Special Gift
A fanfiction by Zi_You
Title:Special Gift | Main Cast : Jung Taekwoon (VIXX’s Leo) and You |
Genre : Romance, (A little bit)
Fluff, | Duration : Ficlet| Rating
: General
Summary :
Kau mampu membuatku terbawa dalam 3
detik rencanamu
.
.
.
“Yeoboseyo.”
Lirih.
Sapaan yang terucap lewat sambungan panggilan itu, mungkin cenderung samar,
terlebih jika berbaur dengan desisan angin malam musim semi. Bahkan ku rasa
seseorang diseberang sambungan panggilan ini, harus mempertajam indera
pendengarannya, jika ia ingin mendengarkan sapaanku.
“Yeoboseyo. Apa kau sibuk?”
Suara
itu hampir saja membuatku tercekat, jika saja kesadaranku pada dunia nyata
pulih. Lantas frasanya membuatku mendongkakkan kepalaku. Ku edarkan kepalaku
keseluruh penjuru ruangan ini. Walaukepalaku terasa pening, akibat deringan
panggilan ini, beberapa detik lalu. Pun dengan leherku yang terasa sakit,
akibat salah posisi, saat aku tertidur di meja belajarku.
Aku
masih berusaha menelisik kembali ruangan ini, mencari sebuah objek, dengan
setengah kesadaranku. Pun dengan kedua iris mataku yang sedari tadi
kukerjapkan, entah untuk keberapa kalinnya.
Dan
kudapati objek itu di sana, dari tempatku semula. Jam dinding yang sedari dulu
bertengger di dekat tempat tidurku.
Pukul
23.59, untuk waktu daerah Seoul. Objek diseberang sana membuaku mengernyitkan
kedua alisku. Benarkah angka yang ditunjuk oleh kedua jarum tersebut? Ataukah
hanya imajinasi yang tercipta oleh setengah kesadaranku? Ku kerjapkan sekali
lagi, iris mataku. Dan benar saja. Objek tersebut tak pernah bohong.Lantas
bukankah ini terlalu larut, untuk seseorang mengucapkan ‘apa kau sibuk?’
“Taekwoon-a, kau tahu ini jam berapa sekarang?”
ucapku, dengan hembusan nafas pelan, di awal frasaku. Lelaki di seberang sana
sedikit membuatku kesal. Lelaki tampan yang telah menjadi kekasihku selama 1
tahun belakangan ini, bahkan jarang—dan kurasa tak pernah—berlaku
bodoh, seperti ini.
“Yeah, kau tahu aku berada di Jepang,
bukan?” Bahkan ku rasa, jika ia sibuk dengan konsernya, layaknya 2 hari
belakangan ini, ia akan sangat jarang menghubungiku. Terlalu sibuk, hingga
untuk membalas pesanku saja, ku rasa ia akan membalasnya jika managernya
memberitahunya.
“Ini
bukan sekedar aku merindukanmu. Aku ingin berbicara serius denganmu.” Lagi, ia
membuatku hampir tercekat. Ku telan perlahan salivaku, dengan susahnya. Nada
bicaranya bahkan berubah. Tak seperti beberapa detik lalu. Dan bahkan frasaku
yang beberapa detik lalu belum selesai, kini tak mampu lagi ku ucapkan kembali.
Agaknya jika nada bicaranya seperti ini, ia memang menginginkan berbicara
serius denganku. Bukan hanya omong kosong seperti beberapa detik lalu.
“Kau..
ingin berbicara apa, Taekwoon-a?” ku
biarkan kata itu keluar dari mulutku dengan terbata. Pun terselip nada keraguan
di dalamnya. Juga dengan nada yang sedikit kuturunkan dari beberapa detik lalu.
“Taekwoon-a, kau masih di sana?” lagi, nada
keraguan itu masih terselip dalam frasaku. Ia seolah membiarkanku dalam
keheningan seorang diri. Oh, tidakkah dia tahu aku membenci keheningan seperti
ini?
“Taekwoon-a, kau—”
“Aku
hanya ingin mengatakan..” dan lagi, frasanya membuatku tak mampu untuk melanjutkan
frasaku dengan sempurna. Oh, apakah aku terlalu cerewet, hingga ia memotong
frasaku, sedang ia sendiri pun tak melanjutkan frasanya?
Ku
hembuskan nafasku, lagi. Kali ini mungkin tak terhitung berapa kali aku
menghembuskan nafasku. Ini terlalu sering, untuk menghilangkan kejenuhanku,
akibat keheningan yang diciptakan Taekwoon.
Ku
rasa ia sedikit mempermainkanku kali ini. Bagaimana tidak. Jung Taekwoon yang
ku kenal 1 tahun belakangan ini, tak akan menjadi seperti ini. Bahkan ku rasa
jika ia ingin menyampaikan pernyataannya kepadaku, ia tak akan membuatku
menunggu selama ini.
“Taekwoon-a, jika kau ingin berbicara kepadaku,
masih ku beri waktu. Tapi jika tidak, aku—”
“Aku
hanya ingin mengatakan. Happy birthday,
untuk gadisku.” Dan, untuk sekian kalinya ia membuatku tercekat, pun dengan
ucapannya yang memotong frasaku, lagi. Bahkan frasa terakhirnya, bersamaan
dengan dentingan jam dinding kamarku.
Pukul
00.00. Seketika frasa terakhirnya membuatku membuancah bahagia. Inikah sifat
lain dari Taekwoon yang jarang ku temui? Dan oh, apakah ia sengaja membuat
keheningan, pun dengan membuatku bertingkah cerewet, hingga frasanya bersamaan
dengan dentingan itu?
“Maafkan
aku yang tak bisa menemuimu malam ini. Pun mungkin dengan besok, yang tak bisa
ku habiskan waktuku denganmu. Aku akan kembali ke Korea, lusa. Maaf..” Ku
hembuskan nafas berat ku. Seketika rasa membuncah bahagia itu, seolah sengaja
ia ciptakan untuk beberapa detik saja, dan kemudainsirna dalam hitungan detik.
Ia lantas menggantinya dengan rasa kecewa.
“Terima
kasih untuk ucapanmu. Aku akan baik-baik saja tanpa kehadiranmu, dalam satu
hari pergantian usiaku.” Sesungguhnya ini bukan diriku yang sebenarnya.
Berbohong di belakang Taekwoon. Pun dengan bulir air mata di ujung pelupuk
mataku yang ku tahan dengan menggigit bibir bawahku. Juga ku atur nafasku, agar
tak terdengar berderu, layaknya seorang gadis yang tengah terisak. Oh, apakah
ia tahu, akan hal ini?
Sebenarnya
bukan aku egois. Tapi aku ingin kau disini, saat pergantian usiaku. Bukankah
aku selalu disampingmu, saat hari pergantian usiamu? Tidakkah ini terlalu adil
untukmu, namun tidak untukku?
“Maaf
mengganggumu, atas sambungan panggilan ini, aku hanya—”
“Oh,
tidak Taekwoon-a. Dan maaf,
sepertinya aku harus kembali mengerjakan tugasku yang tertunda. Selamat malam
Taekwoon-a.” Ucapku, memotong
frasanya yang belum sempurna terucap. Bukan aku bermaksud memotong frasanya
secara sengaja. Namun, semakin aku mendengaran frasa panjangnya, semakin ia
tahu bahwa aku sedang berbohong padanya. Semakin ia tahu bahwa deru nafasku tak
dapat lagi ku atur, agar tak terdengar isakan kecilku. Pun ia akan tahu bahwa
aku menyembunyikan bulir air mataku, dibalik kata ‘aku tak apa’
Bersamaan
dengan berakhirnya frasaku, ku jatuhkan ponselku pada meja bejalarku. Lantas
menenggelamkan kepalaku pada setumpuk lembaran kertas, tugas-tugasku. Pun ku
tutup kelopak mataku. Bulir-bulir air mata di ujung pelupuk mata yang sedari
tadi ku tahan, kini mulai menuruni kedua belah pipiku, tanpa bisa ku bendung.
Juga deru nafasku yang telah ku atur sedemikian rupa, untuk beberapa detik
lalu, kini berubah menjadi isakan yang menyeruak ke seluruh penjuru ruangan
ini.
Tak
apa dalam pergantian usiaku ini ada bulir air mata kecewa. Namun, beberapa
detik lalu lelakiku telah membuat rasa membuncah bahagia dalam benakku.
Sedetik
kemudian, ku dongkakkan kepalaku. Ini terlihat menyedihkan. Dengan bulir air
mata yang masih saja menurunikedua belah pipiku,tanpa bisa ku bendung. Pun
dengan deru nafasku yang semakin menjadi.
Beberapa
detik kemudian, samar ku dengar bel apartemenku berbunyi. Entah hanya
halusinasiku, semata. Entah mungkin angin malam musim semi yang berdesis, lalu
mengantarkannya pada indra pendengaranku. Namun, semakin ku abaikan, semakin
terdengar jelas, bahwa itu bukan sekedar halusinasiku semata.
Ku
hembuskan nafasku, dengan kasarnya. Menghapus jejak-jejak air mataku, lantas
melangkahkan kakiku menuju pintu apartemenku.
Beberapa
langkah sebelum langkah kakiku menuju knop pintu itu, suara bel tersebut,
terhenti. Oh, apakah ini memang halusinasiku semata?
Namun,
aku tak lantas kembali menuju kamarku. Ku langkahkan kakiku menuju pintu
tersebut. Lantas memutar knop pintu tersebut. Tak ada seorang pun di sana. Oh,
hebat. Seseorang kini tengah mempermainkanku, selain Jung Taekwoon.
Ketika
jemariku akan menutup pintu tersebut, sebuah objek mangalihkan perhatianku. Ku
pertajam lagi penlihatanku. Sebuah kotak merah, di sana. Pun dengan boneka
beruang putih besar, dengan pita merah yang bersandar pada dinding tersebut.
Ku
ulurkan kedua tanganku meraih boneka beruang putih tersebut. Lantas membawanya
dalam dekapanku. Pun ku ulurkan kembali kedua tanganku meraih kotak merah
tersebut, dengan payahnya. Lalu ku langkahkan kakiku, menuju apartemenku,
dengan penglihatan yang sedikit terhalang oleh boneka beruang putih besar ini.
Baru
beberapa langkah, sebuah tanagn kekar melingkar dalam pinggangku. Membuatku
menghentikan langkahku. Pun dengan sebuah kepala yang bersandar di punggungku.
Dapat ku cium aroma
feromonnya menusuk hidungku. Seperti aku mengenal aroma
feromonnya. Ketika tubuhku akan ku putar menghadapnya, tangan kekar tersebut
semakin mengerat dalam pinggangku.
“Happy birthday, untuk gadisku. Maaf
membuatku kecewa dengan ucapanku dalam sambungan panggilan tadi. Aku benar-benar
minta maaf.”
Suara
berat tersebut, kini mengalun pelan dalam gendang telingaku. Ia membuatku
tercekat, lagi. Lantas membuatku tak dapat berkutik lagi, bahkan untuk sekedar
bernafas saja, aku hampir tak mampu.
Dan
aku tahu itu Jung Taekwoon.
.
.
Dalam satu detik,
ia mampu membuatku membuncah bahagia
Dalam detik berikutnya,
ia menghilangkan buncahan bahagia itu
Dan dalam detik terakhir,
ia mampu mengembalikan buncahan bahagia itu
.
.
a/n :
Well,
aku gak yakin ff ini dalam kategori fluff atau bukan. Yg jelas, akhir-akhir ini
aku kehilangan kemampuan bahasaku. Dan jadilah ff gaje seperti ini.
Tapi, aku tetep minta
komennya. Oke, see you next my fanfiction.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar ^^