Sabtu, 12 April 2014

Special Gift


Special Gift



A fanfiction by Zi_You

Title:Special Gift | Main Cast : Jung Taekwoon (VIXX’s Leo) and You | Genre : Romance, (A little bit) Fluff,  | Duration : Ficlet| Rating : General

Summary :
Kau mampu membuatku terbawa dalam 3 detik rencanamu
.
.
.
Yeoboseyo.
Lirih. Sapaan yang terucap lewat sambungan panggilan itu, mungkin cenderung samar, terlebih jika berbaur dengan desisan angin malam musim semi. Bahkan ku rasa seseorang diseberang sambungan panggilan ini, harus mempertajam indera pendengarannya, jika ia ingin mendengarkan sapaanku.
Yeoboseyo. Apa kau sibuk?”
Suara itu hampir saja membuatku tercekat, jika saja kesadaranku pada dunia nyata pulih. Lantas frasanya membuatku mendongkakkan kepalaku. Ku edarkan kepalaku keseluruh penjuru ruangan ini. Walaukepalaku terasa pening, akibat deringan panggilan ini, beberapa detik lalu. Pun dengan leherku yang terasa sakit, akibat salah posisi, saat aku tertidur di meja belajarku.
Aku masih berusaha menelisik kembali ruangan ini, mencari sebuah objek, dengan setengah kesadaranku. Pun dengan kedua iris mataku yang sedari tadi kukerjapkan, entah untuk keberapa kalinnya.
Dan kudapati objek itu di sana, dari tempatku semula. Jam dinding yang sedari dulu bertengger di dekat tempat tidurku.
Pukul 23.59, untuk waktu daerah Seoul. Objek diseberang sana membuaku mengernyitkan kedua alisku. Benarkah angka yang ditunjuk oleh kedua jarum tersebut? Ataukah hanya imajinasi yang tercipta oleh setengah kesadaranku? Ku kerjapkan sekali lagi, iris mataku. Dan benar saja. Objek tersebut tak pernah bohong.Lantas bukankah ini terlalu larut, untuk seseorang mengucapkan ‘apa kau sibuk?’
“Taekwoon-a, kau tahu ini jam berapa sekarang?” ucapku, dengan hembusan nafas pelan, di awal frasaku. Lelaki di seberang sana sedikit membuatku kesal. Lelaki tampan yang telah menjadi kekasihku selama 1 tahun belakangan ini, bahkan jarangdan kurasa tak pernahberlaku bodoh, seperti ini.
Yeah, kau tahu aku berada di Jepang, bukan?” Bahkan ku rasa, jika ia sibuk dengan konsernya, layaknya 2 hari belakangan ini, ia akan sangat jarang menghubungiku. Terlalu sibuk, hingga untuk membalas pesanku saja, ku rasa ia akan membalasnya jika managernya memberitahunya.
“Setidaknya, jika kau merindukaku, kau
“Ini bukan sekedar aku merindukanmu. Aku ingin berbicara serius denganmu.” Lagi, ia membuatku hampir tercekat. Ku telan perlahan salivaku, dengan susahnya. Nada bicaranya bahkan berubah. Tak seperti beberapa detik lalu. Dan bahkan frasaku yang beberapa detik lalu belum selesai, kini tak mampu lagi ku ucapkan kembali. Agaknya jika nada bicaranya seperti ini, ia memang menginginkan berbicara serius denganku. Bukan hanya omong kosong seperti beberapa detik lalu.
“Kau.. ingin berbicara apa, Taekwoon-a?” ku biarkan kata itu keluar dari mulutku dengan terbata. Pun terselip nada keraguan di dalamnya. Juga dengan nada yang sedikit kuturunkan dari beberapa detik lalu.
“Taekwoon-a, kau masih di sana?” lagi, nada keraguan itu masih terselip dalam frasaku. Ia seolah membiarkanku dalam keheningan seorang diri. Oh, tidakkah dia tahu aku membenci keheningan seperti ini?
“Taekwoon-a, kau
“Aku hanya ingin mengatakan..” dan lagi, frasanya membuatku tak mampu untuk melanjutkan frasaku dengan sempurna. Oh, apakah aku terlalu cerewet, hingga ia memotong frasaku, sedang ia sendiri pun tak melanjutkan frasanya?
Ku hembuskan nafasku, lagi. Kali ini mungkin tak terhitung berapa kali aku menghembuskan nafasku. Ini terlalu sering, untuk menghilangkan kejenuhanku, akibat keheningan yang diciptakan Taekwoon.
Ku rasa ia sedikit mempermainkanku kali ini. Bagaimana tidak. Jung Taekwoon yang ku kenal 1 tahun belakangan ini, tak akan menjadi seperti ini. Bahkan ku rasa jika ia ingin menyampaikan pernyataannya kepadaku, ia tak akan membuatku menunggu selama ini.
“Taekwoon-a, jika kau ingin berbicara kepadaku, masih ku beri waktu. Tapi jika tidak, aku
“Aku hanya ingin mengatakan. Happy birthday, untuk gadisku.” Dan, untuk sekian kalinya ia membuatku tercekat, pun dengan ucapannya yang memotong frasaku, lagi. Bahkan frasa terakhirnya, bersamaan dengan dentingan jam dinding kamarku.
Pukul 00.00. Seketika frasa terakhirnya membuatku membuancah bahagia. Inikah sifat lain dari Taekwoon yang jarang ku temui? Dan oh, apakah ia sengaja membuat keheningan, pun dengan membuatku bertingkah cerewet, hingga frasanya bersamaan dengan dentingan itu?
“Maafkan aku yang tak bisa menemuimu malam ini. Pun mungkin dengan besok, yang tak bisa ku habiskan waktuku denganmu. Aku akan kembali ke Korea, lusa. Maaf..” Ku hembuskan nafas berat ku. Seketika rasa membuncah bahagia itu, seolah sengaja ia ciptakan untuk beberapa detik saja, dan kemudainsirna dalam hitungan detik. Ia lantas menggantinya dengan rasa kecewa.
“Terima kasih untuk ucapanmu. Aku akan baik-baik saja tanpa kehadiranmu, dalam satu hari pergantian usiaku.” Sesungguhnya ini bukan diriku yang sebenarnya. Berbohong di belakang Taekwoon. Pun dengan bulir air mata di ujung pelupuk mataku yang ku tahan dengan menggigit bibir bawahku. Juga ku atur nafasku, agar tak terdengar berderu, layaknya seorang gadis yang tengah terisak. Oh, apakah ia tahu, akan hal ini?
Sebenarnya bukan aku egois. Tapi aku ingin kau disini, saat pergantian usiaku. Bukankah aku selalu disampingmu, saat hari pergantian usiamu? Tidakkah ini terlalu adil untukmu, namun tidak untukku?
“Maaf mengganggumu, atas sambungan panggilan ini, aku hanya
“Oh, tidak Taekwoon-a. Dan maaf, sepertinya aku harus kembali mengerjakan tugasku yang tertunda. Selamat malam Taekwoon-a.” Ucapku, memotong frasanya yang belum sempurna terucap. Bukan aku bermaksud memotong frasanya secara sengaja. Namun, semakin aku mendengaran frasa panjangnya, semakin ia tahu bahwa aku sedang berbohong padanya. Semakin ia tahu bahwa deru nafasku tak dapat lagi ku atur, agar tak terdengar isakan kecilku. Pun ia akan tahu bahwa aku menyembunyikan bulir air mataku, dibalik kata ‘aku tak apa’
Bersamaan dengan berakhirnya frasaku, ku jatuhkan ponselku pada meja bejalarku. Lantas menenggelamkan kepalaku pada setumpuk lembaran kertas, tugas-tugasku. Pun ku tutup kelopak mataku. Bulir-bulir air mata di ujung pelupuk mata yang sedari tadi ku tahan, kini mulai menuruni kedua belah pipiku, tanpa bisa ku bendung. Juga deru nafasku yang telah ku atur sedemikian rupa, untuk beberapa detik lalu, kini berubah menjadi isakan yang menyeruak ke seluruh penjuru ruangan ini.
Tak apa dalam pergantian usiaku ini ada bulir air mata kecewa. Namun, beberapa detik lalu lelakiku telah membuat rasa membuncah bahagia dalam benakku.
Sedetik kemudian, ku dongkakkan kepalaku. Ini terlihat menyedihkan. Dengan bulir air mata yang masih saja menurunikedua belah pipiku,tanpa bisa ku bendung. Pun dengan deru nafasku yang semakin menjadi.
Beberapa detik kemudian, samar ku dengar bel apartemenku berbunyi. Entah hanya halusinasiku, semata. Entah mungkin angin malam musim semi yang berdesis, lalu mengantarkannya pada indra pendengaranku. Namun, semakin ku abaikan, semakin terdengar jelas, bahwa itu bukan sekedar halusinasiku semata.
Ku hembuskan nafasku, dengan kasarnya. Menghapus jejak-jejak air mataku, lantas melangkahkan kakiku menuju pintu apartemenku.
Beberapa langkah sebelum langkah kakiku menuju knop pintu itu, suara bel tersebut, terhenti. Oh, apakah ini memang halusinasiku semata?
Namun, aku tak lantas kembali menuju kamarku. Ku langkahkan kakiku menuju pintu tersebut. Lantas memutar knop pintu tersebut. Tak ada seorang pun di sana. Oh, hebat. Seseorang kini tengah mempermainkanku, selain Jung Taekwoon.
Ketika jemariku akan menutup pintu tersebut, sebuah objek mangalihkan perhatianku. Ku pertajam lagi penlihatanku. Sebuah kotak merah, di sana. Pun dengan boneka beruang putih besar, dengan pita merah yang bersandar pada dinding tersebut.
Ku ulurkan kedua tanganku meraih boneka beruang putih tersebut. Lantas membawanya dalam dekapanku. Pun ku ulurkan kembali kedua tanganku meraih kotak merah tersebut, dengan payahnya. Lalu ku langkahkan kakiku, menuju apartemenku, dengan penglihatan yang sedikit terhalang oleh boneka beruang putih besar ini.
Baru beberapa langkah, sebuah tanagn kekar melingkar dalam pinggangku. Membuatku menghentikan langkahku. Pun dengan sebuah kepala yang bersandar di punggungku. Dapat ku cium aroma feromonnya menusuk hidungku. Seperti aku mengenal aroma feromonnya. Ketika tubuhku akan ku putar menghadapnya, tangan kekar tersebut semakin mengerat dalam pinggangku.
Happy birthday, untuk gadisku. Maaf membuatku kecewa dengan ucapanku dalam sambungan panggilan tadi. Aku benar-benar minta maaf.”
Suara berat tersebut, kini mengalun pelan dalam gendang telingaku. Ia membuatku tercekat, lagi. Lantas membuatku tak dapat berkutik lagi, bahkan untuk sekedar bernafas saja, aku hampir tak mampu.
Dan aku tahu itu Jung Taekwoon.
.
.
Dalam satu detik,
 ia mampu membuatku membuncah bahagia
Dalam detik berikutnya,
 ia menghilangkan buncahan bahagia itu
Dan dalam detik terakhir,
 ia mampu mengembalikan buncahan bahagia itu
.
.
a/n :
Well, aku gak yakin ff ini dalam kategori fluff atau bukan. Yg jelas, akhir-akhir ini aku kehilangan kemampuan bahasaku. Dan jadilah ff gaje seperti ini.
Tapi, aku tetep minta komennya. Oke, see you next my fanfiction.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar ^^