Selasa, 22 April 2014

Timeless



TIMELESS



Author : I_[YOU]
Editor  : Zi_You

Title     : TIMELESS | Genre  : Romance ,sad,  hurt, AU | Main Casts:  Lu Han (EXO M), Park Nayoung  (OC) | Duration : One shoot

SUMMARY
Aku mencintaimu hingga aku melepasmu
.
.
Note :
Hai…. Hai ^-^ ketemu lagi sama author, kali ini author persembahkan Han Na. Semoga kali suka.Tolong comennya ^_^
.
Happy reading !
.
Seoul , South Korea at 08:00
Luhan POV
Bulir-bulir kristal putih ini semakin tebal menutupi jalanan. Membuat kemacetan yang cukup parah. Kurekatkan mantel hitam yang sedari tadi kukenakan, karena musim salju kali ini memang tak seindah tahun lalu.
Perlahan kulangkahkan kaki ku menyusuri trotoar sepanjang jalan ini. Bising. Tentu saja. Tak henti-hentinya klakson itu menguar memenuhi kota  ini seakan membawa polusi suara yang tak akan pernah  berhenti.
Suasana pagi ini sungguh berbanding terbalik dengan hatiku. Kosong bagai tempurung rapuh tak berpenghuni. Entah berapa bulan aku telah meninggalkannya. Entah seberapa banyak memori yang telah kembali dalam ingatannya. Aku tak tahu.
Kini langkahku terhenti pada sebuah toko bunga bernuansa klasik sederhana.Evellin FlowerShoptertera jelas nama toko itu pada papan hitam yang  berada tak jauh dari pintu masuk.
Ckrek….

Terdengar decitan samar setelah pintu ini terbuka. Kini aroma bunga menyeruak bersatu dengan angin musim dingin yang seakan berlomba memasuki ruang ini.Kucium setangkai mawar putih yang  telah terangkai rapi di sebuah vas cantik yang berada tak jauh dari pintu utama.Kini, wangi elegant itu telah merasuk indra penciumanku.
“Selamat pagi tuan. Bunga apa yang ingin anda beli?”sapaan halus seorang gadis terdengar di gendang telingaku. Kupalingkan wajahku untuk menatapnya. Dan benar gadis ituPark Nayoung gadisku’. Gadis yang tiga bulan lalu telah menjadi mantan tunanganku.
Ku tatap manik matanya berharap jika ia tak mengenaliku atau bahkan sekedar mengingat namaku. Tentu ia masih sama seperti tiga bulan lalu masih tak mengenalku  dan aku harap perasaan itu juga akan hilang seperti memori tentang ku dalam otaknya.Tapi iamasih secantik duludengan tubuhnya yang semampai, dan rambut hitam legam yang slalu ia gerai menutupi pipi tirusnya.
“Tuan, apa anda mengingankan bunga mawar itu?” ucapnya lagi, yang berhasil membuyarkan lamunanku.Kini gadis itu mengulas senyum manisnya, lagi. Senyuman yang sebenarnya sangat aku rindukan.
“Aku ingin satu buket bunga Edelwaise.” ucapku merespon pertanyaannya. Kini senyuman itu tersungging dari kedua sudut bibirnya, lagi.Entah berapa lama lagi aku harus menahan kesakitan ini. Kesakitan yang semakin dalam semakin menghujami hatiku. Ku mohon jangan kau ulas senyum itu lagi padaku. Sungguh aku harap Tuhan menghentikan ini semua karena aku benar-benar tak sanggup.
“Baiklah tuan tolong tunggu di bangku itu. Saya akan segera mengantarkan pesanan anda.”ucapnya sebelum ia beranjak pergi untuk merangkai bunga pesananku.
“Emm… tunggu nona, bisakah kau mengantarkan bunga itu ke alamat ini?” Tanya ku pada Nayoung  sesaat sebelum ia benar-benar beranjak pergi dari posisinya. Lalu ku ambil secarik kertas yang sedari tadi berada di saku celana jeans ku, lalu menyerahkansecarik kertas tersebut padanya.
Baiklah, saya akan mengantarkannya segera. Pasti bunga ini untuk kekasih tuan. Betapa bahagianya ketika dia menerima bunga ini dari tuan nanti.”ucap Nayoung  yang berhasil membuatku tercekik. Sulit rasanya hanya sekedar menelan air liurku. Serasa oksigenpun tak  mampu aku hirup. Sakit. Serasa ribuan belati terus menusuk jantungku hingga yang paling dalam. Ingin sekali diriku memelukmu dan mengatakan jika  bunga itu untukmu karena kau adalah kekasihku  Park Nayoung.
Segera, kuserahkan beberapa won itupadanya  dan beranjak pergi.
Tunggu tuan. Bisakah anda memberitahuku siapa nama tuan?” tanyanya padaku.
“Aku Xi Luhan.” ucapku dengan bibir yang masih saja bergetar. Sungguh aku tak sanggup menahan sakit ini lebih lama. Dia benar-benar tak mengingatku, bahkan namaku.Kendari demikian, mungkin keadaan iniakan jauh lebih baik untuknya. 
“Emm…tunggu tuan. Apa tuan Luhan tidak menuliskan kata-kata untuk kekasihmu?” ucapnya lagi, sesaat sebelum aku benar-benar beranjak pergi dari ruang ini. Dan pertanyaan itu berhasil menghentikan langkah kakiku. Ku ubah posisiku hingga kami saling berhadapan. Kutatap matanya dalam, lagi.
 Katakan padanya jika aku benar-benar mencintainya.” Ucapku. Lantas ku ulas senyum simpul untuknya, setelah frasaku selesai.

Park Nayoung POV
Kristal putih itu masih saja menghujani bumi. Membuat hawa dingin  yang begitu tajam merasuk pori-pori kulitku, meski mesin penghangat telah berusaha mengusirnya. Ku rangkai hamparan bunga ini satu per satu. Sungguh rutinitas yang benar-benar aku sukai saat indra penciumanku selalu mencium keberadaannya. Apalagi kalau bukan aroma bunga-bunga ini.
Ckerk..
Terdengar samar pintu itu terbuka. Kulihat seorang lelaki memasuki ruang ini. Matanya berputar melihat hamparan bunga di toko kami. Sesekali ia mengulas senyumnya lalu menghirup salah satu di antara mereka.
Kuhampiri ia dengan ramah. Namun, tiba-tiba saja ada perasaan aneh membuncah dalam hatiku. Perasaan yang tidak ku mengerti maksudnya. Perasaan yang mengisyaratkan kerinduan yang mendalam padanya. Namun, aku tak tahu siapa dia,apakah pernah bertemu dengannya sebelumnya?Dan mata itu. Sepertinya aku sangat mengenal mata itu. Mata yang membuatku sangat tenang. Seakan malaikat sedang berada bersamaku untuk melindungiku.
Segera ku rangkai bunga pesanan lelaki itu lalu mengirimkannya ke alamat yang tertera jelas dalam secarik kertas putih ini.
Ku pacu sepadaku menyusuri Seoul mencari alamat ini. Namun, entah mengapa aku seperti mengenal betul alamt yang tertera pada secarik kertas tersebut.Ku parkirkan sepada ku sembarang, dan perlahan ku daki anak tangga ini satu persatu hingga ku temukan tempat yang sesuai dengan alamat yang tertera di kertas itu. Tempat ini sangat indah dengan  dua bangku dan meja yang tertata rapi. Ayunan dari kayu serta beberapa vas yang berisi Edelwaise yang hampir memenuhi sudut ruang ini. Tak lupa pohon natal yang telah di hias dengan segala pernak perniknya. Apalagi tempat ini berada di atas gedung, membuat siapa saja yang berkunjung ketempat ini bisa melihat seluruh Seoul serta hiruk pikuknya.
Entah mengapa aku merasa tempat ini  tidak asing bagiku. Apakah aku pernah kemari sebelumnya? Entahlah.Ku letakkan Edelwaise ini pada vas bunga kosong yang berada di atas meja bulat putih ini.
Lalu kuputuskan untuk menunggu kekasih tuan Luhan,karena  beberepa kali aku memanggilnya ia tak kunjung muncul . Entah mengapa aku sangat nyaman berada di tempat ini.Ku ulurkan tanganku untuk memegang salah aksesoris pohon natal itu. Aksesoris yang berbentuk Santa Claus. Tiba-tiba kepalaku sakit seperti sebuah ingatan yang terlihat samar muncul dalam pikiranku.
Tak kutemui juga gadis itu setelah hampir satu jam aku menunggunya disisni. Gadis pemilik Edelwaise untuk mengatakan pesan tuan Luhan tadi.Ku ambil alat perekam suara dari kantong celana jeansku, karena kebetulan akusama sekali tidak membawa kertas maupun bolpoin.
Ehmm…ehmm. Hai, aku Park Nayoung pemilik Evellin Flower  Shop. Emmm… aku hanya ingin menyampaikan pesan dari pelanggankuXi Luhan. Dan juga sebuah pesan darinya, jika tuan Xi Luhan benar-benar mencintaimu.”
Tut…
Segera aku menekan tombol off untuk menghentikan rekaman suara itu, lalu ku putuskan meninggalkan nya diatas meja bersebelahan dengan bunga itu.

-o0o-

Setiap hari tuan Xi Luhan selalu datang untuk memesan bunga yang sama dengan jam yang sama pula. Ia juga selalu mengirimkan buket bunga itu di alamat yang sama.Tapi tetap saja gadis itu selalu tak ada di tempat itu. Dan alat perekam itu juga masih berada di tempat itu. Aneh, aku tak mengerti dengan pelanggan itu.
Tapi  sudah tiga hari tak aku temukan paras lelaki ituXi Luhan. Entah mengapa perasaan aneh itu, kembali membucah seperti pertama kali aku bertemu dengannya. Perasaan yang mengisyaratkan kerinduan yang mendalam, juga rasa khawatir yang tak henti-hentinya  menghujamiku. Ada apa sebenarnya? Siapa  Xi Luhan sebenarnya? Apakah di seseorang yang telah lama aku kenal? Tapi kenapa tak ada memori satupun yang berhasil aku ingat tentangnya? Apa dia baik-baik saja sekarang? Kini berbagai pertanya berkecamuk dalam pikiranku.
Ckrek ….
 Terdengar samar decitan pintu yang kini telah terbuka. Pandanganku terkunci pada seorang lelaki yang kini telah memasuki ruang ini. Tapi aneh, kenapa ia melakukan hal yang sama persis seperti Luhan lakukan setiap ia masuk ke toko kami? Ia juga memesan bunga yang sama, yaitu satu buket Edelwaise.
“Nona, bisakah toko ini mengantarkan bunga itu kealamat ini?” ucapnya sembari merogoh saku celana jeans nya untuk mengambil secarik kertas. Lalu menyerahkannya padaku.
 “Baiklah  tuan, saya akan mengatarkanya. Bisakah anda menyebutkan nama tuan?”ucapku sesaat sebelum ia beranjak pergi.
Namaku Oh Sehun.” ucapnya sembari menatapku dalam. Sama  seperti yangdilakukan Luhan padaku.
“ Emm.. Tunggu, tuan Sehun tidakkah kau menuliskan kata-kata untuk kekasihmu?” ucapku, lagi sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kasir.
Ia pun memalingkan wajahnya dan mengubah posisnya berhadapan denganku. Lalu menatapku lembut seakan mengisyaratkan sesuatu yang benar-benar tak ku mengerti.
            Katakan padanya jika aku benar-benar mencintainya.” ucapnya seraya mengulas sebuah senyum simpul di akhir frasanya, yang  kinimembuat jantungku bekerja tidak normal. Terkejut. Tentu saja. Mereka orang yang berbeda, tapi mereka melakukan hal yang sama. Apakah mereka mencintai gadis yang sama pula?
Segera ku ubah pandanganku pada secarik kertas kecil yang kini telah bertengger di tanganku. Perlahan ku buka kertas itu. Mataku terbelalakseketika ketika melihat alamat yang tertera jelas dalam kertas putih ini. Bukankah ini adalah alamat yang dituju Luhan untuk mengirim pesanan buket Edelwaise untuk gadisnya?
Segera ku pacu sepeda ku menyusuri jalanan Seoul menuju tempat itu. Bagai gadis jenius, aku telah hafal betul alamat itu di luar kepala. Ku parkir sepadaku sembarang, lalu perlahan ku daki satu persatu anak tangga ini.Sungguh aku sangat ingin melihat paras gadis itu,‘gadis tuan Luhan sekaligus gadis tuan Sehun.’
Tapi nihil. Sudah beberapa kali aku pergi ketempat ini, tapi tak pernah kutemui batang hidung gadis itu. Ku putuskan untuk menunggunya. Hal sama yang selalu ku lakukan jika mengantarkan pesanan bunga tuan Luhan.
Ku letakkan bunga itu di vas bunga yang sama. Ya, di atas meja bulat putih itu. Tapi kini mataku terkunci pada sebuah kotak hitam dengan balutan pita berwarna merah jambu dan secarik kertastergeletak di samping vas bunga itu.
Entah mengapa hati dan fikiranku saling bersatu mengisyaratkan agar aku membuka kotak itu. Aku tahu itu perbuatan lancang yang tak pantas aku lakukan. Dan tanpa aku sadari tangan ini telah membuka kotak itu. Kotak yang berisi dua buah cincin pernikahan dan  lagi, tanpa ku sadari ku ambil salah satu cincin dari peraduannya.
Deg
Seakan jantung ini telah berhenti dari aktivitasnya. Bahkan indra penciumankupun serasa tak mampu lagi melakukan tugasnya. Terkejut. Tentu saja. Bagaimana tidak, cincin itu bertuliskan nama..
Xi Luhan  Park Nayoung .Tiba-tiba aku merasakan sakit yang begitu menyakitkan di kepalaku. Dan memori lama itu, tiba-tiba datang lagi. Memori yang tak pernah aku mengerti.
Lalu ku ambil secarik kertas yang berda tak jauh dari kotak cincin itu lalu membukanya.

Dear : Xi Nayong
Aku sangat mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu seperti Edelwaise yang tak kan pernah mati, meski ia terbungkus kristal beku ini. Tak pernah mati meski bunga yang lain telah mati.
Tapi aku bukan Edelwaise yang hidup dalam kematian, Aku Edelwaise yang tak akan pernah pergi meski kau berusaha mencariku.
From : Xi Luhan

Kini memoriitu berputar bagai video film. Aku tak kuasa membendung air mata ini. Sakit. Sakit sekali rasanya. Bagaimana tidak? Aku melupakanseseorang yang sangat aku cintaiXi Luhan, seorang lelaki yang sebentar lagi menjadi ayah dari anak anak ku
Mianhaemianhae chagi –ya.

-o0o-

Author POV
Santa Maria Hospital
Diruang serba putih dengan aroma ramuan obat yang menyeruak, mendominan ruang ini. Seorang lelakiLuhan, tengah terbaring lemah di ranjang dengan  alat pernafasan untuk membantunya bernafas yang hampir menutupi sebagian wajahnya dan berbagai macam kabel yang melilit tubuhnya, dengan tujuan agar ia tetap bertahan hidup.Bahkan deru nafasnya pun kini hampir samar terdengar.
Tit …tit…tit…Suara perangkat keras yang masih terus bekerja menelisik grafik denyut jantungnya.
Berbanding terbalik dengan Luhan yang kini tengah terkapar diranjang rumah sakit lelaki ituSehun, tengah duduk di sebuah kursi yang berada tak jauh dari posisi Luhan sekarang.
Hyung, aku mohon buka matamu.” ucapnya dengan air mata yang masih mengalir menuruni pipinya sembari menggenggam tangan Luhan erat.Ia tak dapat berfikir jernih sekarang. Ia hanya berharap jika saudara laki-lakinya itu segera membuka mata dan sadar. Ia terus berdoa agar Tuhan mengabulkan permintaannya kali ini.
Perlahan Luhan membuka matanya. Pupil matanya kini berusaha menyesuaikan dengan keadaan di sekitarnya. Bola matanya berputar hingga ia menemukan Sehun yang kini tengah menggenggam tangannya dan tertunduk.
 “Se…sehun..” ucap Luhan terbata. Membuat Sehun memalingkanwajahnya menatap Luhan.
Hyung, kau sudah sadar?Baiklah tunggu sebentar, aku akan  panggilkan dokter untuk memeriksamu.”ucap Sehun yang ketara sekali sirat kebahagiaan di wajahnya.
Tapi tangan Luhan menggenggam tangannya. Membuat Sehun mengurungkan niatnya memanggil dokter dan kembali duduk. Ia menatap Luhan dan berusaha sekuat tenaga menahan air matanya  agar tidak jatuh. Ia tak mau  jika Luhan melihatnya menangis.
“Se…hun, ja..ga..dirimu..ba..ik baik, ya? Kau tahu? Jika..aku ben…benar …be..nar bang..ga  mempunyai adik se..pertimu.” ucap Luhan terbata.
Apa yang hyung katakan?Hyungakan selalu menemanikukan, bukan? Hyungakan sembuhkan, bukan? Aku mohon berjanjilah padaku jika kau akan sembuh.” ucap Sehun yang kini telah mengeluarkan air mata, yang berusaha ia bendung sedari tadi. Pertahannya telah hancur. Ia tak sanggup melihat Luhan seperti ini.
A..aku mo..hon, kau menjaga..nya un..tukku dan ka..takan padanya jika a…aku be..benar mencin…tai…
Tittttt………….
Kini grafik itu tak seperti beberapa menit lalu. Grafik itu kini berubah menjadi garis lurus yang menandakan jika Luhan telah tiada.
Tidak..tidak…ini tidak mungkin. Hyung kau jangan bercanda, bukan? Itu tidak lucu. Cepat  bangun! Aku mohon bangunlah!Hyung!!!!!!!!!”
Bersamaan dengan itu Park Nayoung berlari sekuat tenaganya untuk mencari keberadaan Luhan.

-FLASHBACK-
Santa Maria Hospital
Author POV
Grafik itu masih menunjukkan denyut jantungnya. Gadis ituPark Nayong tergolek lemas di ranjang rumah sakit, dengan  kabel yang masih melilit tubuhnya.
“Apa dia baik-baik saja, dokter?” ucap Luhan pada seorang lelaki paruh baya yang kini telah selesai memeriksanya.Dokter itu menghembuskan nafasnya kasar, yang mengisyaratkan telah terjadi hal serius pada Nayoung .
Ckrek …
Suara decitan pintu yang terdengar samar. Tapi masih mampu teriang di indra pendengarannya. Kini seorang wanita memakai baju serba putih  memasuki ruang ini sembari membawa sebuah amplop yang cukup besar, lalu menyerahkannya pada dokter Kim yang kini dalam posisi beradapan dengan Luhan.
Perlahan dokter Kim membuka amplop yang kini sudah berpindah tangan.Terdapat kertas dan hasil ronsent kepala Nayoung.
Saya tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi padanya sebelum ia siuman. Karena kesalahannya saat melakukan putaran dalam kompetisi itu membuat kepalanya terbentur sangat kerasdengan permukaan es. Dan benturan keras itu telah mengganggu sistem syaraf pusatnya. Hal tersebut bisa membuatnya lumpuh total, amnesia atau bahkan buta.”jelas dokter Kim panjang lebar pada Luhan, yang kini masih terlihat sangat terkejut atas apa yang didengarnya sekarang.
Apa?” ucap Luhan. Kini bibirnya masih saja bergetar. Ia pun tak mampu berfikir jernih. Hanya satu dalam pikiranya, yaitu Park Nayoung.Bagaimana kalau ia lumpuh? Bagaimana jika ia buta? Ia akan  kehilangan impiannya menjadi atlet ice skyting terkenal. Apa yang harus aku katakan padanya? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.
Segera ia melangkah mendekati Nayoung yang kini terbaring lemas. Ditariknya kursi itu, lalu sedetik kemudian ia mendudukkan dirinya, pada genggamnya erat jemari Nayoung  yang penuh dengan lilitan kabel itu. Diciumnya punggung tangan kekasihnya itu dengan air mata yang kini seakan berlomba menuruni pipinya.

Pukul 19:00 malam
Perlahan Luhan membuka matanya. Kini pupil matanyapun berusaha menyesuaikan dengan tempat di sekitarnya. Dilihatnya Nayoung yang sedari tadi belum juga siuman. Lalu sepersekian detik ia melirik arloji  yang sedari tadi melingkar di tangan kirinya
‘Pukul 19:00? batinnya
Kini ia merasa cacing-cacing  yang ada di perutnya telah menggeliat meminta makanan. Segera ia beranjak dari kursi itu untuk pergi ke kantin rumah sakit untuk sekedar membeli roti dan teh hangat untuk mengisi perutnya yang dari kemarin tak ia isi dengan sedikitpun makanan.
Ia membuka pintu dengan sangat pelan agar tak mengusik tidur Nayoung. Ia berjalan lunglai menuju kantin rumah sakit. Tiba-tiba ia merasakan sakit yang begitu mendera kepalanya. Rasa sakit yang kini semakin bertambah berkali-kali lipat. Dan tiba tiba pandangannya  menjadi kabur.
Bruk…
Kini Luhan telah jatuh tersungkur  dilantai rumah sakit.

ICU Room, Santa Maria Hospital
Luhan POV
Ku buka mata ku perlahan. Mataku menyimpit karena pupil mataku yang berusaha menyusaikan dengan keadan di sekitarku. Kini mataku berputar mengeliling ruang ini. Ruang  serba putih  yang tak aku kenal. Dimana aku? Aku merasakan alat bantu pernafasan kini menempel di wajahku.
Kulihat dokter Kim sedang berdiri tak jauh dari posisiku berada sedang melihat sebuah kertas ronsen. Kentara sekali sirat  kekhawatiran di wajahnya.Tapi aku sungguh tak tahu apa yang terjadi. Perlahan ia mendekatiku.
“Bagaimana keadaanmu sekarang?”Tanya dokter Kim serius padaku.
“Jauh lebih baik. Aku hanya merasa sedikit pusing saja. Mungkin aku hanya belum makan. Apa yang terjadi padaku dokter? Apa aku baik-baik saja?” Tanya ku tak kalah serius darinya.
Apa kau sering mengalami rasa sakit yang begitu menyakitkan di kepalamu?”Tanyanya, lagi.
“Iya, sudah hampir dua minggu aku merasa sakit di kepalaku. Memangnya penyakit apa yang sedang aku derita sekarang?” ucapku sembari menelisik mata dokter Kim yang kini semakin menunjukkan kekhawatiran.
“Kau menderita kanker otak setadium 3.” ucapnya yang berhasil membuat jantung seakan berhenti. Bahkan kini otak ku tak mampu mempercayai perkataan dokter Kim barusaan.
Tidak. Tidak  itu tidak mungkin bagaimana ini bisa terjadi padaku?Kini berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku.

-o0o-

Ku cabut paksa selang infuse yang sedari taditertancap pada punggung tanganku.Lalu bangkit dari ranjang rumah sakit ini dan berjalan lunglai menuju ruang inap Nayoung. Disana  kulihat orang tua Nayoung  sedang berbicara dengan dokter Kim. Kulihat ibuNayoung tak kuasa lagi  menahan air matanya. Segera ibu Nayoung pergi memasuki ruang ICU itu, dan kini tinggal ayah Nayoung sendiri setelah dokter Kim meninggalkannya.
Segera ayah Nayong mendekatiku dan menepuk pundak kananku
Nayoung mengalami amnesia. Ia hanya mampu mengingat masa lalunya dan dokter tak dapat memastikan kapan ingatannya kembali pulih.” ucapayah Nayoung sembari menahan air matanya.
Terkejut. Tentu saja. Kenyataan ini  akan membuat Nayong melupakankusebagai kekasihnya, bahkan ia tak akan mampu hanya sekedar mengingat namaku.Kuputuskan diriku ini memasuki ruang ICU yang sedetik kemudian di susul ayah Nayoung.
Selamat pagi appa.Appa, aku ingin keluar dari rumah sakit ini secepatnya. Aku tak betah tinggal disini. Aku harus slalu minum obat dan disuntik.”ucap Nayoung manja pada ayahnya yang beberapa detik lalu berada di dalam ruang ini bersamaan denganku.
“Pagi sayang, Bagaimana keadaan mu sekarang? Baiklah appa akan segera mengeluarkanmu dari rumah sakit ini.”ucapayah Nayoung yang terus berusaha tegar dan menahan air matanya.
Baik . Emmm… appa, siapa lelaki yang berada di sampingmu itu?” ucap Nayoung spontan.
Pertanyaan itu membuatku terasa tercekik. Sulit rasanya hanya sekedar menelan air liurku. Ingin sekali bulir-bulir bening ini menuruni pipiku. Tapi aku berusaha menahannya dengan sekuat tenaga agar aktingku berhasil di depannya.
“Ah..Annyeonghaseo, Xi Luhan imnida. Aku partner kerja appa-mu, yang kebetulan  kami bertemu setelah aku menjenguk temanku yang sakit.”ucapku mencoba memperkenalkan diri padanya.
Sakit. Sakit yang mendalam yang kini aku rasakan sekarang. Bagai belati yang terus terus menghujami hatiku. Sungguh aku tak sanggup dengan semua ini. Ku mohon Tuhan, hentikan semua ini.
“Ah ..ya.Kau hebat kau masih muda tapi sudah mapan. Emm… perkenalkan aku Park Nayoung.”ucapnya sembari mengulas sebuah senyum di akhir frasanya.
“Ee… appa keluar dulu, ya?Ada yang ingin appa bicarakan pada Luhan.”ucapayah Nayoung  memutus percakapan di antara kami. Dan hanya di respon dengan anggukan semangat darinya.
Sekarang ayah Nayoung berdiri di hadapanku. Beliau menatapku dalam dan merengkuh pundak kananku.
“Luhan semua keputusan aku serahkan padamu. Pernikahan akan di gelar satu minggu lagi. Dan Nayoung telah mengalami amnesia.Apa kau kau  akan tetap melanjutkan pernikahan ini, atau kau akan membatalkan pernikahan ini?” ucap lelaki paruh baya di hadapanku ini dengan serius.
Sungguh keputusan yang sangat sulit bagiku. Aku tak ingin mengecewakan orang tua ku dan orang tua Nayoung. Aku juga tak ingin kehilangan Nayoung .Apa yang harus aku lakukan Tuhan?Berbagai pilihan telah berkecamuk dalam pikiranku.
Aku ingin membatalkan penikahan ini,tuan Park.” ucapku 
Kejam. Tentu keputusan ini harus aku ambil  demi yang terbaik untuk semuanya. Dan keputusan ini juga tak akan menyakiti hatinya jika ia telah gagal menikah denganku. Dan ia tak akan pernah tau itu, karena amnesia akan membuatnya lupa denganku. Aku tak ingin melihat air mata Nayoung jatuh  jika suatu saat aku akan pergi selamanya dari sisinya. Pergi menghilang tanpa jejak dari hidupnya meski ia terus berusaha menemukan keberadaanku.
Aku benar-benar mencintaimu Park Nayoung.



-THE END-


Gimana  ceritanya kurang ngefeel atau gaje banget , author minta maaf ya ,eh tapi jangan lupa RCLnya .Emm… terima kasih buat readers yang selalu baca ff ku . See you bye bye ^-^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar ^^