Entah seberapa banyak memori yang telah kembali dalam
ingatannya. Aku tak tahu.
Kini
langkahku terhenti pada sebuah toko bunga bernuansa klasik sederhana.Evellin
FlowerShoptertera jelas nama toko itu pada papan
hitam yang berada tak jauh dari pintu
masuk.
Ckrek….
Terdengar
decitan samar setelah pintu ini terbuka.
Kini aroma bunga menyeruak bersatu dengan angin musim
dingin yang seakan berlomba memasuki ruang ini.Kucium setangkai mawar putih
yang telah terangkai rapi di sebuah vas
cantik yang berada tak jauh dari pintu utama.Kini, wangi elegant itu telah merasuk indra penciumanku.
“Selamat
pagi tuan. Bunga
apa yang ingin anda beli?”sapaan
halus seorang gadis
terdengar di gendang telingaku. Kupalingkan
wajahku untuk menatapnya. Dan
benar gadis itu—Park
Nayoung ‘gadisku’. Gadis yang tiga bulan
lalu telah menjadi mantan tunanganku.
Ku
tatap manik matanya berharap jika ia tak mengenaliku atau bahkan sekedar
mengingat namaku. Tentu ia masih sama seperti tiga bulan lalu masih tak
mengenalku dan aku harap perasaan itu
juga akan hilang seperti memori tentang ku dalam otaknya.Tapi iamasih secantik
duludengan tubuhnya yang semampai, dan rambut hitam legam yang slalu ia gerai
menutupi pipi tirusnya.
“Tuan, apa anda mengingankan
bunga mawar itu?” ucapnya lagi, yang berhasil membuyarkan lamunanku.Kini gadis
itu mengulas senyum manisnya,
lagi. Senyuman yang sebenarnya
sangat aku rindukan.
“Aku
ingin satu buket
bunga Edelwaise.” ucapku merespon
pertanyaannya. Kini
senyuman itu tersungging dari kedua sudut bibirnya, lagi.Entah berapa lama lagi aku harus
menahan kesakitan ini. Kesakitan
yang semakin dalam semakin menghujami hatiku.
Ku mohon jangan kau ulas senyum itu lagi padaku. Sungguh aku harap Tuhan
menghentikan ini semua karena aku benar-benar
tak sanggup.
“Baiklah
tuan tolong tunggu di bangku itu.
Saya akan segera mengantarkan pesanan anda.”ucapnya sebelum ia
beranjak pergi untuk merangkai bunga pesananku.
“Emm…
tunggu nona, bisakah kau mengantarkan bunga itu ke alamat ini?” Tanya ku pada
Nayoung sesaat sebelum ia benar-benar beranjak pergi
dari posisinya. Lalu
ku ambil secarik kertas yang sedari tadi berada di saku celana jeans ku, lalu menyerahkansecarik kertas tersebut padanya.
“Baiklah, saya akan
mengantarkannya
segera. Pasti bunga ini untuk
kekasih tuan. Betapa
bahagianya ketika dia menerima bunga
ini dari tuan nanti.”ucap
Nayoung yang berhasil membuatku tercekik. Sulit rasanya hanya
sekedar menelan air liurku. Serasa
oksigenpun tak mampu aku hirup. Sakit.
Serasa ribuan belati terus menusuk jantungku hingga
yang paling dalam. Ingin
sekali diriku memelukmu dan mengatakan jika
bunga itu untukmu karena kau adalah kekasihku Park Nayoung.
Segera, kuserahkan beberapa won
itupadanya dan beranjak pergi.
“Tunggu tuan. Bisakah anda memberitahuku
siapa nama tuan?” tanyanya padaku.
“Aku
Xi Luhan.” ucapku dengan bibir
yang masih saja bergetar. Sungguh
aku tak sanggup menahan sakit ini lebih lama. Dia benar-benar tak mengingatku, bahkan namaku.Kendari demikian, mungkin
keadaan iniakan jauh lebih baik untuknya.
“Emm…tunggu
tuan. Apa tuan Luhan tidak
menuliskan kata-kata
untuk kekasihmu?” ucapnya lagi, sesaat sebelum aku benar-benar beranjak pergi
dari ruang ini. Dan pertanyaan itu berhasil menghentikan langkah kakiku. Ku ubah posisiku hingga
kami saling berhadapan. Kutatap
matanya dalam, lagi.
“Katakan
padanya jika aku benar-benar
mencintainya.” Ucapku. Lantas
ku ulas senyum simpul untuknya, setelah
frasaku selesai.
Park Nayoung POV
Kristal
putih itu masih saja menghujani bumi.
Membuat hawa dingin
yang begitu tajam merasuk pori-pori
kulitku, meski mesin penghangat
telah berusaha mengusirnya. Ku rangkai hamparan bunga ini satu per satu.
Sungguh rutinitas yang benar-benar
aku sukai saat indra penciumanku selalu mencium keberadaannya. Apalagi kalau bukan
aroma bunga-bunga
ini.
Ckerk..
Terdengar
samar pintu itu terbuka. Kulihat
seorang lelaki memasuki ruang ini. Matanya berputar melihat
hamparan bunga di toko kami. Sesekali
ia mengulas senyumnya lalu menghirup salah satu di antara mereka.
Kuhampiri
ia dengan ramah. Namun,
tiba-tiba saja ada perasaan
aneh membuncah dalam hatiku. Perasaan
yang tidak ku mengerti maksudnya.
Perasaan yang mengisyaratkan kerinduan yang mendalam
padanya. Namun, aku tak tahu siapa dia,apakah
pernah bertemu dengannya sebelumnya?Dan mata itu. Sepertinya aku sangat mengenal mata itu. Mata yang membuatku
sangat tenang. Seakan
malaikat sedang berada bersamaku untuk melindungiku.
Segera
ku rangkai bunga pesanan lelaki itu lalu mengirimkannya ke alamat yang tertera
jelas dalam secarik kertas putih ini.
Ku
pacu sepadaku menyusuri Seoul mencari alamat ini. Namun, entah mengapa
aku seperti mengenal betul alamt yang tertera pada secarik
kertas tersebut.Ku parkirkan sepada ku sembarang, dan perlahan ku daki
anak tangga ini satu persatu hingga ku temukan tempat yang sesuai dengan alamat
yang tertera di kertas itu. Tempat
ini sangat indah dengan dua bangku dan
meja yang tertata rapi. Ayunan
dari kayu serta
beberapa vas yang berisi Edelwaise
yang hampir memenuhi sudut ruang ini.
Tak lupa pohon natal yang telah di hias dengan segala
pernak perniknya. Apalagi
tempat ini berada di atas gedung,
membuat siapa saja yang berkunjung ketempat ini bisa melihat seluruh Seoul
serta hiruk pikuknya.
Entah mengapa aku merasa
tempat ini tidak asing bagiku. Apakah aku pernah kemari
sebelumnya? Entahlah.Ku letakkan Edelwaise
ini pada vas bunga kosong yang berada di atas meja bulat putih ini.
Lalu
kuputuskan untuk menunggu kekasih tuan Luhan,karena beberepa kali aku memanggilnya ia tak kunjung
muncul . Entah mengapa aku sangat nyaman berada di tempat ini.Ku ulurkan
tanganku untuk memegang salah aksesoris pohon natal itu. Aksesoris yang berbentuk
Santa Claus. Tiba-tiba kepalaku sakit
seperti sebuah ingatan yang terlihat samar muncul dalam pikiranku.
Tak kutemui juga gadis
itu setelah hampir satu jam aku menunggunya disisni. Gadis pemilik Edelwaise untuk mengatakan
pesan tuan Luhan tadi.Ku ambil alat perekam suara dari kantong celana jeansku,
karena kebetulan akusama sekali tidak membawa kertas maupun bolpoin.
“Ehmm…ehmm. Hai,
aku Park Nayoung pemilik Evellin Flower Shop. Emmm…
aku hanya ingin menyampaikan pesan dari pelangganku—Xi
Luhan. Dan juga sebuah
pesan darinya, jika
tuan Xi Luhan benar-benar
mencintaimu.”
Tut…
Segera aku menekan tombol off untuk menghentikan
rekaman suara itu, lalu ku
putuskan meninggalkan nya diatas meja bersebelahan dengan bunga itu.
Setiap
hari tuan Xi Luhan
selalu datang untuk memesan bunga yang sama dengan jam yang sama pula. Ia juga selalu
mengirimkan buket
bunga itu di alamat yang sama.Tapi tetap saja gadis itu selalu tak ada di tempat
itu. Dan alat perekam itu
juga masih berada di tempat itu. Aneh,
aku tak mengerti dengan pelanggan itu.
Tapi sudah tiga hari tak aku temukan paras lelaki
itu—Xi
Luhan. Entah mengapa perasaan aneh itu,
kembali membucah seperti pertama kali aku bertemu dengannya. Perasaan yang mengisyaratkan
kerinduan yang mendalam, juga rasa
khawatir yang tak henti-hentinya menghujamiku. Ada apa sebenarnya? Siapa Xi Luhan sebenarnya? Apakah di seseorang yang
telah lama aku kenal? Tapi
kenapa tak ada memori satupun yang berhasil aku ingat tentangnya? Apa dia baik-baik saja sekarang? Kini berbagai pertanya
berkecamuk dalam pikiranku.
Ckrek
….
Terdengar samar decitan pintu yang kini telah
terbuka. Pandanganku terkunci
pada seorang lelaki
yang kini telah memasuki ruang ini. Tapi aneh, kenapa ia melakukan hal yang sama
persis seperti Luhan lakukan setiap ia masuk ke toko kami? Ia juga memesan bunga
yang sama, yaitu
satu buket Edelwaise.
“Nona,
bisakah toko ini mengantarkan bunga itu kealamat ini?” ucapnya sembari merogoh
saku celana jeans nya untuk mengambil secarik kertas. Lalu menyerahkannya
padaku.
“Baiklah
tuan,
saya akan mengatarkanya. Bisakah
anda menyebutkan nama tuan?”ucapku sesaat sebelum ia beranjak pergi.
“Namaku Oh Sehun.” ucapnya sembari
menatapku dalam. Sama seperti
yangdilakukan Luhan padaku.
“
Emm.. Tunggu, tuan Sehun tidakkah kau
menuliskan kata-kata
untuk kekasihmu?” ucapku, lagi sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kasir.
Ia
pun memalingkan wajahnya dan mengubah posisnya berhadapan denganku. Lalu menatapku lembut
seakan mengisyaratkan sesuatu yang benar-benar
tak ku mengerti.
“Katakan padanya jika aku
benar-benar mencintainya.” ucapnya seraya
mengulas sebuah senyum simpul di akhir frasanya, yang kinimembuat jantungku bekerja tidak normal. Terkejut. Tentu saja. Mereka orang yang
berbeda, tapi mereka melakukan
hal yang sama. Apakah
mereka mencintai gadis yang sama pula?
Segera
ku ubah pandanganku pada secarik kertas kecil yang kini telah bertengger di
tanganku. Perlahan ku buka kertas
itu. Mataku terbelalakseketika
ketika melihat alamat yang tertera jelas dalam kertas putih ini. Bukankah ini adalah alamat yang dituju Luhan untuk
mengirim pesanan buket Edelwaise untuk gadisnya?
Segera
ku pacu sepeda ku menyusuri jalanan Seoul menuju tempat itu. Bagai gadis jenius, aku telah hafal betul
alamat itu di luar kepala. Ku parkir sepadaku sembarang, lalu perlahan ku daki
satu persatu anak tangga ini.Sungguh aku sangat ingin melihat paras gadis itu,‘gadis tuan Luhan’ sekaligus ‘gadis tuan Sehun.’
Tapi
nihil. Sudah beberapa kali aku
pergi ketempat ini,
tapi tak pernah kutemui batang hidung gadis itu. Ku putuskan untuk menunggunya. Hal sama yang selalu ku
lakukan jika mengantarkan pesanan bunga tuan Luhan.
Ku
letakkan bunga itu di vas bunga yang sama.
Ya,
di atas meja bulat putih itu. Tapi
kini mataku terkunci pada sebuah kotak hitam dengan balutan pita berwarna merah
jambu dan secarik kertastergeletak di samping vas bunga itu.
Entah mengapa hati dan
fikiranku saling bersatu mengisyaratkan agar aku membuka kotak itu. Aku tahu itu perbuatan
lancang yang tak pantas aku lakukan.
Dan tanpa aku sadari tangan ini telah
membuka kotak itu. Kotak
yang berisi dua buah cincin pernikahan dan
lagi, tanpa ku sadari ku ambil salah satu cincin dari peraduannya.
Deg
Seakan
jantung ini telah berhenti dari aktivitasnya.
Bahkan indra penciumankupun serasa tak mampu lagi
melakukan tugasnya. Terkejut. Tentu saja. Bagaimana tidak, cincin itu bertuliskan
nama..
Xi
Luhan Park Nayoung
.Tiba-tiba aku merasakan
sakit yang begitu menyakitkan di kepalaku.
Dan memori lama
itu, tiba-tiba datang lagi. Memori yang tak pernah aku
mengerti.
Lalu
ku ambil secarik kertas yang berda tak jauh dari kotak cincin itu lalu
membukanya.
Dear : Xi
Nayong
Aku sangat
mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu
seperti Edelwaise yang tak kan pernah mati, meski ia
terbungkus kristal beku ini. Tak pernah mati meski bunga yang lain
telah mati.
Tapi aku
bukan Edelwaise yang hidup dalam kematian, Aku Edelwaise yang tak akan
pernah pergi meski kau berusaha mencariku.
From : Xi Luhan
Kini
memoriitu berputar bagai
video film. Aku tak
kuasa membendung air mata ini.
Sakit. Sakit sekali rasanya. Bagaimana tidak? Aku melupakanseseorang
yang sangat aku cintai—Xi Luhan, seorang lelaki yang sebentar lagi menjadi ayah
dari anak anak ku
“Mianhae… mianhae chagi –ya.”
Author POV
Santa Maria Hospital
Diruang
serba putih dengan aroma ramuan obat yang menyeruak, mendominan ruang ini. Seorang lelaki—Luhan,
tengah terbaring lemah di ranjang dengan
alat pernafasan untuk membantunya bernafas yang hampir menutupi sebagian
wajahnya dan berbagai macam kabel yang
melilit tubuhnya, dengan tujuan agar ia tetap bertahan hidup.Bahkan deru
nafasnya pun kini hampir samar terdengar.
Tit
…tit…tit…Suara perangkat keras yang masih terus bekerja menelisik grafik denyut
jantungnya.
Berbanding
terbalik dengan Luhan yang kini tengah terkapar diranjang rumah sakit lelaki itu—Sehun, tengah duduk di sebuah
kursi yang berada tak jauh dari posisi Luhan sekarang.
“Hyung, aku mohon buka matamu.” ucapnya dengan air
mata yang masih mengalir menuruni pipinya sembari menggenggam tangan Luhan erat.Ia
tak dapat berfikir jernih sekarang.
Ia hanya berharap jika saudara laki-lakinya itu segera
membuka mata dan sadar. Ia
terus berdoa agar Tuhan mengabulkan permintaannya kali ini.
Perlahan
Luhan membuka matanya. Pupil
matanya kini berusaha menyesuaikan dengan keadaan di sekitarnya. Bola matanya berputar hingga
ia menemukan Sehun yang kini tengah menggenggam tangannya dan tertunduk.
“Se…sehun..” ucap Luhan terbata. Membuat Sehun
memalingkanwajahnya menatap Luhan.
“Hyung, kau sudah sadar?Baiklah tunggu sebentar, aku akan panggilkan dokter untuk memeriksamu.”ucap Sehun yang ketara
sekali sirat kebahagiaan di wajahnya.
Tapi
tangan Luhan menggenggam tangannya.
Membuat Sehun mengurungkan niatnya memanggil dokter
dan kembali duduk. Ia menatap Luhan dan berusaha sekuat tenaga menahan air
matanya agar tidak jatuh. Ia tak mau jika Luhan melihatnya menangis.
“Se…hun,
ja..ga..dirimu..ba..ik baik, ya?
Kau tahu? Jika..aku
ben…benar …be..nar bang..ga mempunyai
adik se..pertimu.” ucap Luhan terbata.
“Apa yang hyung katakan?Hyungakan selalu menemanikukan,
bukan? Hyungakan
sembuhkan, bukan?
Aku mohon berjanjilah padaku jika kau akan sembuh.” ucap Sehun yang kini telah mengeluarkan
air mata, yang berusaha ia
bendung sedari tadi. Pertahannya telah hancur. Ia tak sanggup melihat Luhan seperti ini.
“A..aku mo..hon, kau menjaga..nya
un..tukku dan ka..takan padanya jika a…aku be..benar mencin…tai…”
Tittttt………….
Kini
grafik itu tak seperti beberapa menit lalu.
Grafik
itu kini berubah menjadi garis lurus yang menandakan jika Luhan telah tiada.
“Tidak..tidak…ini tidak
mungkin. Hyung
kau jangan bercanda, bukan? Itu
tidak lucu. Cepat bangun!
Aku mohon bangunlah!Hyung!!!!!!!!!”
Bersamaan
dengan itu Park Nayoung
berlari sekuat tenaganya untuk mencari keberadaan Luhan.
-FLASHBACK-
Santa Maria Hospital
Author POV
Grafik
itu masih menunjukkan denyut jantungnya.
Gadis itu—Park Nayong tergolek lemas di ranjang
rumah sakit, dengan kabel yang masih
melilit tubuhnya.
“Apa
dia baik-baik saja, dokter?” ucap Luhan
pada seorang lelaki paruh baya yang kini telah selesai memeriksanya.Dokter itu menghembuskan
nafasnya kasar,
yang mengisyaratkan telah terjadi hal serius pada Nayoung .
Ckrek
…
Suara
decitan pintu yang terdengar samar.
Tapi masih mampu teriang di indra pendengarannya. Kini seorang wanita
memakai baju serba putih memasuki ruang
ini sembari membawa sebuah amplop yang cukup besar, lalu menyerahkannya
pada dokter Kim yang kini dalam posisi beradapan dengan Luhan.
Perlahan
dokter Kim membuka amplop yang kini sudah berpindah tangan.Terdapat kertas dan
hasil ronsent kepala Nayoung.
“Saya tidak bisa
memastikan apa yang akan terjadi padanya sebelum ia siuman. Karena kesalahannya saat
melakukan putaran dalam kompetisi
itu membuat kepalanya terbentur sangat kerasdengan permukaan es. Dan benturan keras itu
telah mengganggu sistem
syaraf pusatnya. Hal tersebut
bisa membuatnya lumpuh total, amnesia atau bahkan buta.”jelas dokter Kim
panjang lebar pada Luhan,
yang kini masih terlihat sangat terkejut
atas apa yang didengarnya sekarang.
“Apa?” ucap Luhan. Kini bibirnya masih saja
bergetar. Ia pun tak mampu berfikir
jernih. Hanya satu dalam
pikiranya, yaitu Park Nayoung.Bagaimana kalau ia
lumpuh? Bagaimana jika ia buta? Ia akan kehilangan impiannya menjadi atlet ice skyting terkenal. Apa yang harus aku
katakan padanya? Berbagai
pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.
Segera
ia melangkah mendekati Nayoung
yang kini terbaring lemas. Ditariknya
kursi itu, lalu
sedetik kemudian ia mendudukkan dirinya,
pada genggamnya erat jemari Nayoung yang penuh dengan lilitan kabel itu. Diciumnya punggung
tangan kekasihnya itu dengan air mata yang kini seakan berlomba menuruni
pipinya.
Pukul 19:00 malam
Perlahan
Luhan membuka matanya. Kini
pupil matanyapun berusaha menyesuaikan dengan tempat di sekitarnya. Dilihatnya Nayoung yang sedari tadi
belum juga siuman. Lalu
sepersekian detik ia melirik arloji yang
sedari tadi melingkar di tangan kirinya
‘Pukul 19:00?’
batinnya
Kini
ia merasa cacing-cacing yang ada di perutnya telah menggeliat meminta
makanan. Segera ia beranjak dari
kursi itu untuk pergi ke kantin rumah sakit untuk sekedar membeli roti dan teh
hangat untuk mengisi perutnya yang dari kemarin tak ia isi dengan sedikitpun makanan.
Ia
membuka pintu dengan sangat pelan agar tak mengusik tidur Nayoung. Ia berjalan lunglai
menuju kantin rumah sakit. Tiba-tiba ia merasakan sakit
yang begitu mendera kepalanya. Rasa
sakit yang kini semakin bertambah berkali-kali
lipat. Dan tiba tiba
pandangannya menjadi kabur.
Bruk…
Kini
Luhan telah jatuh tersungkur dilantai
rumah sakit.
ICU Room, Santa Maria
Hospital
Luhan POV
Ku
buka mata ku perlahan. Mataku
menyimpit karena pupil mataku yang berusaha menyusaikan dengan keadan di
sekitarku. Kini
mataku berputar mengeliling ruang ini.
Ruang serba
putih yang tak aku kenal. Dimana aku? Aku merasakan alat bantu
pernafasan kini menempel di wajahku.
Kulihat
dokter Kim sedang berdiri tak jauh dari posisiku berada sedang melihat sebuah
kertas ronsen. Kentara sekali sirat kekhawatiran di wajahnya.Tapi aku sungguh tak
tahu apa yang terjadi. Perlahan
ia mendekatiku.
“Bagaimana
keadaanmu sekarang?”Tanya dokter Kim serius padaku.
“Jauh
lebih baik. Aku
hanya merasa sedikit pusing saja.
Mungkin aku hanya belum makan. Apa yang terjadi padaku
dokter? Apa aku baik-baik saja?” Tanya ku
tak kalah serius darinya.
“Apa kau sering mengalami
rasa sakit yang begitu menyakitkan di kepalamu?”Tanyanya, lagi.
“Iya, sudah hampir dua
minggu aku merasa sakit di kepalaku.
Memangnya penyakit apa yang sedang aku derita
sekarang?” ucapku sembari menelisik mata dokter Kim yang kini semakin
menunjukkan kekhawatiran.
“Kau
menderita kanker otak setadium 3.”
ucapnya yang berhasil membuat jantung seakan berhenti. Bahkan kini otak ku tak
mampu mempercayai perkataan dokter Kim barusaan.
Tidak. Tidak itu tidak mungkin bagaimana ini bisa terjadi
padaku?Kini berbagai pertanyaan
berkecamuk dalam pikiranku.
Ku
cabut paksa selang infuse yang sedari
taditertancap pada punggung tanganku.Lalu bangkit dari
ranjang rumah sakit ini dan berjalan lunglai menuju ruang inap Nayoung. Disana kulihat orang tua Nayoung sedang berbicara dengan dokter Kim. Kulihat ibuNayoung tak kuasa lagi menahan air matanya. Segera ibu Nayoung pergi memasuki ruang
ICU itu, dan kini tinggal ayah Nayoung sendiri setelah
dokter Kim meninggalkannya.
Segera
ayah Nayong mendekatiku dan
menepuk pundak kananku
“Nayoung mengalami amnesia. Ia hanya mampu mengingat
masa lalunya dan dokter tak dapat memastikan kapan ingatannya kembali pulih.” ucapayah Nayoung sembari menahan air
matanya.
Terkejut. Tentu saja. Kenyataan ini akan membuat Nayong melupakankusebagai
kekasihnya, bahkan
ia tak akan mampu hanya sekedar mengingat namaku.Kuputuskan diriku ini memasuki
ruang ICU yang sedetik kemudian di susul ayah
Nayoung.
“Selamat pagi appa.Appa, aku
ingin keluar dari rumah sakit ini secepatnya.
Aku tak betah tinggal disini. Aku harus slalu minum
obat dan disuntik.”ucap
Nayoung manja pada ayahnya yang beberapa detik
lalu berada di dalam ruang ini bersamaan denganku.
“Pagi sayang, Bagaimana keadaan mu
sekarang? Baiklah
appa akan segera mengeluarkanmu dari
rumah sakit ini.”ucapayah Nayoung yang terus berusaha
tegar dan menahan air matanya.
“Baik . Emmm… appa, siapa
lelaki yang berada di sampingmu itu?” ucap Nayoung spontan.
Pertanyaan
itu membuatku terasa tercekik. Sulit
rasanya hanya sekedar menelan air liurku.
Ingin sekali bulir-bulir
bening ini menuruni pipiku. Tapi
aku berusaha menahannya dengan sekuat
tenaga agar aktingku
berhasil di depannya.
“Ah..Annyeonghaseo, Xi Luhan imnida. Aku partner kerja appa-mu, yang kebetulan kami bertemu setelah aku menjenguk temanku
yang sakit.”ucapku
mencoba memperkenalkan diri padanya.
Sakit. Sakit yang mendalam yang
kini aku rasakan sekarang. Bagai
belati yang terus terus menghujami hatiku. Sungguh aku tak sanggup dengan semua
ini. Ku mohon Tuhan, hentikan semua ini.
“Ah
..ya.Kau hebat kau masih
muda tapi sudah mapan. Emm…
perkenalkan aku Park Nayoung.”ucapnya sembari
mengulas sebuah senyum di akhir frasanya.
“Ee…
appa keluar dulu, ya?Ada yang ingin appa bicarakan pada Luhan.”ucapayah Nayoung memutus percakapan di antara kami. Dan hanya di respon dengan
anggukan semangat darinya.
Sekarang
ayah Nayoung berdiri di hadapanku. Beliau menatapku dalam
dan merengkuh pundak kananku.
“Luhan
semua keputusan aku serahkan padamu.
Pernikahan akan di gelar satu minggu lagi. Dan Nayoung telah mengalami
amnesia.Apa kau kau akan tetap
melanjutkan pernikahan ini, atau
kau akan membatalkan pernikahan ini?” ucap
lelaki paruh baya di hadapanku ini dengan
serius.
Sungguh
keputusan yang sangat sulit bagiku.
Aku tak ingin mengecewakan orang tua ku dan orang tua
Nayoung. Aku juga tak ingin
kehilangan Nayoung
.Apa yang harus aku lakukan Tuhan?Berbagai
pilihan telah berkecamuk dalam pikiranku.
“Aku ingin membatalkan
penikahan ini,tuan Park.”
ucapku
Kejam. Tentu keputusan ini
harus aku ambil demi yang terbaik untuk
semuanya. Dan keputusan ini juga tak akan menyakiti hatinya jika ia telah gagal
menikah denganku. Dan
ia tak akan pernah tau itu, karena
amnesia akan membuatnya lupa denganku. Aku tak ingin melihat air mata Nayoung jatuh jika suatu saat aku akan pergi selamanya dari
sisinya. Pergi menghilang tanpa
jejak dari hidupnya meski ia terus berusaha menemukan keberadaanku.
Aku
benar-benar mencintaimu Park
Nayoung.
-THE
END-
Gimana ceritanya kurang ngefeel atau gaje banget ,
author minta maaf ya ,eh tapi jangan lupa RCLnya .Emm… terima kasih buat
readers yang selalu baca ff ku . See you bye bye ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^